Sosok Alimudin 24 Tahun 'Pejuang' di Pelabuhan Nusantara Raha Jadi Buruh Raup Rp80 Ribu per Hari
Alimudin merupakan seorang buruh angkut barang yang sudah 24 tahun bertaruh nyawa berjuang demi keluarga di Pelabuhan Nusantara Raha, Kabupaten Muna.
Penulis: La Ode Risman Hermawan | Editor: Desi Triana Aswan
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, MUNA - Alimudin merupakan seorang buruh angkut barang yang sudah 24 tahun bertaruh nyawa berjuang demi keluarga di Pelabuhan Nusantara Raha, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara.
Dia melakoni pekerjaan itu sejak berusia 20 tahun.
Ali ialah satu dari sekian banyaknya buruh angkut barang di sana.
Kini usianya 44 tahun.
Pria kelahiran 1980 itu setiap hari bekerja di Pelabuhan Nusantara Raha.
Dia menunggu setiap kapal penumpang yang berlabuh di dermaga.
Baca juga: Kisah Mas Oentung Asal Tegal Merantau Jual Martabak dan Terang Bulan di Konawe, Awalnya Ikut Teman
Baik dari Kendari maupun Baubau.
“Saya masuk di sini itu sejak tahun 2000. Sudah 24 tahun. Tapi masih ada lagi yang di atas saya. Mereka era 80-an. Itu senior-senior,” ujar Ali kepada TribunnewsSultra.com saat ditemui usai bekerja di Ruang Tunggu Pelabuhan Nusantara Raha, Rabu (31/1/2024) pagi.
Rabu (31/1/2024) pagi, KM Express Cantika 168 dijadwalkan tiba di Pelabuhan Nusantara Raha pukul 09.30 Wita.
Di bawah hujan gerimis, kedatangan kapal sudah dinantikan Ali dan rekan-rekan kerjanya di tepian dermaga.
Petugas pelabuhan sibuk menyiapkan tangga dan menarik tali, sedangkan Ali mengambil ancang-ancang melompat ke kapal.
Ketika jarak kapal dan bibir dermaga sekitar satu meter, Ali melompat.
Ali orang kedua melompat ke atas KM Express Cantika 168 yang baru saja tiba dari Pelabuhan Murhum Baubau.
Dia pun disusul rekan rekan-rekannya yang lain.
Ayah satu anak itu mendaratkan kedua kakinya pada tepi dinding kapal.
Sambil berpegangan pada sebuah besi, Ali lalu berlari menyusuri tepi dinding kapal dengan langkah-langkah kecil.
Dia berlomba dengan buruh lainnya mencari pintu masuk kapal.
Dalam kapal, Ali mencari penumpang yang sedang membutuhkan jasa angkut barang.
Dia menawarkan tenaganya.
Jika mendapat penumpang yang butuh jasa, dari situlah pendapatan Ali untuk membiayai istri dan satu anaknya.
Ali mengaku setiap hari ada saja yang membutuhkan jasanya.

Pada hari-hari biasa, dia mendapat Rp80 sampai Rp150 ribu.
Meski terbilang kecil, dia selalu bersyukur.
“Walaupun jumlahnya sedikit, ya. Kalau yang terkecil kadang Rp80ribu. Kalau yang terbesar kadang Rp150 ribu. Alhamdulillah dapat terus tiap hari,” ujarnya.
Pendapatan Ali berlebih jika banyak penumpang di Pelabuhan Nusantara Raha.
Menurutnya, penumpang memadati pelabuhan saat musim lebaran, tahun baru, atau libur sekolah.
“Penumpang itu banyak kalau libur. Otomatis kita punya pendapatan alhamdulillah di atas rata-rata,” ungkapnya.
Meski begitu, Ali mengakui aksinya melompat sesaat sebelum kapal menyentuh bibir dermaga sangat membahayakan keselamatannya sendiri.
Bisa saja jatuh ke laut lalu terjepit.
Baca juga: Siswa SMAN 1 Lasolo Konawe Utara Kenakan Pakaian Pejuang Peringati Hari Pahlawan Nasional 2022
Bahkan, jika jatuh ke laut, baling-baling kapal jadi ancaman bagi Ali dan buruh lainnya.
“Sebenarnya berbahaya juga,” katanya.
Namun Ali mengaku sudah terbiasa melakukan hal itu.
Dia juga sudah mempertimbangkan risiko jika terpeleset saat melompat ke atas kapal.
Menurutnya, jika terpeleset, dia hanya akan jatuh ke laut.
“Tapi sudah kebiasaan. Kita sudah perkiraan risiko. Kalau kita jatuh pasti di laut saja. Jatuhnya di air, jadi tidak terlalu bahaya,” tambahnya.
Ancaman terjepit badan kapal menjadi alasan Ali melompat pada jarak satu meter dari dermaga.
Jika terjatuh ke laut, dia masih punya ruang untuk berenang menghindari badan kapal yang merapat ke dermaga.
“Potensi terjepit, kalau kapal sudah sandar. Itu risikonya tinggi. Kita lompat saat kapal belum rapat. Jarak-jarak satu meter,” ungkapnya.
Dia pun tidak pernah melompat ke bagian belakang, tempat berputarnya baling-baling kapal.
Ali sadar akan ancaman baling-baling kapal jika terjatuh ke laut.
“Baling-baling kapal jauh dia, di belakang. Kita tidak pernah lompat ke belakang, karena kita tau ada baling-baling,” ujarnya.
Ali menjalani pekerjaan itu selama 24 tahun karena tak punya banyak pilihan.
Pekerjaan di sektor swasta yang kerap dilakoni masyarakat Muna adalah petani, pekerja toko, dan buruh pelabuhan.
“Kebanyakan kami di sini pilih buruh pelabuhan,” pungkasnya.
(*)
(TribunnewsSultra.com/La Ode Risman Hermawan)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.