“Sebenarnya berbahaya juga,” katanya.
Namun Ali mengaku sudah terbiasa melakukan hal itu.
Dia juga sudah mempertimbangkan risiko jika terpeleset saat melompat ke atas kapal.
Menurutnya, jika terpeleset, dia hanya akan jatuh ke laut.
“Tapi sudah kebiasaan. Kita sudah perkiraan risiko. Kalau kita jatuh pasti di laut saja. Jatuhnya di air, jadi tidak terlalu bahaya,” tambahnya.
Ancaman terjepit badan kapal menjadi alasan Ali melompat pada jarak satu meter dari dermaga.
Jika terjatuh ke laut, dia masih punya ruang untuk berenang menghindari badan kapal yang merapat ke dermaga.
“Potensi terjepit, kalau kapal sudah sandar. Itu risikonya tinggi. Kita lompat saat kapal belum rapat. Jarak-jarak satu meter,” ungkapnya.
Dia pun tidak pernah melompat ke bagian belakang, tempat berputarnya baling-baling kapal.
Ali sadar akan ancaman baling-baling kapal jika terjatuh ke laut.
“Baling-baling kapal jauh dia, di belakang. Kita tidak pernah lompat ke belakang, karena kita tau ada baling-baling,” ujarnya.
Ali menjalani pekerjaan itu selama 24 tahun karena tak punya banyak pilihan.
Pekerjaan di sektor swasta yang kerap dilakoni masyarakat Muna adalah petani, pekerja toko, dan buruh pelabuhan.
“Kebanyakan kami di sini pilih buruh pelabuhan,” pungkasnya.
(*)
(TribunnewsSultra.com/La Ode Risman Hermawan)