Kuliner Khas Sulawesi Tenggara
Asal Usul dan Sejarah Tuli-Tuli Makanan Khas Baubau Sultra, Bahan Utama dari Singkong
Tuli-tuli tak merujuk terkait kata gangguan pendengaran, melainkan istilah lokal gorengan bentuk angka 8 dibuat dari ubi kayu parut kering (Kaopi).
Penulis: Harni Sumatan | Editor: Muhammad Israjab
Adonan Kaopi diuleni hingga rata, memastikan air dan garam meresap sempurna ke dalam serat singkong.
Setelah mencapai konsistensi yang pas, adonan kemudian dibentuk menyerupai angka 8 secara manual.
Kaopi kering sisa ayakan juga digunakan saat membentuk adonan agar tidak terlalu lengket di tangan.
Selain mencegah lengket di tangan, penambahan Kaopi kering juga membuat hasil akhir lebih renyah saat digoreng.
Adonan yang telah dibentuk diletakkan terpisah agar tidak saling menempel sebelum proses penggorengan.
Wajan berisi minyak panas disiapkan, dan satu per satu Tuli-tuli dimasukkan dengan hati-hati.
Proses penggorengan dilakukan dengan api sedang agar tidak cepat gosong di luar namun mentah di dalam.
Saat permukaannya berubah warna menjadi keemasan, pertanda Tuli-tuli sudah matang dan siap diangkat.
Hasil akhir dari Tuli-tuli yang ideal adalah tekstur yang kokoh namun tidak keras, dan bentuk angka delapan yang utuh.
Tidak ada saus atau sambal yang menyertai saat penyajian, karena camilan ini memang dinikmati dalam bentuk aslinya.
Teh hangat menjadi teman yang paling sering mendampingi Tuli-tuli di sore hari dalam suasana santai.
Baik dinikmati bersama keluarga di rumah atau dengan teman kerja, Tuli-tuli tetap cocok di segala suasana.
Salah satu pedagang cemilan Tuli-tuli terkenal di Baubau adalah Wa Ati, sudah berjualan 9 tahun.
Berada di Jalan Hayam Wuruk, Kelurahan Ngaganaumala, Kecamatan Murhum, Baubau.
Baca juga: Pagelaran Seni "Minakai Kulese Membali Rohi" di Baubau Soroti Perjuangan Perempuan Wa Ode
Dalam satu bungkus, pembeli mendapatkan empat buah Tuli-tuli seharga Rp5 ribu. Selain Tuli-tuli, Wa Ati juga menjual aneka gorengan lainnya yang laris diburu warga sekitar.