"Cocok dengan bunyi-bunyi Hangeul Korea," terang La Ali.
Singkat cerita, juga didukung dengan Pemerintah Kota Baubau yang saat itu masih dipimpin oleh Walikota Amirul Tamim, diutuslah sosok bernama Abidin ke Korea untuk mempelajari Aksara Korea pada 2009 lalu.
Proses pembelajaran itu berlangsung selama 6 bulan lamanya.
Usai mempelajari Aksara Korea, sosok yang bernama Abidin itu lalu kembali ke Kepulauan Buton dan mengajak La Ali untuk menyebarkan Aksara Korea tersebut.
La Ali yang juga beprofesi sebagai salah seorang guru menyanggupi.
Maka, hal pertama yang ia lakukan adalah mempelajari Aksara Korea itu secara langsung dari Abidin.
"Dia ajar saya di rumah," ungkapnya.
Usai mengusai Aksara Korea, barulah mereka mengajarkan aksara tersebut secara umum kepada masyarakat Suku Cia-cia di 2 kelurahan itu.
Upaya itu berbuah manis. 2012 lalu, Pemerintah Korea mengusulkan untuk mengirim delegasi guru untuk dapat mengenyam pendidikan terkait aksara di Korea secara langsung.
La Ali yang turut memberi kontribusi dalam pengajaran Aksara Korea kepada Masyarakat Suku Cia-cia juga turut diundang.
La Ali dan beberapa guru lainnya menjalani pendidikan di salah satu universitas di Korea Selatan selama 2 bulan lamanya.
Baca juga: Sidang Istimewa DPRD Baubau, Rancangan Perda tentang Pemeliharaan Bahasa, Sastra dan Aksara Wolio
"Selama 2 bulan di sana, kami tidak mempelajari bahasa Korea, tetapi mempelajari aksaranya saja," ujarnya.
Kini, penggunaan Aksara Korea sebagai Aksara Suku Cia-cia semakin masif diajarkan di sekolah-sekolah.
Bahkan, La Ali saat ini terlibat dalam pembuatan kamus Bahasa Cia-cia Laporo - Indonesia - Korea edisi terbaru.
Aksara Korea dan Upaya Kolektif Mempertahankan Dialek Bahasa Suku Cia-cia