Berita Sulawesi Tenggara

Mayoritas Pecandu Narkoba di Sulawesi Tenggara Usia 20–24 Tahun, BNNP Sediakan Rehabilitasi Gratis

Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Tenggara mencatat mayoritas pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi berada pada usia 20-24 tahun

Penulis: Dewi Lestari | Editor: Amelda Devi Indriyani
(TribunnewsSultra.com/Dewi Lestari)
BNNP SULTRA - Pasien tengah melakukan registrasi untuk rehabilitasi di Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Tenggara (Sultra), Kelurahan Mokoau, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, Kamis (23/10/2025). BNNP Sultra mencatat mayoritas pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi berusia 20 hingga 24 tahun. (Dok : Dewi Lestari) 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI – Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sulawesi Tenggara (Sultra) mencatat mayoritas pecandu narkoba yang menjalani rehabilitasi berada pada rentang usia 20 hingga 24 tahun.

Informasi tersebut disampaikan Psikolog Klinis BNNP Sultra, Asnon Marahia saat ditemui di kantornya, di Kelurahan Mokoau, Kecamatan Poasia, Kota Kendari, Kamis (23/10/2025).

Kantor BNNP berjarak 650 meter atau 2 menit dari Kantor Gubernur Sultra di Kompleks Bumi Praja, Anduonohu, Poasia.

Asnon mengatakan usia produktif menjadi kelompok paling rentan terjerat penyalahgunaan narkotika.

Sebagian besar pasien yang ditangani di BNNP Sultra adalah siswa SMA dan pekerja muda.

“Rentang usia klien yang kami tangani beragam, mulai dari pelajar SMA kelas dua hingga mereka yang sudah bekerja. Tapi yang paling dominan itu usia 20 sampai 24 tahun,” kata Asnon.

Asnon menyampaikan sepanjang Januari hingga Oktober 2025, BNNP Sultra telah merehabilitasi 68 pecandu narkoba.

Baca juga: Jaringan Narkoba Antarprovinsi Medan dan Sultra Dibongkar Polresta Kendari, Untung Rp100 Juta per Kg

Jumlah tersebut melebihi target awal sebanyak 58 orang, sehingga capaian ini menunjukkan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk mengikuti program pemulihan.

Proses rehabilitasi di BNNP Sultra dilakukan secara gratis dan mengikuti prosedur standar.

Tahapan dimulai dari informed consent atau perjanjian persetujuan antara klien dan konselor, dan dilanjutkan dengan observasi fisik.

Lalu, asesmen oleh psikolog atau konselor untuk menentukan tingkat kecanduan.

“Kami ingin masyarakat tahu bahwa rehabilitasi di BNN itu tidak dipungut biaya sama sekali. Siapa pun yang ingin sembuh bisa datang langsung,” tuturnya.

Dalam menjaring klien, BNNP Sultra bekerja sama dengan Bidang Pencegahan dan Pemberdayaan Masyarakat (P2M) untuk melakukan sosialisasi di sekolah dan masyarakat.

Dari kegiatan ini, diperoleh informasi awal mengenai individu yang terindikasi menggunakan narkoba.

Baca juga: Gedung Rehabilitasi Napza Akan Dibangun di Sulawesi Tenggara pada 2025, Anggaran Rp5 Miliar

Tim rehabilitasi kemudian turun ke lapangan melakukan identifikasi melalui program Screening Intervensi Lapangan (SIL).

Program ini menjadi cara BNNP mendekati calon klien tanpa stigma atau rasa takut.

“Kami lakukan pemetaan dan pendekatan. Setelah itu kami ajak mereka datang ke klinik rujukan untuk mendapatkan layanan rehabilitasi gratis,” ujarnya.

Asnon menyebut, BNNP Sultra juga terus berupaya mengubah persepsi publik terhadap BNN yang hanya berfokus pada penangkapan pelaku narkoba.

Sebab, rehabilitasi adalah bagian penting dari upaya pencegahan dan pemulihan sosial.

“Selama ini kami ingin masyarakat paham, kehadiran BNN di lapangan tidak selalu untuk menangkap. Ada juga bidang rehabilitasi yang siap membantu mereka pulih,” jelasnya. (*)

(TribunnewsSultra.com/Dewi Lestari)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved