Berita Kendari Terkini Hari Ini

Kronologi Tewasnya Pegawai Bapas di Baubau, Lebam di Tubuh Dinilai Janggal, Polisi Tolak Autopsi

Ditkrimum Polda Sultra tak mengabulkan permintaan autopsi dari Yuwalludin selaku kakak Israwati untuk mengetahui kebenaran penyebab kematian Israwati.

Penulis: Risno Mawandili | Editor: Sitti Nurmalasari
Yuwaluddin (memakai kopiah) didampingi kuasa hukumnya, Anselmus (baju hitam), di kantor LBH Kendari, Jumat (9/4/2021). Memaparkan keberatan karena polisi menghentikan penyelidikan kematian adiknya, Israwati. 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Kamis 1 Oktober 2020, dini hari, Israwati tiba-tiba pingsan. Nadinya melemah, cairan keluar dari kelaminnya, dan pada beberapa bagian tubuh ada lebam kebiruan

Pegawai Badan Permasyarakatan Kelas IIA Baubau itu lantas dilarikan ke Rumah Sakit (RS) Siloam di Kota Baubau.

Sayang, nyawanya tak tertolong. Setelah tujuh hari dirawat, Israwati meninggal dunia pada 8 Oktober 2020. 

Perempuan itu didiagnosis menderita pendarahan subdural (hematoma subdural), pendarahan invrafentrikel, dan pendarahan subarachnoid. 

Ketiga jenis pendarahan ini disebabkan karena benturan keras pada kepala sehingga pembuluh darah otak pecah. 

Karena alasan itu, Yuwalludin selaku kakak Israwati, merasa janggal dengan kematian adiknya. 

Baca juga: Alami Down Sindrom, Afiq Raanan Hendra Dapat Bantuan Pengobatan Rp55 Juta dari Keluarga Besar TNI AD

Baca juga: Satu Kantor Polsek di Kolaka Timur Bertambah, IPTU Ferry Pangandaheng Jadi Kapolsek

Ia kemudian melaporkan indikasi itu kepada Direktorat Kriminal Umum (Ditkrimum) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) pada 12 November 2021. 

Dalam laporan tersebut, ia mengajukan permintaan autopsi kepada Ditkrimum Polda Sultra pada 23 Desember 2020.

Permintaan autopsi tersebut, untuk mengetahui kebenaran penyebab kematian Israwati

Namun ternyata, Ditkrimum Polda Sultra tak mengabulkan permintaan yang diajukan sang kakak.

Pada Rabu, 7 April 2021, penyelidikan kasus dihentikan dengan dalih, bukan merupakan tindak pidana. 

Penghentian kasus itu tertuang dalam Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyelidikan (SP3), bernomor S.Tap/1124b/IV/2021, tertanggal 7 April.

Kuasa Hukum, Anselmus menunjukkan Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyelidikan (SP3) dari Ditreskrimum Polda Sultra.
Kuasa Hukum, Anselmus menunjukkan Surat Pemberitahuan Pemberhentian Penyelidikan (SP3) dari Ditreskrimum Polda Sultra. ()

Surat itu ditandatangani Direktur Ditreskrimum Polda Sultra Kombes Pol La Ode Aries Elfatar.

"Laporan pengaduan 12 November 2020 yang diduga dilakukan saudara GAP, dengan korban saudari Almh. Israwati bukan merupakan tindak pidana," tulis surat pemberitahun penghentian penyelidikan (SP3).

Tidak dijelaskan lebih lanjut mengapa Ditkrimmum Poldan Sultra menyimpulkan kasus tersebut bukan merupakan tindak pidana.

Kepala Sub Bidang (Kasubbid) Penerangan Masyarakat (Penmas) Bidang Humas Polda Sultra Kompol Dolfi Kumaseh menuturkan, penyelidikan dihentikan dengan alasan tidak cukup bukti. 

"Setelah memeriksa saksi-saksi, dan diikutkan dengan keterangan yang memeriksa di Rumah Sakit (RS) Siloam di Kota Baubau," ujarnya, Jumat (9/4/2021). 

Gelar perkara

Menurut kuasa hukum korban, Anselmus AR Masiku, polisi telah dua kali melakukan gelar perkara, tapi cuma meminta pihak korban untuk persentase.  

"Saya mendengar ada dua kali gelar perkara dan itu juga keluarga korban cuma dipanggil untuk memberikan persentase, tidak ada kesimpulan apa-apa," urai Anselmus, ditemui di kantornya, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kendari, Jumat (9/4/2021). 

Terkait hal ini, Direktur Kriminal Umum Prolda Sultra (Dirkrimum), Kombes Pol La Ode Aries Elfatar, belum mau menjawab. 

Ia mengatakan, bersedia diwawancarai TribunnewsSultra.com pada Senin 13 April 2021 nanti. 

"Senin nanti ya," ujar La Ode Aries lewat pesan singkat Whatsapp Masengger, Jumat (9/4/2021) malam. 

Tolak autopsi

Kepolisian berhentikan penyelidikan, sekaligus menolak autopsi kepada Israwati

Menurut Kasubbid Penmas Bidang Humas Polda Sultra, Kompol Dolfi Kumaseh, dengan diberhentikannya penyelidikan maka autopsi juga tidak dilakukan. 

Ia menegaskan, autopsi hanya boleh dilakukan ketika sudah tahap penyidikan.

"Yang namanya autopsi, tidak bisa dilakukan karena masih tahap penyelidikan, kecuali tahap penyidikan," ujarnya. 

Sementara itu, Anselmus AR Masiku menilai sikap polisi tak profesional karena terkesan menyimpulkan perkara. 

"Seharusnya polisi mengumpulkan fakta, bukan menyimpulkan sebuah perkara berdasarkan keyakinan," ujarnya. 

Menurutnya, satu-satunya bukti sahih jika perbuatan itu bukan tindak pidana adalah hasil autopsi. 

Agar penyebab lebam kebiruan pada beberapa bagian tubuh Israwati dapat diketahui.

"Maka tidak mungkin menyimpulkan, cara yang paling sahih untuk menentukannya adalah dengan autopsi," tegasnya. (*)

(TribunnewsSultra.com/ Risno Mawandili)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved