Apa itu Supermoon Emas, Jadwal Fenomena Langka Bulan Terbesar 2025 Besok Malam, BMKG Soal Banjir Rob
Apa itu supermoon emas atau Golden Supermoon yang bertepatan fase bulan purnama Beaver Moon, fenomena langka penampakan bulan terbesar tahun 2025.
Penulis: Sri Rahayu | Editor: Aqsa
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Apa itu supermoon emas atau Golden Supermoon yang bertepatan fase bulan purnama Beaver Moon, fenomena langka penampakan bulan terbesar tahun 2025 ini.
Masyarakat Indonesia termasuk Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) bisa menyaksikan fenomena astronomi yang juga dikenal dengan sebutan Bulan Purnama Perigee itu, pada Rabu (05/11/2025) malam.
Untuk jadwal Supermoon tersebut yakni pada Rabu malam mulai pukul 21.19 wita atau 20.19 WIB.
Selanjutnya, masyarakat bisa menyaksikan fenomena Fajar Perigee, pada Kamis (06/11/2025) pagi pukul 06.28 Wita.
Supermoon adalah istilah fenomena bulan purnama yang terjadi saat bulan berada di titik terdekat dengan bumi (perigee) dalam orbit elipsnya sehingga penampakannya lebih besar dari biasanya.
Sementara, Fajar Perigee adalah posisi bulan bukan purnama yang juga berada pada jarak paling dekat dengan bumi.
Fenomena astronomi tersebut disampaikan Kepala Stasiun Geofisika Kelas IV Kendari, Rudin, melalui Pengamat Meteorologi dan Geofisika (PMG), Waode Sitti Mudhalifana.
“Jika kondisi memungkinkan seperti cuaca lagi cerah, bisa dilihat dengan mata telanjang,” katanya dikonfirmasi TribunnewsSultra.com, Senin (03/11/2025).
Peneliti utama Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, menjelaskan, supermoon kali ini merupakan yang terbesar sepanjang tahun 2025.
Julukan Golden Supermoon atau Supermoon Emas yang bertepatan fase bulan purnama Beaver Moon tersebut muncul karena bulan tampak lebih besar, lebih terang, dan berwarna keemasan.
“Supermoon 5 November adalah yang terbesar karena berada pada jarak terdekat, 357 ribu km (kilometer) dari rata-rata 384 ribu km,” jelasnya dikutip dari Kompas.com.
Dengan jarak tersebut, ukuran bulan tampak sekitar tujuh persen lebih besar dan 16 persen lebih terang dibandingkan purnama biasa.
PMG Stasiun Geofisika Kendari pun menyebut karena jaraknya lebih dekat yaitu sekitar 356 km, bulan akan terlihat 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang dibandingkan bulan purnama biasa.
Seiring fenomena tersebut, Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) sebelumnya mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem yang berpotensi melanda sejumlah wilayah di Indonesia.
Baca juga: Jadwal Fenomena Supermoon di Kendari Sulawesi Tenggara, Masyarakat Bisa Saksikan Secara Langsung
Termasuk potensi banjir rob di wilayah pesisir sepanjang November 2025 ini, lihat selengkapnya pada bagian akhir artikel ini.
“Adanya fenomena Fase Perigee (jarak terdekat bulan ke bumi) dan Bulan Purnama pada tanggal 5November 2025 berpotensi meningkatkan ketinggian air laut maksimum,” tulis BMKG.
Dalam Press Release Informasi Potensi Banjir Pesisir (Rob) di wilayah pesisir Indonesia yang ditandatangani Direktur Meteorologi Maritim, Eko Prasetyo, di Jakarta, 31 Oktober 2025.
Tentang Supermoon
Fenomena supermoon adalah fase bulan purnama berada dititik terdekatnya dengan bumi (perigee) dalam orbit elips.
“Supermoon berarti bulan terlihat lebih besar dari biasanya,” kata PMG Stasiun Geofisika Kendari BMKG Sultra, Waode Sitti Mudhalifana.
Dia menyampaikan, fenomena astronomi supermoon juga dikenal dengan sebutan bulan purnama perigee.
Fase bulan terdekat dan terjauh dengan bumi tersebut terjadi setiap tahunnya.
Adapun fenomena bulan terjauh atau apogee terjadi pada April 2025 lalu dengan jarak sekitar 406 ribu km.
Astronom Amatir Indonesia, Marufin Sudibyo, menjelaskan, tahun 2025 ditutup dengan serangkaian supermoon berturut-turut.
Namun, Bulan Purnama November ini adalah yang paling dominan.
Menurut Marufin, karakter orbitnya sama, yang membedakan hanyalah nilai jarak perigean:
1. Supermoon November 2025 (Beaver Moon): Jarak perigean terkecil sepanjang 2025 (356.800 km).
2. Supermoon Desember 2025 (Cold Moon): Jarak perigean terkecil kedua (356.900 km).
3. Supermoon Oktober 2025 (Harvest Moon): Jarak perigean terkecil ketiga (359.800 km).
Marufin menjelaskan istilah supermoon telah populer sejak tahun 1979 untuk menggambarkan kondisi bulan purnama yang terjadi saat bulan berada pada jarak terdekatnya dengan bumi (Perigee).
Namun, dari sudut pandang ilmiah, sebutan ini tidak baku.
Menurut Marufin, bahwa istilah "Supermoon" lebih condong ke ranah astrologi.
“Supermoon itu istilah astrologi. Dalam astronomi tidak ada padanan katanya karena memang dianggap tidak memiliki nilai ilmiah spesifik,” jelas Marufin dikutip dari Kompas.com, Selasa (04/11/2025).
“Tapi untuk kepentingan populer, kata itu sering dipadankan dengan Bulan Purnama Perigean atau Purnama Perigean saja,” lanjutnya.
Purnama Perigean didefinisikan sebagai Bulan purnama (fase maksimum mendekati 100 persen) yang terjadi pada saat atau di sekitar titik Perigee Bulan.
Karena jaraknya lebih dekat, bulan akan tampak sedikit lebih besar dibandingkan ketampakan normalnya.
Sementara, peneliti utama Pusat Riset Antariksa BRIN, Thomas Djamaluddin, menjelaskan, julukan Golden Supermoon muncul karena bulan tampak lebih besar, lebih terang, berwarna keemasan.
Warna emas muncul akibat posisi bulan yang masih rendah di cakrawala saat baru terbit.
Atmosfer Bumi menyebarkan cahaya biru dan hijau, sehingga hanya warna jingga dan kuning yang terlihat mendominasi.
Ketika bulan mencapai fase purnama di jarak terdekat dengan bumi (perigee), maka terjadilah supermoon.
Adapun istilah Beaver Moon berasal dari budaya masyarakat pribumi Amerika Utara.
Mereka menandai periode ini sebagai waktu ketika berang-berang mulai membangun pondok untuk menghadapi musim dingin.
Baca juga: Cerah Berawan di 17 Kabupaten Kota Sulawesi Tenggara, BMKG: Cuaca Panas Capai 25-33 Derajat
Oleh karena itu, setiap bulan purnama pada bulan November kerap dijuluki Beaver Moon.
Dalam konteks astronomi modern, fenomena ini hanya bertepatan secara kebetulan dengan momen supermoon, sehingga muncullah istilah Golden Supermoon Beaver Moon.
Supermoon Terbesar Tahun ini
Peneliti utama Pusat Riset Antariksa BRIN, Thomas Djamaluddin, supermoon kali ini merupakan yang terbesar sepanjang tahun 2025.
“Supermoon 5 November adalah yang terbesar karena berada pada jarak terdekat, 357.000 km dari rata-rata 384.000 km,” ujarnya.
Dengan jarak tersebut, ukuran bulan tampak sekitar tujuh persen lebih besar dan 16 persen lebih terang dibandingkan purnama biasa.
Selain 5 November, fenomena serupa sebelumnya terjadi 7 Oktober 2025 dan akan terjadi kembali pada 4 Desember 2025.
Astronom Amatir Indonesia, Marufin Sudibyo, menjelaskan, Supermoon 5 November 2025 ini jadi yang terbesar tahun ini karena titik Perigee Bulan yang dicapai pada November 2025 merupakan yang terkecil atau terdekat jaraknya sepanjang tahun ini.
“Perigee Bulan pada November 2025 adalah yang terkecil sepanjang tahun ini. Titik perigee itu akan dicapai pada 6 November 2025 pukul 05.30 WIB pada jarak 356.800 km (dari pusat Bumi ke pusat Bulan)," jelasnya.
Sementara itu, fase puncak purnama (fase paling besar yang paling mendekati 100 persen) akan tercapai sedikit lebih awal, yakni pada 5 November 2025 pukul 20.20 WIB.
Inilah waktu ketika bulan purnama terlihat lebih besar dan terang.
Karena waktu puncak purnama (5 November 20.20 WIB) mendahului waktu Perigee (6 November 05.30 WIB) kurang dari 24 jam, maka peristiwa ini sah masuk dalam kategori Bulan Purnama Perigean.
Meski disebut terbesar, perbedaan ukuran bulan saat Supermoon November 2025 ini dengan bulan purnama biasa hanya dapat dibuktikan melalui astrofotografi, bukan hanya dengan pandangan mata telanjang.
“Kita bisa menghitung, dengan jejari Bumi 6.400 km. Maka penduduk Bumi akan melihat Bulan pada saat purnama perigean ini memiliki ukuran-tampak (diameter sudut) 0° 34',” ujarnya.
“Ukuran ini sedikit lebih besar ketimbang ukuran-tampak Bulan dalam purnama normal (yakni 0° 30'),” kata Marufin menambahkan.
