Berita Sulawesi Tenggara

Sulawesi Tenggara Masih 'Impor' Beras dari Provinsi Lain, Penyebabnya Diungkap Distanak Sultra

Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distanak) Sulawesi Tenggara (Sultra), memberikan penjelasan mengenai alasan Provinsi Sultra masih mengimpor beras

Penulis: Dewi Lestari | Editor: Amelda Devi Indriyani
(TribunnewsSultra.com/Dewi Lestari)
Kepala Distanak Sultra, La Ode Muhammad Rusdin Jaya menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan untuk mengimpor beras dari luar provinsi.  

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Dinas Tanaman Pangan dan Peternakan (Distanak) Sulawesi Tenggara (Sultra), memberikan penjelasan mengenai alasan Provinsi Sultra masih mengimpor beras dari luar daerah, meskipun memiliki potensi pertanian yang cukup besar.

Kepala Distanak Sultra, La Ode Muhammad Rusdin Jaya menjelaskan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi keputusan untuk mengimpor beras dari luar provinsi. 

Salah satunya adalah gabah kering yang dihasilkan petani Sultra dijual ke daerah lain, sehingga stok gabah di Sultra berkurang.

“Sebenarnya produksi lokal kita cukup untuk konsumsi di tingkat provinsi, tetapi masalahnya sekarang adalah begitu gabah kering kita di panen, itu di bawa ke provinsi lain,” kata La Ode Muhammad Rusdin Jaya saat dikonfirmasi TribunnewsSultra.com, Senin (29/7/2024).

Sementara itu, Rusdin Jaya menyebut alasan para petani menjual gabahnya ke daerah lain, karena jumlah penggilingan di Sultra untuk skala menengah hanya 128 unit penggilingan padi atau Rice Milling Unit (RMU).

Sedangkan di provinsi lain, penggilingan padi telah mencapai 300 unit, sehingga Sultra timpang 100 persen.

“Kalau seandainya kita bisa membangun RMU di sentral produksi kita, baik Konawe, Konsel, bombana, Kolaka dan Kolaka Timur, saya kira gabah kita tidak akan keluar lagi, karena bisa kita giling sendiri dan jual sendiri di Provinsi Sultra,” tuturnya.

Baca juga: Harga Beras, Telur, Minyak Goreng, Bawang di Pasar Murah Disperindag Baubau Sulawesi Tenggara

Baca juga: Presiden Jokowi Setop Impor Aspal Gegara ‘Harta Karun’ Buton Sulawesi Tenggara, Tak Habis 120 Tahun

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, Distanak Sultra saat ini terus mendorong para pengusaha di Sultra yang berada di kelas menengah bisa membangun RMU.

Agar produksi beras lokal di Sultra tetap terjaga dan bisa memenuhi kebutuhan masyarakat lokal tanpa harus mengimpor beras dari luar.

“Kita bersyukur sebenarnya kalau ada beberapa kabupaten seperti konsel bisa membangun RMU dengan skala besar. Kalau itu bisa optimal, saya kira semua gabah di konsel bisa lari ke situ, tidak ada lagi menyebrang ke provinsi lain,” ujarnya.

Rusdin Jaya menyampaikan sebelumnya pihaknya juga pernah mencoba mendorong agar ada regulasi yang tidak memperbolehkan gabah dijual di luar daerah.

Namun, regulasi tersebut tidak bisa diterapkan karena jika gabah para petani di tahan dengan keterbatasan penggilingan padi di Sultra, maka petani akan mengalami kerugian.

“Kita tidak bisa melarang orang untuk menjual gabahnya, karena setelah panen, kalau dibiarkan akan membusuk. Jadi siapa yang datang dan bawa uang, maka gabah akan dijual ke situ,” jelasnya. (*)

(TribunnewsSultra.com/Dewi Lestari)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved