Hari Kebebasan Pers, Forum Jurnalis Kendari Gelar Mimbar Bebas, Hentikan Intervensi Pemberitaan

Forum Jurnalis Kendari (FJK) gelar aksi mimbar bebas dalam memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day 2021, Kamis (6/5/2021

Penulis: Risno Mawandili | Editor: Laode Ari
Risno Mawandili/Tribunnewssultra.com
Forum jurnalis Kendari yang diinisiasi AJI Kendari, IJTI Sultra, PWI Sultra, gelar mimbar bebas rayakan Word Press Freedom Day, Kamis (6/5/2021). Menuntut hentikan kekerasan jurnalis. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM,KENDARI - Forum Jurnalis Kendari (FJK) gelar aksi mimbar bebas dalam memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia atau World Press Freedom Day 2021, Kamis (6/5/2021).

FJK terdiri dari berbagai organisasi wartawan seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sultra, dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Sultra.

Aksi mimbar bebas tersebut digelar di Perempatan Tugu Religi MTQ Kota Kendari, sekira pukul 16.30 hingga  17.30 wita.

Sementara tema yang diangkat dalam aksi tersebut "Information as a public good atau informasi merupakan milik publik", menyoroti intervensi pemberitaan yang berujung pada kekerasan.

Baca juga: Anak Buahnya Aniaya Jurnalis Peliput Demo, Kapolres Kendari Minta Maaf, Janji Akan Tindak Tegas

Menurut catatan AJI Kendari, kekerasan terhadap jurnalis di Sultra terus meningkat dari tahun ke tahun.

Pada 2020 terdapat 84 kasus kekerasan jurnalis di Indonesia, di mana 3 kasus di antaranya terjadi di Sultra.

Sementara pada semester awal 2021, terdapat 2 kasus kekerasan terhadap jurnalis Sultra, dialami wartawan Berita Kota Kendari dan Kontributor Liputan6.com.

"Dari tahun ke tahun kekerasan terhadap jurnalis itu terus meningkat, dampaknya mengekang kebebasan berpendapat dan berekspresi," ujar Ketua AJI Kendari, Rosniawati Fikri.  

Tren Kekerasan

Rosniawati Fikri menuturkan, kekerasan yang dialami jurnalis makin kompleks.

Jika sebelumnya kekerasan hanya terjadi secara konvensional, kini teror lewat media sosial juga dirasakan jurnalis.

"Misalkan akhir tahun 2020 jurnalis cek fakta Tempo, Zainal A Ishak, didoxing," ujar Rosniawati.

Perlakuan itu dialami Zainal A Ishak ketika menyajikan fakta dari konten viral di media sosial.

Doxing juga dialami wartawan Liputan6.com, Ahmad Akbar Fua, pada awal tahun 2021.

Ia diteror secara digital lewat media sosial setelah memberitakan demo anarkis salah kelompok ormas di Kepolisian Resor (Polres) Konawe.

Awal 2021 juga terjadi kekerasan kepada Wartawan Berita Kota Kendari, Rudinan. 

Rudinan dipukul oleh oknum kepolisian, saat meliput demo mahasiswa yang berakhir ricuh di Balai Latihan Kerja (BLK) Kendari.

Baca juga: AJI Kendari Kecam Polisi Penganiaya Jurnalis Peliput Demo, Kapolres Kendari Bungkam

Menurut Ketua AJI Kendari itu, kekerasan yang seringkali dialami jurnalis menunjukan adanya pengekangan terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi.

Padahal, menurut Rosniawati, demokrasi yang baik itu tercermin lewat jurnalis yang bebas, independen, dan profesional.

"Salah satu tolak ukur demokrasi yang baik adalah jurnalisnya bebas, independen dan profesional," ujarnya.

Jeratan Hukum

Dua aturan yang sering digunakan untuk menjerat jurnalis ke ranah hukum pidana yakni Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) dan KUHP pasal 310 dan 311 tentang pencemaran nama baik.

Rosniawati Fikri mengatakan, dua aturan itu seharusnya direvisi karena memiliki pasal karet, pencemaran nama baik.

"Undang-undangnya harus direvisi karena kami menganggap terdapat pasal karet di dalamnya," kata dia.

Pasal karet pada Undang-Undang ITE dan KUHP sudah terbukti mencederai tugas jurnalis.

Ia mencontohkan, seorang jurnalis di Kabupaten Buton Tengah yang menyoroti proyek pembangunan bupati.

Karena sorotan itu dianggap mencemarkan nama baik bupati, jurnalis tersebut dihukum penjara lewat jeratan Undang-Undang ITE.

Baca juga: Penganiayaan Wartawan di NTT, Bermula dari Pemberitaan Soal Pembangunan Gedung Puskesmas

Fakta ini menunjukan ada intervensi saat jurnalis menyuarakan pendapat dan berekspresi.

Dampaknya, jurnalis tak bebas dan independen memberikan informasi kepada publik.

Meski demikian, Ros meminta jurnalis tidak boleh takut menyoroti pemerintah.

Agar meminimalisir jeratan hukum, maka jalankan tugas berpedoman pada Undang-Undang Pers dan kode etik jurnalis.

Hal lain yang menjadi tugas media massa saat ini adalah kesejahteraan wartawan agar lebih profesional menjalankan tugas.

Jurnalis media online Tempo.co itu juga mengatakan, selama pandemi Covid-19 kesejahteraan terhadap wartawan makin menurun.

"Pengusaha media diera sekarang harus bisa memikirkan gaji karyawan, kebutuhan dari jurnalisnya," ujarnya.  (*)

(Risno Mawandili/TribunnewsSultra.com)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved