Isi Hati Kakak Brigadir J Tak Pernah Lupa Sosok Bharada E Pelaku Eksekutor Adiknya: Sedikit Kecewa

AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Berikut ini ungkapan isi hati kakak Brigadir J yang tak pernah lupa sosok Bharada E sebagai eksekutor adiknya hingga tewas. Ia mengaku sedikit kecewa atas vonis yang diberikan pada Bharada E. Terlebih vonis itu begitu ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

TRIBUNNEWSSULTRA.COM- Berikut ini ungkapan isi hati kakak Brigadir J yang tak pernah lupa sosok Bharada E sebagai eksekutor adiknya hingga tewas.

Ia mengaku sedikit kecewa atas vonis yang diberikan pada Bharada E.

Terlebih vonis itu begitu ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Seperti diketahui, Bharada E kini mendapatkan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan.

Ia terbukti telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Dari Ferdy Sambo Cs, Bharada E lah yang paling ringan mendapatkan vonis penjara.

Sedangkan Ferdy Sambo dihukum mati, PC 20 tahun penjara, Kuat Maruf 15 tahun, dan Ricky Rizal 13 tahun.

Baca juga: Teka Teki Tujuan Adik Brigadir J Posting Foto Jenazah Hingga Peti Mati Kakak, Sindir Pelukan Berbeda

Hukuman yang didapatkan Bharada E lebih rendah tentunya memiliki alasan tersendiri.

Majelis Hakim mengungkapkan jika Bharada E sudah bertindak sebagai Justice Collaborator sehingga mengungkap fakta dipersidangan.

Selain itu, Bharada E sudah dimaafkan oleh pihak keluarga Brigadir J.

Namun, meski sudah dimaafkan nampaknya keluarga Brigadir J masih menaruh kekecewaan pada Bharada E.

Hal inilah yang diungkapkan kakak Brigadir J, Yuni Hutabarat.

Yuni secara terang-terangan menilai vonis Bharada E terlalu rendah dari tuntutan JPU.

Lebih Ikhlas Jika Ricky Rizal Jadi JC

Dilansir dari Tribunnews.com, ia bahkan menyebut bahwa ia lebih ikhlas jika yang ada di posisi Bharada E adalah Bripka Ricky Rizal.

Hal itu disampaikan Yuni Hutabarat dalam acara di Kompas TV.

Kakak Brigadir J tersebut merasa ada yang masih mengganjal dalam benaknya terkait hukuman pidana yang dijatuhkan kepada Bharada E dalam kasus pembunuhan oleh Ferdy Sambo.

Yuni Hutabarat meluapkan kekesalannya saat menjadi bintang tamu di sebuah acara yang dipandu oleh Rosi Silalahi.

Sosok Yuni Hutabarat masih merasa berat menerima vonis hukuman Bharada E 1,5 tahun penjara.

Menurut Yuni Hutabarat, vonis hukuman yang dijatuhkan pada Bharada E terlalu ringan.

Bahkan vonis ringan tersebut sangat jauh jika dibandingkan dengan tuntutan Jakasa Penuntut Umum (JPU).

Baca juga: Jika Richard Eliezer Banding Usai Divonis, Kuasa Hukum Keluarga Brigadir J Minta Hukuman Diperberat

Diketahui, JPU sebelumnya menuntut 12 tahun penjara untuk Bharada E.

Hal itu dikarenakan Bharada E adalah sosok yang telah membunuh Brigadir J secara langsung.

Dalam kasus ini, Bharada E yang menembak Brigadir J dengan pistol, namun mengapa dia yang dijatuhi hukuman lebih ringan.

Yuni mengatakan bahwa keluarganya akan lebih ikhlas jika Ricky Rizal yang menjadi Justice Collaborator (JC), bukan Bharada E.

"Kami keluarga sebenarnya kalau Ricky Rizal yang seandainya dia yang menjadi JC, mungkin kami sedikit legowo menerima. Bahkan kalau pun vonisnya bebas, kami bisa menerima dengan cepat,” kata Yuni, dikutip TribunJatim.com dari TribunStyle.

Menurutnya, Ricky Rizal adalah sosok yang berani menolak perintah Ferdy Sambo untuk membunuh Brigadir J.

Sedangkan Bharada E tetap bersedia membunuh meski dalam keadaan terpaksa.

Menurutnya, Bharada E adalah sang eksekutor dalam kasus tersebut.

KOLASE FOTO-Bharada E saat persidangan (Kolase Tribunnewssultra.com)

Namun, dalam kasus pembunuhan Brigadir J ini sang eksekutor justru mendapatkan vonis hukuman yang paling ringan.

Bahkan hukuman yang dijatuhkan pada Bharada E lebih ringan dari Ricky Rizal.

Yuni Hutabarat sempat dibuat heran dengan keputusan vonis tersebut.

Putusan vonis Bharada E ini tak pelak menaruh kekecewaan kepada keluarga Brigadir J.

"Ada sedikit kekecewaan karena sangat ringan dibanding dengan tuntutan jaksa yang 12 tahun, itu hampir 90 persen hasil putusan itu diturunkan hingga 1 tahun 6 bulan," ungkap Yuni Hutabarat.

Meski sudah sedikit ikhlas, Yuni menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan untuk dikuatkan.

Yuni mengaku masih sering membayangkan rasa sakit mengingat Richard Eliezer merupakan eksekutor menembak sang adik.

