Penggeledahan Kejati Sultra di Kendari

Kejati Sulawesi Tenggara Ungkap Ancaman Hukuman Untuk Bos PT KKP, PT Lawu, PT Antam

Penulis: Laode Ari
Editor: Risno Mawandili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suasana di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (5/6/2023). Lembaga ini telah mengungkapkan ancaman hukuman untuk tiga tersangka korupsi penjualan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara. Ketiganya yakni Direktur PT KKP inisial AA, Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining inisial GI dan Manager PT Antam Mandiodo inisial HA.

TRIBUNNEWSSULTRA.COM,KENDARI - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengungkapkan ancaman hukuman untuk tiga tersangka korupsi penjualan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara.

Ketiganya yakni Direktur PT KKP inisial AA, Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining inisial GI dan Manager PT Antam Mandiodo inisial HA.

Mereka diduga terlibat kasus korupsi penjualan ore nikel milik PT Antam Tbk menggunakan dokumen terbang.

Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sultra, Patris Yusrian Jaya mengatakan, penyidikan kasus ini mulai dilakukan sejak tahun 2021.

"Penyidikan atas dugaan kasus korupsi yang menugikan keuangan negara itu dulakukan sejak 2021," ujarnya di Kendari, Senin (05/6/2023).

Baca juga: Duduk Perkara Kasus Korupsi Jerat Direktur PT KKP, Pelaksana Lapangan PT Lawu dan Manager PT Antam

Kejati Sultra, lanjut Patris, telah memeriksa 30 saksi.

"Saksi yang sudah diperiksa lebih dari 30 orang dan yang ditetapkan tersangka sudah pernah diperiksa," tutur Patris.

Setelah menemukan dua alat bukti yang cukup, Kejati Sultra lantas menetapkan tersangka, yakni AA, GI dan HA.

Ketiganya dijerat dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2021 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi.

"Pasal yang dikenakan itu Pasal 2, 3, 8 undang-undang 31 tahun 1999 juncto Undang-undang Nomor 20 tahun 2021," ucap Kajati Sultra.

Setelah menetapkan tiga tersangka, Kajati Sultra akan memanggil lagi sejumlah pihak untuk permintaan keterangan.

Hal ini memungkinkan untuk menggali sejumlah fakta lain yang belum terungkap.

"Selanjutnya akan dilakukan pemanggilan pihak lain untuk pengembangan penyidikan," akunya.

"Dengan penetapan tersangka ini tim penyidik akan melakukan upaya paksa lain untuk pemberkasan," imbuhnya.

Duduk Perkara

Berikut duduk perkara kasus korupsi  yang menjerat Direktur PT KKP inisial AA, Pelaksana Lapangan PT Lawu Agung Mining inisial GI dan Manager PT Antam inisial HA.

Ketiganya telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra), pada Senin (06/05/2023).

Mereka diduga terlibat korupsi penjualan ore nikel menggunakan dokumen terbang dari lahan konsesi PT Antam Tbk di Blok Mandiodo, Konawe Utara.

Asisten Intelejen Kejati Sultra, Ade Hermawan menjelaskan, dokumen terbang bukanlah dokumen palsu.

Dokumen terbang digunakan PT Luwu dan PT KKP untuk menjual ore nikel ke smelter lain.

Padahal, seharusnya, ore nikel dari Blok Mandiodo tersebut dijual ke PT Antam.

"Dokumen terbang itu artinya barangnya dari PT Antam tapi dijual seolah-olah menggunakan PT lain, yakni PT KKP " ujar Ade seusai penetapan tersangka di kantor Kejati Sultra, Senin (6/5/2023).

Baca juga: Penyidik Kejati Sulawesi Tenggara Sita 69 Dokumen di Rumah Direktur PT KKP di Kendari Sultra

Lebih rinci, berdasarkan informasi yang dihimpun TribunnewsSultra.com, awalnya PT Antam dan Perusda Sultra menyepakati adanya kerjasama operasi (KSO).

Lalu, Perusda Sultra menunjuk dua KSO, yakni KSO MTT dan KSO Basman untuk melakukan penambangan diwilayah PT Antam.

Dua KSO tersebut menunjuk sebelas perusahaan.

Hanya saja, pada saat penjuaalan ore nikel, pihak penambang tidak menjualnya  ke PT Antam.

Melainkan dijual ke smelter lain dengan menggunakan dokumen terbang milik PT KKP dan PT Lawu.

Dengan kata lain, hasil penjualan seharusnya masuk sebagai pendapatan PT Antam.

Akan tetapi, justru dinikmati PT KKP.

"Sebagian kecil (uang penjualan masuk ke PT Antam), sebagian besar masuk ke pihak lain," ujarnya.

Akibatnya, negara mengalami kerugian karena uang tersebut tidak masuk ke kas negara.

Adapun jumlah kerugian saat ini sedang dilakukan penghitungan oleh pihak yang berwewenang. (*)

(Tribunnewssultra/Sugi Hartono)