Berikut duduk perkara kasus korupsi yang menjerat Direktur PT KKP inisial AA, Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining inisial GI dan Manager PT Antam inisial HA.
Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Senin (06/05/2023).
Mereka diduga terlibat korupsi penjualan ore nikel menggunakan dokumen terbang dari lahan konsesi PT Antam Tbk di Blok Mandiodo, Konawe Utara.
Asisten Intelejen Kejati Sultra, Ade Hermawan menjelaskan, dokumen terbang bukanlah dokumen palsu.
Dokumen terbang digunakan PT Luwu dan PT KKP untuk menjual ore nikel ke smelter lain.
Padahal, seharusnya, ore nikel dari Blok Mandiodo tersebut dijual ke PT Antam.
"Dokumen terbang itu artinya barangnya dari PT Antam tapi dijual seolah-olah menggunakan PT lain, yakni PT KKP " ujar Ade seusai penetapan tersangka di kantor Kejati Sultra, Senin (6/5/2023).
Baca juga: Penyidik Kejati Sulawesi Tenggara Sita 69 Dokumen di Rumah Direktur PT KKP di Kendari Sultra
Lebih rinci, berdasarkan informasi yang dihimpun TribunnewsSultra.com, awalnya PT Antam dan Perusda Sultra menyepakati adanya kerjasama operasi (KSO).
Lalu, Perusda Sultra menunjuk dua KSO, yakni KSO MTT dan KSO Basman untuk melakukan penambangan diwilayah PT Antam.
Dua KSO tersebut menunjuk sebelas perusahaan.
Hanya saja, pada saat penjuaalan ore nikel, pihak penambang tidak menjualnya ke PT Antam.
Melainkan dijual ke smelter lain dengan menggunakan dokumen terbang milik PT KKP dan PT Lawu.
Dengan kata lain, hasil penjualan seharusnya masuk sebagai pendapatan PT Antam.
Akan tetapi, justru dinikmati PT KKP.
"Sebagian kecil (uang penjualan masuk ke PT Antam), sebagian besar masuk ke pihak lain," ujarnya.
Akibatnya, negara mengalami kerugian karena uang tersebut tidak masuk ke kas negara.
Adapun jumlah kerugian saat ini sedang dilakukan penghitungan oleh pihak yang berwewenang. (*)
(Tribunnewssultra/Sugi Hartono)