"Sebenarnya agak sedikit berat sih nerimanya, cuma aku berdoa sama Tuhan, kalau memang ini putusan datangnya dari Tuhan biarlah Tuhan yang menguatkan, lebih menguatkan oran tua dan keluarga lainnya," kata Yuni Hutabarat menahan tangis.

"Karena Eliezer ini kan salah satu yang menembak Yoshua,itu yang membuat kami agak sedikit sakit membayangkan bukan cuma satu kali tapi itu tembakan mematikan, sangat menyakitkan sebenarnya." tambahnya.

Namun di sisi lain, Yuni Hutabarat mengaku bersyukur Bharada E membongkar skenario pembunuhan berencana dari Ferdy Sambo.

"Masih sedikit kecewa dengan hasil hakim, aku cuma bisa bilang wajar mereka merasakan kekecewaan karena mereka sudah anggap Yoshua seperti anak sendiri," ujarnya.

"Tapi di balik itu, kami bersyukur Eliezer menjadi salah satu pembuka kejahatan-kejahatan Ferdy Sambo, dan akhirnya terungkap semua apa yang sebenarnya terjadi," terang Yuni.

Namun demikian, Yuni Hutabarat meminta kepada masyarakat agar mendoakan semua keluarga Brigadir Josua diberikan kekuatan terlebih orang tuanya.

Lalu, ia juga berharap agar Richard Eliezer benar-benar bertobat sungguh-sungguh sesuai apa yang dia katakan yakni menyesali perbuatannya.

Sementara itu, penasihat ahli Kapolri, Irjen (Purn) Aryanto Sutadi angkat bicara soal sidang kode etik yang akan dihadapi Richard Eliezer atau Bharada E dalam waktu dekat ini.

Menurut Aryanto Sutadi, peluang Bharada E kembali ke Brimob Polri sangat besar.

"Menurut saya peluangnya besar sekali bisa kembali, sekarang kalau dilihat dari hukumnya sendiri putusan kode etik itu kan ada 6 rangkap ya enam tingkatan itu," katanya dalam wawancara di Kompas Malam, Minggu (19/2/2023).

Tingkatan itu, kata Irjen (Purn) Aryanto Sutadi Bharada E dinyatakan atas perbuatannya, lalu ia meminta maaf hingga dimasukkan ke pembinaan displin selama 6 bulan.

Lalu, ia juga akan dikenakan denda administrasi.

Administrasi disini, menurutnya bisa terkena mutasi atau demosi, hingga Pemberhentian Tidak Dengan Hormat ( PTDH) yang paling besar.

"Jadi kalau nanti kode etik kemungkinannya ada 6 itu putusannya, sekarang kita lihat kesalahannya seberapa berat kesalahannya, kesalahan daripada Richard Eliezer itu awalnya dia diduga membunuh, disangkanya itu dia ikut merencanakan dan ikut melaksanakan," jelasnya.

Persidangan etik ini juga akan menentukan nasib Richard Eliezer di Brimob Polri.

Tetapi, dalam sidang etik, menurutnya hukuman untuk Bharada E tidak akan besar, karena ia tak memiliki kriteria dalam PTDH itu.

Irjen (Purn) Aryanto Sutadi mengungkapkan beda halnya bila ancaman yang ditemima Richard Eliezer itu berat hingga hukuman mati, seumur hidup atau 20 tahun penjara.

"Tapi kenyataannya hakim memutuskan 1 tahun 6 bulan, kalau kita lihat di dalam kode etik peraturannya ada 3 mengenai impres, anggota polisi bisa diberhentikan kalau melanggar pidana," katanya.

Lalu, dalam Peraturan Polri (Perpol) nomor 14 tahun 2011, kata Irjen (Purn) Aryanto Sutadi anggota polisi yang di PTDH itu boleh mengajukan untuk mengundurkan diri.

"Seperti pak Sambo dulu gitu kan PTDH terus mengundurkan diri, tapi mengundurkan diri itu bisa diterima dengan syarat sudah lebih dari 20 tahun, baik prestasinya banyak," ujarnya.

Bahkan, menurutnya isinya berbeda dengan Perpol baru nomor 7 tahun 2022, yang berbunyi bila PTDH boleh mengajukan pengunduran diri, maka ia masih mendapatkan hak pensiunnya.

Hal itu boleh dilakukan dengan catatan seperti peraturan yang sebelumnya, ditambah orang tersebut tidak sedang diancam dengan pidana 5 tahun ke atas.

Sementara itu, kata Irjen (Purn) Aryanto Sutadi, Bharada E ini hukumannya hanya 1 tahun 6 bulan, yang di mana ia tidak termasuk dalam kategori yang terberat dari Perpol yang dahulu maupun sekarang.

"Karena kan hukumannya cuma 1 tahun 6 bulan itu tidak pantas dia di PTDH soalnya hukumannya lebih ringan daripada itu," ucapnya.

Alasan Richard Eliezer tak pantas di PTDH, menurutnya Bharada E merupakan orang yang jujur.

Lalu, di dalam persidangan ia juga orang yang disiplin, taat kepada atasannya.

Bahkan, tingkah laku dan prestasinya yang baik dan menyadari akan kesalahannya.

"Kayak gitu mau diperlakukan seperti orang jahat sehingga dia tidak pantas menjadi anggota polisi? itu kan melanggar," jelasnya.

"Dia tidak pantas masuk di dalam PTDH karena tidak masuk dalam kriteria itu," tegasnya.

(TribunJatim.com/TribunnewsSultra.com/Desi Triana)