Awal Viral Hak Angket Wacana Kubu Ganjar-Mahfud, Mekanisme Pengajuan Penyelidikan Kecurangan Pemilu

Berikut ini awal mula viral Hak Angket wacana yang sempat dikeluarkan kubu paslon Pilpres 2024 nomor urut 3 Ganjar-Mahfud. 

Kolase TribunnewsSultra.com
ILUSTRASI- Berikut ini awal mula viral Hak Angket wacana yang sempat dikeluarkan kubu paslon Pilpres 2024 nomor urut 3 Ganjar-Mahfud. Namun diketahui, adanya mekanisme pengajuan penyelidikan kecurangan Pemilu 2024 ini.  Hak Angket pun ramai jadi perbincangan dan viral di media sosial.  

TRIBUNEWSSULTRA.COM- Berikut ini awal mula viral Hak Angket wacana yang sempat dikeluarkan kubu paslon Pilpres 2024 nomor urut 3 Ganjar-Mahfud

Namun diketahui, adanya mekanisme pengajuan penyelidikan kecurangan Pemilu 2024 ini. 

Hak Angket pun ramai jadi perbincangan dan viral di media sosial. 

Lantas bagaimana kronologi wacana Hak Angket ini viral

Seperti diketahui, Hak Angket dapat digunakan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR RI untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024. 

Kabar ini semakin kuat berembus, setelah kubu Ganjar-Mahfud berniat mendorong adanya Hak Angket.

Awal Mula

Bermula saat wacana itu pertama kali diusulkan oleh kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Baca juga: Hasil PSU di TPS 08 Lepo-lepo Kendari, Ganjar-Mahfud Kandas 2 Suara, Prabowo-Gibran Menang

Ganjar sempat mengutarakan dorongan adanya Hak Angket untuk melakukan penyelidikan terhadap dugaan kecurangan Pemilu 2024. 

Dua partai pun didorong Ganjar untuk melakukan Hak Angket

Mulai dari PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan atau PPP. 

Dua partai itu masuk dalam koalisi pemenangan Ganjar-Mahfud

Ganjar mendorong kedua partai tersebut untuk menggunakan hak angket di DPR

Dorongan tersebut bukan tanpa sebab, ia menduga adanya kecurangan Pemilu yang semakin terang-terangan. 

Sehingga, sambungnya, DPR sebagai pejabat negara yang memiliki kewenangan tersebut menurut Ganjar harus menggunakan Hak Angket

"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," kata Ganjar dalam keterangannya, Senin (19/2/2024) dikutip dari Kompas.com.

Wacana yang dikeluarkan Ganjar Pranowo inipun disamut baik kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Tiga partai politik pengusung Anies-Muhaimin, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), setuju untuk menggunakan hak angket.

“Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," kata Anies saat ditemui di Kantor THN Anies-Muhaimin Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).

Bertolak belakang, kubu pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, tak setuju dengan penggunaan hak angket.

Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, menilai, hak angket dapat menimbulkan kekacauan.

Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu justru menduga, hak angket merupakan bagian dari upaya untuk memakzulkan Presiden Joko Widodo. Memang, belum lama ini sempat mencuat wacana pemakzulan terhadap Kepala Negara.

Baca juga: Hasil Quick Count Pilpres 2024 Total 84,5 Persen Suara, Prabowo-Gibran Unggul Ganjar Jauh Tertinggal

“Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran. Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang, dimulai dengan angket seperti mereka rencanakan dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR bahwa Presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45," kata Yusril saat dimintai konfirmasi, Kamis (22/2/2024).

Meski jadi perbincangan hangat, hak angket masih jadi wacana.

Hingga saat ini, belum ditempuh mekanisme resmi mengenai penggunaan hak tersebut untuk mengusut dugaan kecurangan pemilu.

Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai tiga hak khususnya terkait pelaksanaan fungsi pengawasan.

Satu di antaranya adalah hak angket.

Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang/kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Mekanisme Pengajuan Hak Angket

Berdasarkan Pasal 177 UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, terdapat beberapa langkah yang harus dilakukan untuk mengajukan hak angket:

1. Minimal 25 Anggota Parlemen dan Lebih dari Satu Fraksi:

Pengajuan hak angket memerlukan dukungan minimal 25 anggota parlemen dan harus berasal dari lebih dari satu fraksi di DPR.

2. Penyampaian Permohonan secara Rinci:

Permohonan pengajuan hak angket harus disampaikan dengan materi kebijakan atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki, beserta alasan-alasannya secara rinci.

3. Daftar Nama dan Tanda Tangan:

Permohonan tersebut harus menyertakan daftar nama dan tanda tangan semua anggota yang mengajukan hak angket beserta fraksinya.

4. Pertimbangan di Sidang Paripurna:

Permohonan hak angket kemudian dibawa ke sidang paripurna untuk dipertimbangkan apakah akan diterima atau ditolak.

5. Panggilan Saksi:

Jika hak angket disetujui, panitia hak angket memiliki kewenangan untuk memanggil warga negara Indonesia dan/atau orang asing yang berdomisili di Indonesia sebagai pemberi keterangan.

Hak DPR Lainnya

Adapun dua hak lainnya yakni hak interpelasi dan hak menyatakan pendapat.

Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah mengenai kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Sementara yang dimaksud dengan hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:

  • kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air atau di dunia internasional;
  • tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket; atau
  • dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

(*)

(Tribunnews.com, Widya)(TribunnewsSultra.com/Desi Triana)(Kompas.com)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved