Kuliner Khas Sulawesi Tenggara
Asal Usul dan Sejarah Tuli-Tuli Makanan Khas Baubau Sultra, Bahan Utama dari Singkong
Tuli-tuli tak merujuk terkait kata gangguan pendengaran, melainkan istilah lokal gorengan bentuk angka 8 dibuat dari ubi kayu parut kering (Kaopi).
Penulis: Harni Sumatan | Editor: Muhammad Israjab
Ia bercerita, minat masyarakat terhadap Tuli-tuli masih cukup tinggi, khususnya di kalangan orang tua.
"Ibu-ibu dan bapak-bapak paling senang, kalau anak muda memang sudah agak berkurang," ujarnya.
Resep Tuli-tuli yang ia buat merupakan warisan turun-temurun dari sang ibu.
Sejak kecil, ia sering melihat proses pembuatannya dan akhirnya tertarik untuk mencoba sendiri.
Kini, Tuli-tuli buatan Wa Ati dikenal bukan hanya karena rasanya, tapi juga keotentikan prosesnya.
Ia percaya rasa enak Tuli-tuli berasal dari kualitas Kaopi dan cara pengolahan yang telaten.
Ia menekankan pentingnya mendiamkan adonan terlebih dahulu sebelum dibentuk, agar tidak asam.
"Kalau didiamkan dulu, rasanya nggak kecut. Itu kuncinya," ungkapnya.
Kaopi harus benar-benar kering dan hancur sempurna agar teksturnya tidak kasar saat dimakan.
Dalam proses pengolahan, garam berperan penting sebagai penyeimbang rasa.
Menurut Wa Ati, penggunaan penyedap seperti micin sebaiknya tidak berlebihan karena bisa merusak rasa asli.
Baca juga: Kasoami Makanan Khas Sulawesi Tenggara, Jadi Alternatif Pengganti Nasi Bagi Masyarakat Muna
"Rasa utama itu dari singkongnya, jadi jangan ditutupi sama penyedap," jelasnya.
Kadang-kadang, ia menambahkan bawang yang telah dihaluskan agar aroma camilan lebih menggoda.
Tuli-tuli yang telah dibentuk dapat disimpan selama dua hari di kulkas sebelum digoreng.
Sementara jika digoreng setengah matang, bisa bertahan hingga tiga hari dengan syarat disimpan baik.