Berita Sulawesi Tenggara
Isu Kesehatan Penyakit TBC Sultra: Data Kota Kendari Teratas, Alasan Penderita Laki-laki Terbanyak
Dinas Kesehatan (Dinkes) Sulawesi Tenggara mengungkapkan kalau jumlah penderita penyakit tuberkulosis (TBC) di Kota Kendari tertinggi.
Di urutan kedua wilayah Kota Kendari mencapai 77,75 persen.
Sementara Kabupaten Buton berada di urutan ketiga dengan presentase 62,89 persen.
Baca juga: Kadis Kesehatan Sulawesi Tenggara Imbau Warga Periksa ke Dokter Jika Batuk Tak Kunjung Sembuh
Di sisi lain BPS Sultra juga mengungkap angka keberhasilan pengobatan TBC.
Kabupaten Buton Tengah mencapai 95,02 persen angka keberhasilan pengobatan TBC.
Buton Selatan menempati urutan kedua, dengan presentase keberhasilan pengobatan 93,13 persen.
Sedangkan posisi ketiga, yakni Kabupaten Buton dengan angka keberhasilan mencapai 92,80 persen.
Strategi Pemprov Sulawesi Tenggara

Di sisi lain, agar peningkatan kasus TBC bisa dihindari, pihak pemerintah Pemprov Sultra sudah menyiapkan strategi.
Dinkes Sultra sudah melakukan kerjasama dengan Global Fund.
Yakni pengobatan pasien yang resisten TBC. Kemudian, memperkuat sistem kesehatan.
Khususnya ketenagaan dan pengelolaan program sesuai standar pelayanan minimal (SPM).
Dengan kata lain, memberikan tugas pokok dan fungsi pelayanan.
Yang tetap melekat ke semua Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau Fasyankes.
Tanpa harus melihat ada tidaknya tenaga yang sudah terlatih menangani kasus TBC.
Standar kebutuhan Fasyankes dan pelatihannya disesuaikan berdasarkan kebutuhan jenis dan jumlahnya.
Baca juga: Lapas Kelas IIA Kendari Rutin Periksa Kesehatan Warga Binaan, Tingkatkan Pelayanan Bersama Puskesmas
Ada pula pembekalan atau sosialisasi program Pencegahan dan Penanggulangan atau P2TB kepada dokter PTT.
Ini diberikan pada tingkatan kabupaten dan Kota dalam masa pra tugas.
Sehingga dokter PTT dapat terlibat program TB pada saat tugas.
Ada pula cara untuk meningkatkan pengawasan dan motivasi petugas.
Terkait pembuatan pencatatan dan pelaporan yang lengkap, valid dan tepat waktu.
Meningkatkan pembinaan dan motivasi agar penanggunjawab TB Fasyankes secara rutin melakukan analisis terhadap manajemen dan cakupan program.
Serta feedback terhadap pimpinan dan pihak-pihak terkait atau pihak yang berkepentingan.
Selanjutnya, membuat perjanjian peserta latih atau surat pernyataan untuk mengelola program TB di Fasyankes.
Minimal 3 tahun pasca pelatihan yang nantinya diteruskan ke pihak instansi BKD.
Fasyankes juga disarankan membuat analisa ketenagaan dan kebutuhan pelatihan.
Hingga memberikan motivasi ke Fasyankes. Supaya memperhatikan dan memenuhi standar ketenagaan SPM.
“Membuat feedback tenaga terlatih TB ke pimpinan petugas TB terlatih."
"Fasyankes, Dinkes Kabupaten dan Kota, dan BKD Kabupaten dan Kota,” ungkap Usnia. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.