Tentang Tradisi Pikoelaliwu
Dikutip TribunnewsSultra.com dari Jurnal Kelisanan Sastra dan Budaya yang dipublikasikan melalui journal.fib.uho.ac.id disebutkan tradisi pikoelaliwu atau biasa dikenal dengan pesta kampung adalah tradisi yang sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu.
Namun, hingga kini masih terus terpelihara dan dilakukan dengan rutin secara turun temurun.
Tradisi Pikoelaliwu pada Masyarakat Pasar Wajo, Kecamatan Pasar Wajo, Kabupaten Buton, itu hasil penelitian Nining Salmaniar Alisaid, Jurusan Tradisi Lisan, Fakultas Ilmu Budaya, UHO Kendari.
Disebutkan subtansinya agar bagaimana seluruh tokoh adat, sara, serta masyarakat, mendoakan daerah ini dalam keadaan baik, aman, dan terkendali.
Selain itu, masyarakat yang bermata pencaharian nelayan dan petani diberikan rezeki yang melimpah.
Dalam jurnal tersebut disebutkan, tradisi Pikoelaliwu adalah prosesi pesta adat yang dilaksanakan setiap tahun.
Sebagai ungkapan rasa syukur atas kehadiran Allah SWT atas nikmat karunia yang dilimpahkan kepada kadie dan memohon kepadanya agar keimanan, kekuatan, dan kesehatan lahir batin tetap terpelihara.
Selain itu, selalu diberi keselamatan dan dijauhi dari marabahaya serta bencana yang berasal dari dalam maupun luar kadie.
Pelaksaan pesta adat ini ditandai dengan penyembelihan hewan kurban secara bergantian dan bergilir setiap tahun.
Baca juga: Kadis Kominfo Sultra Sebut Gubernur Ali Mazi Hambur Uang Sebagai Tradisi, Sosiolog: Kadisnya Ngawur
Berdasarkan hasil penelitian tersebut disebutkan proses pelaksanaan tradisi Pikoelaliwu tersebut terdiri dari 2 tahap yakni tahap persiapan dan tahap pelaksanaan.
Tradisi pikoelaliwu tersebut diawali dengan tahap persiapan cilikia dan diakhiri dengan tahap pelaksaan ponare.
Makna yang terkandung dalam tradisi Pikoelaliwu yaitu tahap cilikia berarti penentuan hari baik menurut perhitungan orang tua.
Picundupia berarti pelantikan anak, dan pihatoa yang memiliki makna penyisipan atap baruga.
Selain itu, batano ganda yang berarti pemiringan gendang, mateno bembe yang memiliki makna sebagai salah satu alat pengganti akikah yang diambil alih oleh syara adat dan hukumu.