Dengan kata lain, secara visual ukuran-tampak 0° 34' ini menjadikan Supermoon kali ini, sekitar 7 persen lebih besar dan 15 persen lebih cerah dibanding bulan purnama biasa yang berada di jarak rata-rata.
Waktu Terbaik Saksikan Supermoon
BMKG menyebutkan bulan akan mencapai fase penuh pada Rabu, 5 November 2025 pukul 13.19 UTC atau sekitar pukul 20.19 WIB.
Waktu terbaik untuk mengamatinya adalah satu jam setelah bulan terbit di ufuk timur.
Pada saat itu, ilusi optik membuat ukuran bulan tampak jauh lebih besar dibandingkan posisi tinggi di langit malam.
“Fase Purnama terjadi pada 5 November 2025 pukul 20.19 WIB. Jarak Bumi-Bulan saat Fase Purnama 5 November 2025 adalah 356.980 km (Purnama Perige). Dengan ukuran Semi-Diameter Bulan sebesar 16' 43,87".” tulis akun Instagram resmi BMKG.
Purnama Perige, atau Supermoon, terjadi ketika bulan berada pada posisi terdekat dengan bumi (perige) yang bertepatan dengan sekitar fase bulan purnama.
“Untuk menyaksikan Supermoon di Indonesia dapat dimulai setelah bulan terbit pada sore menjelang malam. PUNCAK FASE PURNAMA akan terjadi pukul 20.19 WIB,” lanjut BMKG, Senin 03/11/2025).
Kemudian, bulan saat di perige terjadi pada 6 November 2025 pukul 05.28 WIB (yang teramati di belahan bumi yang masih malam hari).
“Bulan saat di Perigee pada 6 November 2025 berjarak 356.833 km dengan Bumi, yang tercatat sebagai JARAK TERDEKAT BUMI-BULAN PADA TAHUN 2025. Dengan ukuran Semi-Diameter Bulan sebesar 16' 44,28",” tulis BMKG.
Maka itulah, purnama pada tanggal 5 November 2025 dikenal dengan istilah Purnama Perige.
“Sebagai perbandingan, jarak bumi-bulan saat fase purnama 13 April 2025 adalah 406.006 km (Purnama Apoge) dengan ukuran Semi-Diameter Bulan 14' 42,65".” lanjut BMKG.
Fenomena ini bisa diamati dengan mata telanjang tanpa perlu teleskop.
Namun, bagi pengamat yang menggunakan teleskop atau teropong, Golden Supermoon akan tampak berada di rasi bintang Taurus.
Berdekatan dengan bintang oranye terang Aldebaran dan gugus bintang Pleiades.
Ketiganya akan membentuk segitiga langit yang menawan.
Menurut Thomas Djamaluddin, supermoon hanya bisa terlihat jelas jika langit bebas dari awan atau hujan.
Jika cuaca mendung, pengamatan akan sulit dilakukan.
Potensi Banjir Rob
Dikutip dari press release BMKG melalui laman resminya, adanya fenomena Fase Perigee dan bulan purnama pada 5 November 2025 berpotensi meningkatkan ketinggian air laut maksimum.
Berdasarkan pantauan data water level dan prediksi pasang surut, banjir pesisir (rob) berpotensi terjadi di beberapa wilayah pesisir Indonesia, di antaranya:
- Pesisir Aceh
- Pesisir Sumatera Utara
- Pesisir Sumatra Barat
- Pesisir Kep. Riau
- Pesisir Kep. Bangka Belitung
- Pesisir Lampung
- Pesisir Banten
- Pesisir Jakarta
- Pesisir Jawa Barat
- Pesisir Jawa Tengah
- Pesisir Jawa Timur
- Pesisir Bali
- Pesisir Nusa Tenggara Barat
- Pesisir Kalimantan Utara
- Pesisir Kalimantan Selatan
- Pesisir Kalimantan Barat
- Pesisir Sulawesi Utara
- Pesisir Maluku
“Potensi banjir pesisir yang secara umum berdampak pada aktivitas masyarakat di sekitar pelabuhan dan pesisir,” tulis keterangan Direktur Meteorologi Maritim BMKG, Eko Prasetyo.
Seperti aktivitas bongkar muat di pelabuhan, aktivitas di pemukiman pesisir, serta aktivitas tambak garam dan perikanan darat.
“Masyarakat dihimbau selalu waspada dan siaga untuk mengantisipasi dampak dari pasang maksimum air laut serta memperhatikan update informasi cuaca maritim dari BMKG,” lanjutnya.
(TribunnewsSultra.com/Apriliana Suriyanti/Sri Rahayu, Kompas.com)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/sultra/foto/bank/originals/Supermoon-emas-atau-Golden-Supermoon-jadwal-bulan-purnama-terbesar-2025-termasuk-Sulawesi-Tenggara.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.