OTT Bupati Koltim
Andi Merya Nur Buka-bukaan dalam Sidang OTT KPK, Diberi Fee Rp250 Juta, Proyek untuk Orang NasDem
Bupati Kolaka Timur (Koltim) nonaktif Andi Merya Nur buka-bukaan dalam sidang kasus Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi atau OTT KPK.
Penulis: Fadli Aksar | Editor: Sitti Nurmalasari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Bupati Kolaka Timur (Koltim) nonaktif Andi Merya Nur buka-bukaan dalam sidang kasus Operasi Tangkap Tangan Komisi Pemberantasan Korupsi atau OTT KPK.
Andi Merya Nur menjalani sidang sebagai saksi untuk terdakwa Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Koltim Anzarullah.
Seperti diketahui, sidang digelar secara hybrid, Andi Merya Nur melalui virtual dari Rutan KPK, sementara Anzarullah, majelis hakim, jaksa KPK hingga tim kuasa hukum berada di Pengadilan Negeri Kendari.
Sidang dipimpin Ketua Majelis Hakim Ronald Salnofri Bya ini digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri Kendari, Jl Mayjen Sutoyo, Tipulu, Kendari Barat, Kendari, Sultra, Selasa (4/1/2022).
Andi Merya Nur dicecar sejumlah pertanyaan mengenai kronologi dugaan penyuapan proyek perencanaan dana rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana di BNPB senilai Rp26,9 miliar.
Baca juga: Pembangunan RTH dan Monumen Kalosara Bakal Rampung Pertengahan 2022, Gunakan Anggaran Rp12 Miliar
Menurut eks Wakil Bupati Koltim itu, dirinya diberitahu Anzarullah akan diberikan fee 30 persen atau senilai Rp250 juta.
Fee Rp250 juta, kata dia, sebagai pelicin proyek rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana untuk dikerjakan orang Partai NasDem dan Anzarullah sendiri.
"Dia (Anzarullah) harapkan (untuk memuluskan) kegiatan itu (rehabilitasi) dikerjakan orang Partai NasDem, saya tidak tahu (siapa)," kata Andi Merya Nur, dalam sidang pemeriksaan saksi.
Andi Merya Nur mengatakan, ia tak pernah bertemu dengan orang Partai NasDem dimaksud, namun hanya mendengar dari cerita anak buah, Anzarullah.
Fee Hal Biasa
Andy Merya berujar fee proyek 30 persen itu hal yang biasa diberikan kepada bupati, baik dirinya maupun pejabat sebelumnya, meskipun ia menyadari pemberian uang tersebut tak dilandasi aturan.
Baca juga: Lima Kebijakan Strategis Otoritas Jasa Keuangan di 2022, Ekonomi Hijau Jadi Fokus Utama
"Iya (itu biasa)," membenarkan pertanyaan Hakim Ronald Salnofri Bya mengenai kebiasaan bupati menerima fee proyek 30 persen.
Ia menceritakan, pembuatan proposal pengusulan proyek rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana dimulai saat Bupati Koltim Tony Herbiansyah.
Selanjutnya, dilanjutkan era Bupati Koltim Samsul Bahri Madjid hingga dirinya dengan mengganti nama pejabat dan menandatangani proposal tersebut.
"Saya tinggal mengubah nama bupati-nya saja," kata Andi Merya Nur.