Daeng Lala
Sosok Daeng Lala: Inspirator YouTuber 'Kampung’ Penjaga Tradisi Memancing di Baubau Pulau Buton (2)
Siapa sosok Daeng Lala, YouTuber pemilik kanal YouTube dengan 537 ribu subscriber dari Pantai Lakeba, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra)?
Penulis: thamzil_thahir | Editor: Aqsa
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, BAUBAU - Siapa sosok Daeng Lala, YouTuber pemilik kanal YouTube dengan 537 ribu subscriber dari Pantai Lakeba, Kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra)?
Ia lahir dan besar di Kampung Lipu Morikana, April 1984 silam.
Nama aslinya Lala belaka.
Nama dengan huruf ‘sederhana’ ini memang typikal nama warga kampung di gugus kepulauan provinsi Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan.
Sematan Daeng di depan namanya, dipakai saat tinggal di Kota Makassar tahun 2015 hingga 2018 lalu.
Baca juga: Sosok Daeng Lala: Inspirator YouTuber Kampung’ Penjaga Tradisi Memancing di Baubau Pulau Buton (1)
“Kata Daeng itu saya pakai karena itulah akun Facebook pertama saya buat di Makassar,” katanya.
Inisiatif nama depan itu, juga karena pertimbangan Daeng adalah nama sapaan untuk manusia pekerja dari wilayah timur Indonesia.
Ia adalah anak kedua dari empat saudara pasangan nelayan-Tukang kayu dan ibu rumah tangga.
Ayahnya Lahewu, pernah menjadi satpam di Depot Pertamina Terminal BBM Bau-Bau, di Sulaa, Betuambari, sekitar 2,3 km dari pusat Kota Bau-bau.
Ibunya Wahima juga masih kerabat ayahnya di Lipu, ini sekitar 2,5 km sebelah utara di luar Benteng Keraton Buton.

Daeng besar bersama sekitar 1.000-an keluarga Kampung Lipu, sekitar 1,7 km dari Pantai Lekeba.
“Mata pencaharian warga di sini tidak tetap tapi punya kebun.Bisa tukang batu, tukang kayu, dan mencari ikan untuk dimakan dan dijual di pasar,” kata La Tuba (48), tetangga Daeng Lala, yang bekerja jadi satpam di sebuah rumah hiburan di sekitar Pantai Lakeba.
Wa Laihu (49 tahun), pemilik kedai kopi dan kue di dekat Pondok Pancing Daeng Lala, mengisahkan, sejak kecil Daeng Lala termasuk, anak patuh dan selalu membantu orangtuanya memancing di laut.
Daeng Lala adalah alumnus SDN 1 Katobengke dan SMPN 3 Kotabengke, Baubau.
Untung mengongkosi sekolah anak-anaknya, La Hewu juga bekerja sebagai satpam di Depot BBM Pertamina Bau-Bau, sekitar 1,7 km dari rumahnya.
Baca juga: Intip Markas Daeng Lala di Pantai Lakeba Baubau, Saksi Bisu Pemuda Pinggiran Jadi YouTuber Terkenal
Daeng Lala termasuk anak gigih yang ‘dipaksa’ untuk memperbaiki kualitas hidupnya.
Seperti 90-an persen warga Lipu, kelahiran 1960-an dan 1970-an, ayah dan ibu Daeng Lala, sudah bangga jika tamat sekolah dasar.
Dengan nilai bagus di SMP, Daeng Lala sempat lulus di SMAN 3 Bau-bau.
Namun karena juga ikut membantu ekonomi keluarga, dia mendapat ijazah sekolah menengah atas di SMA Batara Guru.
Ini salah satu sekolah swasta tertua di Pulau Buton.

Setamat SMA, 2003, Daeng Lala juga melanjutkan kuliah di Akademi Manajemen Informatika dan Komputer (AMIK) Bau-bau.
Saat kuliah, kegigihan Daeng Lala, untuk bertahan hidup sesuai ilmunya, ia mendirikan jasa pengetikan dan rental komputer.
Rumah panggung orangtuanya di Kampung Lipu Katobengke, Jl Dayanu Ihsanuddin, Baubau, digubah jadi “ruang pengetikan.”
Ilmu instalasi komputer jaringan, dan teknik mengetik 10 jari, dia menyasar mahasiswa dan pelajar yang ngekos di sekitar kampungnya.
“Kadang saya dia begadang sampai subuh untuk ketik pesanan tugas mahasiswa,” kata Harianto (31), salah seorang tetangga Daeng Lala.
Baca juga: Ancam Warga di Kelurahan Bone-bone Baubau, Seekor Piton Gagal Ditangkap, Masuk di Saluran Tinja
Dengan pendapatan tetap, dia juga sudah menikahi kerabat sekaligus tetangganya, Vikha.
Selepas kuliah dia pun diterima bekerja di bagian logistik dan supply BBM di kantor Pertamina Bau-bau, tahun 2011.
Kariernya menanjak. Dia mengurusi suplai dan pembelian BBM untuk wilayah Bau-Bau, dan timur Indonesia.
Tahun 2016, Daeng Lala pun mendapat tugas kerja ke Makassar.
“Saya sempat tinggal di lorong dekat asrama Brimob KS Tubun dan Pasar Senggol, lalu pindah ke Rappocini.”
Tahun 2019 dia ditugaskan kembali ke Bau-Bau dan melayani suplai BBM industri nikel dan tabang di Morowali, Sulawesi Tengah, ke Ternate, hingga ke Bima, Nusa Tenggara Barat.
Sebelum pandemi Corona menghantam dunia, dia kembali ke Bau-bau dan menghabiskan waktu dengan memancing.
Awalnya dia sewa perahu milik nelayan untuk menyalurkan hobi lamanya.
Awalnya, dia menggunakan pancing modern.
Stik, reel, dan alat pancing impor dia beli dengan harga tiga hingga empat kali lipat dari harga di Pulau Jawa dan Makassar.
Di sini, dia mulai membuat Channel Youtube Daeng Lala.
Konten yang diupload masih sederhana, dan seputar memancing di perahu.
Tanpa sengaja, saat air laut Pantai Lakeba surut di malam hari, dia ikut menangkap ikan bersama beberapa nelayan tradisonal tetanngganya.
Bukan alat pancing dan kail, si nelayan membawa tombak dan lampu penerang chargerable.
Keesokan harinya video ini diunggap bersama video cara memancing dengan teknik handliner.
Umpannya ikan hidup, sebesar jari telunjuk orang dewasa.
Kurang dari 24 jam, video itu sudah booming.
“Penontonnya kebanyakan dari Malaysia dan Singapura, saya kaget.”
Belajar dari teknik memancing tradisional dengan bersama tetua kampung, itulah Daeng Lala mulai serius.
Konten-konten garapannya hanya seputar memancing, mengolah mahluk hidup laut dan pesisir, dan cara memasaknya jadi makanan rumah tangga ala Buton dan kepulauan Tukang Besi dan nelayan manusia Bajo.
Dan… sukses jadi content creator itu pun baru dimulai…..(*)
Baca sosok Daeng Lala