Gantikan Wali Kota Bekasi yang Tersandung Korupsi, Kini Giliran Bang Pepen yang Ditahan KPK
Rahmat Effendi terjaring OTT KPK pada Rabu (5/1/2022) karena diduga minta 'jatah' pada pengusaha proyek dan lelang jabatan di Pemkot Bekasi.
Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
Rahmat Effendi sendiri menjabat sebagai Wali Kota Bekasi sejak Mei Tahun 2012.
Ia menggantikan Mochtar Mohamad yang terjerat kasus korupsi.
Bang Pepen awalnya menjadi Wakil Wali Kota Bekasi sejak tahun 2008.
Pada tahun 2011, Mochtar Mohamad lengser lantaran tersansung kasus korupsi, Rahmat Effendi pun lalu ditunjuk sebagai pelaksana (Plt) Wali Kota Bekasi.
Baca juga: Terjaring OTT KPK, Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Terlibat Dugaan Suap Proyek dan Lelang Jabatan
Hingga akhirnya Rahmat Effendi terpilih kembali sebagai Wali Kota Bekasi dalam masa jabatan 2013-2018.
Pria kelahiran Bekasi, 3 Februari 1964 itu adalah politikus dari Partai Golkar.
Saat ini Bang Pepen menjabat sebagai Ketua DPP di partai berlambang pohon beringin tersebut.
Rahmat Effendi sebelumnya juga pernah menjadi anggota DPRD Kota Bekasi periode 1999-2004 dan Ketua DPRD Kota Bekasi masa jabatan 2004-2008.
Ia pun juga sempat menjadi Pengurus Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kota Bekasi, Ketua Persatuan Bola Basket Seluruh Indonesia (Perbasi) Kota Bekasi, sampai menjabat sebagai pengurus daerah Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) Jawa Barat.
Baca juga: Sempat Viral Gegara Karangan Bunga, Profil Wali Kota Bekasi Rahmat Effendi Kini Terjaring OTT KPK
Bang Pepen Gunakan Kode 'Sumbangan Masjid' untuk Minta Jatah

Dilansir TribunnewsSultra.com dari Tribunnews.com, terkait kasus suap yang kini menjerat Bang Pepen, KPK mengungkap kode yang digunakan sang Walkot ketika meminta 'jatah' kepada pengusaha penyelenggara proyek.
Firli Bahuri menerangkan bahwa kasus korupsi ini berawal saat Pemkot Bekasi menetapkan APBD-P Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran sekitar Rp 286,5 miliar.
Biaya ganti rugi itu di antaranya untuk pembebasan lahan sekolah di Rawalumbu senilai Rp21,8 miliar; pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar.
Selain itu, juga untuk pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Dari proyek-proyek itulah Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi.
Baca juga: Sidang Lanjutan Kasus Dugaan Korupsi Izin Tambang PT Toshida Indonesia, Yusmin Bantah Terima Suap