Sengketa Lahan Brimob vs Warga

TERNYATA Bertahun-tahun Sengketa Lahan Brimob Polda Sultra vs Warga Pouso Jaya, Kini Saling Klaim

Penulis: Mukhtar Kamal
Editor: Risno Mawandili
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

KAWAT DURI - Aparat Kepolisian membuka pagar kawar berduri dipasang sekolompok warga Desa Puosu Jaya, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Sabtu (17/04/2021) sore. Disengaja untuk klaim tanah Brimob Polda Sulta.

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Ternyata sengketa lahan Brigade Mobil (Brimob) Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Tenggara (Sultra) melawan warga Desa Pouso Jaya, Konawe Selatan, sudah bertahun-tahun.

Sengketa lahan antara sekelompok warga dengan Satuan Brimob Polda Sultra di Desa Puosu Jaya, Kecamatan Konda Kabupaten Konawe Selatan, kembali terjadi, Sabtu Sore (17/2021).

Baca juga: Kepala Desa di Konawe Selatan Serobot Tanah Brimob Polda Sultra, Provokasi Warga Pancing Keributan

Baca juga: Kepala Desa Pouso Jaya: Justru Brimob Polda Sultra Provokasi Warga

Baca juga: Dansat Brimob Polda Sultra Beberkan Riwayat Tanah Diserobot Kepala Desa: Sudah Ganti Rugi

Kepala desa Puosu Jaya, Langa mengatakan, sejak 2014 ia telah membeli lahan di daerah itu, dari seorang pemilik bernama Zuleha.

Ia melanjutkan, lalu tiba-tiba terus menerus diperkecil oleh Satuan Brimob Sultra.

Membawa SK Bupati Kendari No 137/1980 tanggal 6 Agustus 1980.

Mengkalaim, tanah itu milik mereka yang telah diwariskan purnawirawan.

"Karena lahan yang semakin diperluas oleh Brimob tidak pernah dibayar. Mereka hanya membayar ganti rugi tanah bangunan akibat pelebaran jalan," kata Langa, Minggu (18/4/2021).

Cerita senada juga dibenerkan Kepala Dusun di Desa Pouso Jaya, Ariansyah (38).

Ia mengatakan, pada 14 Novemver 2015 warga ditakuti hingga diam tak menentang.

Lanjutnya, kali ini warga sudah bulat menentang, karena lahan mereka terus dipersempit.

"Tiap tahun ini berbeda, terjadi dan terulang mas, tahun kemarin juga terjadi dan mungkin yang kemarin (17 April 2021) puncaknya," kata Ariansyah.

Disebut Serobot Lahan

Sebelumnya diberitakan, empat lokasi lahan milik Satuan Brimob Polda Sultra tiba-tiba terpasang pagar kawat.

Lahan Satuan Brimob Polda yang berlokasi di Desa Puosu Jaya, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, dipasangi patok dan kawat berduri oleh sekelompok warga.

Pemasangan pagar kawat itu diduga sengaja dipasang oleh seorang warga dengan tujuan ingin menguasai lahan tersebut agar dapat dijual kembali.

Tidak hanya itu, pemagaran itu juga untuk memprovokasi masyarakat lainnya agar berbenturan dengan aparat Brimob.

Hal itu terbukti, saat oknum Kades Puosu Jaya melakukan protes dengan sengaja merekam video gunakan handphone.

Bahkan dalam remaman video oknum Kades Puosu itu sesekali mengeluarkan kalimat provokasi mengajak warga agar datang ke lokasi membantunya.

"Iya tadi sore itu kita terima laporan katanya lahan Brimob yang mau ditanami jagung ada yang pasangi pagar. Pas kita datang oknum Kades itu langsung ribut sambil protes dan berteriak katanya kita ambil lahan mereka. Padahal ini sudah jelas statusnya bahwa lahan itu adalah tanah hibah dari Pemda milik Brimob," ujar Dansat Brimob Polda Sultra, Kombes Pol Adarma Sinaga, Sabtu (17/4/2021).

Dia menambahkan, tidak hanya memasang pagar, sebuah papan tulisan yang dipasang oleh Brimob di lokasi tersebut telah dirubuhkan dan diganti dengan spanduk lainnya.

"Jadi disitu ada tulisan himbauan Brimob, sekarang sudah tidak ada. Malah diganti dengan spanduk bertuliskan 'tanah ini dijual', " tuturnya.

