Alasan Santriwati Korban Pencabulan Sulit Lapor, Pergi Diantar dan Tak Boleh Bicara dengan Tetangga
Demi menutupi aksi bejatnya, Herry Wirawan, guru pesantren pelaku rudapaksa, melarang santriwatinya keluar rumah.
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Aksi pencabulan 21 santriwati di pesantren daerah Bandung, Jawa Barat, menimbulkan pertanyaan sebagian masyarakat.
Di antaranya mengenai mengapa korban sulit untuk melaporkan peristiwa tragis yang mereka alami.
Selain karena tidak mudah akibat penuh tekanan baik fisik maupun psikis, aturan yang dibuat pelaku, Herry Wirawan, terhadap para santriwati pun ketat.
Baca juga: Ibu Korban Pencabulan di Pesantren Bandung sampai Kejang, sang Ayah Ingin Bunuh Herry Wirawan
Hal ini diungkapkan warga Kompleks Sinergi Antapani, Kota Bandung, Rizal (42).
Diketahui, selain pesantren di Kecamatan Cibiru, Herry juga mengelola sebuah panti asuhan yatim di Antapani.
Menurut Rizal, sejak Herry menyewa rumah untuk dijadikan panti pada 2016 lalu, ia melarang para santriwatinya keluar rumah.
Bahkan, menurut Rizal, jika santriwati hendak berbelanja, mereka akan diantar Herry.
"Anak-anak yang ada di situ usia SD dan SMP. Masih bisa bermain di luar padahal."
"Ini kalau mereka keluar untuk belanja saja, harus diantar Herry. Mereka dilarang bicara sama tetangga."
"Ada sekitar 15 sampai 20 anak di situ yang tinggal, semuanya perempuan," beber Rizal saat ditemui TribunJabar, Jumat (10/12/2021).
Baca juga: Tukang Becak Umur 70 Tahun Cabuli Bocah 8 Tahun, Pelaku Kerap Antar Barang Orangtua Korban
Lebih lanjut, Rizal menyebut warga setempat sempat heran lantaran semua santri Herry berjenis kelamin perempuan.
Kendati demikian, selama ini aktivitas di panti Herry tersebut terlihat normal dari luar.
Pada waktu-waktu tertentu, anak-anak mengaji di lantai utama rumah tersebut.
"Warga juga sempat heran, kok yang di panti yatim itu perempuan semua, tidak ada laki-lakinya."
"Ya, laki-lakinya Herry saja. Apa boleh begitu secara agama atau bagaimana, warga percaya saja," katanya.
Setelah santriwati memasuki usia dewasa, ujar Rizal, mereka akan dipindahkan ke pesantren yang ada di Cibiru.
Warga pun menganggap pemindahan itu berkaitan dengan kenaikan kelas seperti di sekolah pada umumnya.
Baca juga: Reaksi Santriwati Korban Pencabulan Guru Pesantren saat Dengar Suara Pelaku: Teriak Histeris
Salahgunakan Dana Bantuan
Diketahui, Herry Wirawan menyalahgunakan dana bantuan pemerintah untuk kepentingan pribadinya, seperti menyewa hotel dan apartemen.
Hotel yang disewa Herry, juga digunakannya untuk merudapaksa para korban.
Fakta ini terungkap berdasarkan hasil temuan penyelidikan tim intelijen, selaku pengumpul data dan keterangan di lapangan.
Aksi Herry menyewa hotel dan apartemen itu membuat korban percaya pelaku memiliki ekonomi yang cukup.
"Upaya ini membuat para korban merasa yakin, bahwa yang bersangkutan berkemampuan (dari segi ekonomi)," kata Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Jawa Barat, Asep N Mulyana, Kamis (9/12/2021), dikutip dari TribunJabar.
Selama melancarkan aksinya, Herry mengiming-imingi akan menjadikan korban polisi wanita hingga pengurus pondok pesantren.
Baca juga: Hilang 5 Hari, Gadis 17 Tahun di Wonogiri Ditemukan di Teras Minimarket: Sempat Dirudapaksa Pemuda
Awal Mula Kasus Terungkap
Berdasarkan keterangan Herry Wirawan di persidangan, ia sudah melancarkan aksinya sejak 2016 hingga 2021.
Mengutip TribunJabar, aksi bejatnya terungkap saat orang tua salah satu korban mencurigai adanya perubahan pada tubuh sang anak.
Mereka pun langsung melapor pada kepala desa dan diteruskan pada Polda Jawa Barat serta P2TP2A Kabupaten Garut, Juni 2021 lalu.
Karena tak semua orang tua mengetahui kasus tersebut, 2TP2A Kabupaten Garut memanggil mereka untuk diberi tahu masalah yang menimpa anak mereka di pesantren.
"Semua orang tua syok begitu mengetahui permasalahan yang menimpa anaknya."
"Setelah diberi pemahaman dan pendampingan, akhirnya para orang tua bisa menerima permasalahan tersebut," terang Ketua P2TP2A Kabupaten Garut, Diah Kurniasari, Kamis.
AN (34), salah satu keluarga korban yang berasal dari Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, mengungkapkan modus pelaku.
Ia mengatakan, Herry kerap memaksan korban untuk segera kembali ke pesantren jika sedang pulang ke rumah.
"Anak gak pernah lama di rumah, lebih dari tiga atau lima hari si pelaku Herry langsung nelepon, dia nyuruh kembali ke pondok," ungkapnya, Kamis.
Kendati demikian, pihak keluarga tak menaruh curiga meski bertanya-tanya mengapa aturan pesantren begitu ketat.
"Kenapa sih kok ketat banget, tapi ya saat itu tidak berburuk sangka, ketat mungkin aturan yang udah diberlakukan oleh pihak pesantren," lanjutnya.
Menurut AN, keluarga korban memilih pesantren tersebut lantaran menawarkan pendidikan gratis.
Diketahui, Herry selama ini tinggal seorang diri di dalam pesantren itu.
Sementara pengajar lainnya tinggal di rumah masing-masing.
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W, TribunJabar/Muhamad Syarif Abdussalam/Cipta Permana)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Upaya Herry Wirawan Tutupi Aksi Bejatnya, Larang Santri Keluar Rumah, Bahkan Belanja Diantar