Berita Sulawes Tenggara
GP Ansor Sultra Ancam Laporkan Pengguna Medsos yang Hina Gus Yaqut, Pemerhati Hukum: Sangat Keliru
Menurut Fijar, pernyataan ketua GP Ansor Sultra sangat keliru dan tidak mendidik masyarakat.
TRIBUNNEWSSULTRA.COM,KENDARI- Gerakan Pemuda atau GP Ansor Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) menyatakan akan melaporkan setiap penguna medsos yang menghina pernyataan Menteri Agama Gus Yaqut.
Sebelumnya, pernyataan Gus Yaqut yang membandingkan suara adzan dengan gonggongan anjing beberapa waktu lalu menuai tanggapan publik.
Lewat media sosial (story gram/ story whatsapp) masyarakat menyalahkan dan membantah pernyataan Gus Yaqut.
Gus Yaqut merupakan panglima Banser, kini menjabat seorang Menteri Agama itu mendapatkan dukungan moril dari Pengurus Wilayah (PW) Gerakan Pemuda (GP) Ansor Sulawesi Tenggara.
Dalam pernyataannya, GP Ansor Sultra menyatakan setiap pengguna media sosial yang menghina Gus Yaqut adalah perbuatan tidak menyenangkan dan telah melanggar tindak pidana khususnya Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Bahkan, GP Ansor Sultra akan melaporkan setiap pengguna media sosial tersebut ke Polda Sultra.
Baca juga: Menag Yaqut dan Deretan Pernyataan Kontroversial, Teranyar Suara Anjing Menggonggong dan Toa Masjid
Pernyataan Ketua GP Ansor Sultra kemudian mendapatkan sorotan dari salah seorang pemerhati hukum, La Ode Muhammad Dzul Fijar.
Menurut Fijar, pernyataan ketua GP Ansor Sultra sangat keliru dan tidak mendidik masyarakat.
“Ini sangat keliru dan tidak mendidik masyarakat. Harusnya bisa lebih cermat dan teliti dalam memberikan pernyataan. Cek dulu regulasi nya, khususnya terkait ketentuan Penghinaan dan/atau Pencemaran Nama Baik dalam UU ITE”. ujarnya.
Ia menerangkan, pertama, perbuatan tidak menyenangkan sudah tidak berlaku lagi, setelah adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 1/PUU-XI/2013.
MK menegaskan dalam putusan aquo bahwa frasa, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan dalam Pasal 335 ayat (1) butir 1 KUHP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Kedua, Penghinaan dan/atau pencemaran nama baik lewat media sosial, sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE, adalah delik aduan. Bukanlah delik biasa.
“Jangan dijadikan sebaliknya, itu adalah kesesatan yang dapat membuat gaduh masyarakat. Pendapat seseorang tidak bisa dikekang dengan ancaman Pasal Penghinanan” ungkap Fijar.
Baca juga: Wacana Pembatasan Suara Toa Masjid, BEM Unsultra Sebut Menag Yaqut Cholil Kurang Kerjaan
Mantan Ketua BEM Fakultas Hukum UHO ini menjelaskan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik merupakan perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang, sehingga nama baik orang tersebut tercemar atau rusak.
Maka tercemarnya atau rusaknya nama baik seseorang hanya dapat dinilai oleh orang yang bersangkutan.
Dia menambahkan, dengan kata lain, korbanlah yang dapat menilai secara subyektif tentang konten atau bagian mana dari Informasi atau Dokumen Elektronik yang ia rasa telah menyerang kehormatan atau nama baiknya.
Konstitusi memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat seseorang sebagai salah satu hak asasi manusia.
Oleh karena itu, perlindungan hukum diberikan kepada korban, dan bukan kepada orang lain. Orang lain tidak dapat menilai sama seperti penilaian korban.
Selain itu, perlindungan hukum juga patut diberikan kepada masyarakat yang memberikan kritik dan/atau saran kepada pemerintah lewat medsos. Tidak selamanya harus digunakan pendekatan dengan jeratan Pasal 27 ayat (3) UU ITE. (*)
(Tribunnewssultra.com/La Ode Ari)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/sultra/foto/bank/originals/Pemerhati-Hukum-di-Kendari.jpg)