Dansat Brimob berharap agar kejadian yang terjadi sore tadi tidak berkepanjangan dan tidak disalahgunakan untuk membuat opini miring.

"Jadi memang targetnya mereka itu mau provokasi dengan modus buat pagar. Pagar itu yang dijadikan objek untul bahan provokasi untuk memancing keributan dengan Brimob," ucapnya.

Dia mengungkapkan, sebelumnya juga sudah dilakukan kesepakatan dan musyawatah antara purnawirawan Polri dan Sat Brimob.

Kesepakatan itu tentang berbagai hal dan saat ini sedang berjalan dalam rangka pelaksanaan kesepakatannya.

"Sedangkan posisi oknum Kades itu bukan bagian dari Purnawirawan, dia hanya sebatas sebagai saksi karena dianggap mengetahui sejarah status lahan yang dipermasalahkan itu. Seharusnya dia sebagai Kepala Desa memberikan solusi bukan justru ikut tampil dan seolah ingin ikut menjadi bagian dari pemilik lahan tersebut," ungkapnya.

Untuk diketahui, lahan yang diklaim dan diprotes oleh oknum Kades itu statusnya sah dimilki oleh Brimob berdasarkan SK Bupati Kendari No 137/1980 tanggal 6 Agustus 1980.

Penyerahan tanah negara bebas untuk restlemen Polri (kawasan pemukiman dan pertanian untuk purnawirawan Polri).

"Jadi dulu itu tahun 1978 ada program penempatan para purnwirawan Polri untuk mendapat tanah pertanian bebas. Pada saat itu gelombang pertama 30 sesuai SK 137 dengan jatah 2 Ha per KK, 1 Ha lahan kering dan 1 Ha lahan basah," jelasnya.

Tahun 1981 sudah pernah dilakukan ganti rugi terhadap warga yang memiliki tanaman diatas lahan Brimob saat itu.

Jumlah ganti rugi pada tahun itu senilai Rp1 juta.

"Jadi waktu itu sudah ada ganti rugi sebenarnya oleh Bupati Kendari tahun 1981 kepada warga yang ada tanahnya diatas lahan Brimob. Ganti lahan itu dimaksud agar tidak ada lagi persoalan dan semuanya masalah clear sebelum diserahkan ke Polri waktu itu," bebernya.

Bahkan lahan yang diprotes oknum Kades itu Brimob telah memiliki surat putusan resmi dari Mahkamah Agung terkait status kepemilikan sah lahan tersebut.

"Lahan itu secara sah dimiliki Brimob setelah menang dalam gugatan pengadilan dengan no 90 K/TUN/2017," jelas Adarma Sinaga.

Hanya Bantu Warga

Kepala Desa Pouso Jaya, Langa, mengatakan, hanya membantu warga menentang ulah Brimob Polda Sultra.

Menurutnya, aksi bersama pada 17 April 2021 sore hari, disebut upaya provokasi karena sempat suaranya bernada tinggi sambil menunjuk aparan kepolisian.

Ia naik pitam karena saat itu melihat aparat kepolisian datang membuka pagar yang telah dipasang warga.

Dalam sengketa yang menyudutkan namanya kemarin sore (17/4) tersebut Kepala desa Puosu Jaya, Langa mengungkapkan ia hanya membantu warganya yang minta solusi atas perkara itu.

"Saya hanya tanya kenapa dibongkar pagar tanah di perkebunan warga? Saya mempertahankan aduan warga karena mereka kehabisan akal melawan ini institusi. Saya hanya minta kepada pemilik tanah yang dibongkar lahanya oleh Brimob Polda Sultra untuk muncul apakah saya salah? Apakah tindakan saya memprofokasi?," Katanya ditemui di kediamannya, Minggu (18/4/2021) sore.

Langa mengaku kaget melihat aksi sepihak Brimob Polda Sultra.

Pasalnya, tidak berkoordinasi dengan dirinya selaku kepala pemerintahan setempat.

"Bagaimana saya tidak kaget saya sebagai kepala pemerintah wilayah, semua putusan pengadilan harus lewat saya, kalau ada eksekusi pasti harus lewat saya, kalau ada penggusuran pasti sama saya, tapi Brimob Polda Sultra tanga membokar tidak lewat saya," imbuh Langa. (*)

(Husni husein/TribunnewsSultra.com)