TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI- Warga Desa Pouso Jaya, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan menyayangkan upaya aparat Brimob membongkar lahan yang diklaim warga.
Bahkan tampak lokasi lahan sengketa itu terpasang pagar kawat di buat oleh sejumlah warga dan membuat cekcok antara warga dan Satuan Brimob Polda tersebut saat membuka patok lahan.
Sejumlah warga mengaku tindakan Brimob membongkar paksa patok tanah dengan membawa personel bersenjata lengkap telah menyalahi aturan.
"Seharusnya mereka tidak perlu berbuat hal seperti ini, inikan bentuk anarkisme, yah langsung saja bawa kasus ini ke pengadilan," kata Ariansyah (38) salah seorang kepala dusun di desa tersebut.
Baca juga: Kepala Desa Pouso Jaya Bantah Provokasi Warga Serobot Lahan Milik Brimob Polda Sultra
Menurutnya, tindakan Satuan Brimob tersebut bukan tidak mencerminkan aparat pengayom masyarakat namun seperti preman.
Ia juga mengungkapkan tindakan aparat Brimob itu sangat mencurigakan apabila memang benar lahan itu lahan milik mereka.
"Saya kira dimana-mana apabila ada sengketa lahan apalagi ini berbicara dengan suatu institusi negara, yah harus lengkap prosedurnya dan di fasilitasi negara," ujar Ariansyah kepada Tribunnewssultra. com pada Minggu (18/4/2021).
Ariansyah menegaskan apa yang dilakukan Briomob Polda kemarin sore (17/4) ialah bentuk provokasi.
"Ini pidana murni yang mereka perbuat mas, tidak ada komunikasi, diskusi, mereka bertidak sesuka hati, mereka merasa besar dan berkuasa," ujar Ariansyah dengan nada tinggi.
Dalam kesempatan yang sama, Ariansyah juga mengatakan mewakili warga yang tak berani berbicara untuk tetap melawan tindakan semena-mena Satuan Brimob itu.
"Masa tanah milik kami sendiri kami harus menggugat? dan kalau memang terbukti kepala desa dia menyerobot pasti sudah di lembaga, tapi kenapa panggilan ini di ulang terus bertahun tahun," ujarnya.
Ia berharap masaalah ini agar cepat terselesaikan dan tak menguntungkan sepihak.
"Jadi memang setengah mati mas kalau kita mau berlawanan pemberkasan dengan penguasa seperti suatu institusi pasti kita di tindas," tutur Ariansyah.
Baca juga: Kades Pouso Jaya Sebut Anggota Brimob Rusak Lahan Warga, Bawa Senjata, Bakar Pembatas, Tebang Pisang
Dugaan Penyerobotan Lahan
Sebelumnya empat lokasi lahan milik Satuan Brimob Polda Sultra tiba-tiba terpasang pagar kawat.
Lahan Satuan Brimob Polda yang berlokasi di Desa Puosu Jaya, Kecamatan Konda, Kabupaten Konawe Selatan, dipasangi patok dan kawat berduri oleh sekelompok warga.
Pemasangan pagar kawat itu diduga sengaja dipasang oleh seorang warga dengan tujuan ingin menguasai lahan tersebut agar dapat dijual kembali.
Tidak hanya itu, pemagaran itu juga untuk memprovokasi masyarakat lainnya agar berbenturan dengan aparat Brimob.
Hal itu terbukti, saat oknum Kades Puosu Jaya melakukan protes dengan sengaja merekam video gunakan handphone.
Bahkan dalam rekaman video oknum Kades Puosu itu sesekali mengeluarkan kalimat provokasi mengajak warga agar datang ke lokasi membantunya.
"Iya tadi sore itu kita terima laporan katanya lahan Brimob yang mau ditanami jagung ada yang pasangi pagar. Pas kita datang oknum Kades itu langsung ribut sambil protes dan berteriak katanya kita ambil lahan mereka. Padahal ini sudah jelas statusnya bahwa lahan itu adalah tanah hibah dari Pemda milik Brimob," ujar Dansat Brimob Polda Sultra, Kombes Pol Adarma Sinaga, Sabtu (17/4/2021).
Baca juga: Kades Pouso Jaya Sebut Anggota Brimob Rusak Lahan Warga, Bawa Senjata, Bakar Pembatas, Tebang Pisang
Dia menambahkan, tidak hanya memasang pagar, sebuah papan tulisan yang dipasang oleh Brimob di lokasi tersebut telah dirubuhkan dan diganti dengan spanduk lainnya.
"Jadi disitu ada tulisan himbauan Brimob, sekarang sudah tidak ada. Malah diganti dengan spanduk bertuliskan tanah ini dijual" tuturnya.
Dansat Brimob berharap agar kejadian yang terjadi sore tadi tidak berkepanjangan dan tidak disalahgunakan untuk membuat opini miring.
"Jadi memang targetnya mereka itu mau provokasi dengan modus buat pagar. Pagar itu yang dijadikan objek untul bahan provokasi untuk memancing keributan dengan Brimob," ucapnya.
Dia mengungkapkan, sebelumnya juga sudah dilakukan kesepakatan dan musyawatah antara purnawirawan Polri dan Sat Brimob.
Kesepakatan itu tentang berbagai hal dan saat ini sedang berjalan dalam rangka pelaksanaan kesepakatannya.
"Sedangkan posisi oknum Kades itu bukan bagian dari Purnawirawan, dia hanya sebatas sebagai saksi karena dianggap mengetahui sejarah status lahan yang dipermasalahkan itu. Seharusnya dia sebagai Kepala Desa memberikan solusi bukan justru ikut tampil dan seolah ingin ikut menjadi bagian dari pemilik lahan tersebut," ungkapnya.
Untuk diketahui, lahan yang diklaim dan diprotes oleh oknum Kades itu statusnya sah dimilki oleh Brimob berdasarkan SK Bupati Kendari No 137/1980 tanggal 6 Agustus 1980.
Penyerahan tanah negara bebas untuk restlemen Polri (kawasan pemukiman dan pertanian untuk purnawirawan Polri).
"Jadi dulu itu tahun 1978 ada program penempatan para purnwirawan Polri untuk mendapat tanah pertanian bebas. Pada saat itu gelombang pertama 30 sesuai SK 137 dengan jatah 2 Ha per KK, 1 Ha lahan kering dan 1 Ha lahan basah," jelasnya.
Tahun 1981 sudah pernah dilakukan ganti rugi terhadap warga yang memiliki tanaman diatas lahan Brimob saat itu.
Jumlah ganti rugi pada tahun itu senilai Rp1 juta.
"Jadi waktu itu sudah ada ganti rugi sebenarnya oleh Bupati Kendari tahun 1981 kepada warga yang ada tanahnya diatas lahan Brimob. Ganti lahan itu dimaksud agar tidak ada lagi persoalan dan semuanya masalah clear sebelum diserahkan ke Polri waktu itu," bebernya.
Bahkan lahan yang diprotes oknum Kades itu Brimob telah memiliki surat putusan resmi dari Mahkamah Agung terkait status kepemilikan sah lahan tersebut.
"Lahan itu secara sah dimiliki Brimob setelah menang dalam gugatan pengadilan dengan no 90 K/TUN/2017," jelas Adarma Sinaga. (*)
(Tribunnewssultra.com/Husni Husein)