Perjalanan ke Benteng Oranje Ternate Jejak Kekayaan Flora dan Fauna Maluku hingga Makam Noni Belanda
Berikut ini perjalanan jurnalis TribunnewsSultra.com, Desi Triana ke Benteng Oranje Ternate, Maluku Utara pada awal Novemer 2023. Simak perjalanannya.
Penulis: Desi Triana Aswan | Editor: Desi Triana Aswan
Pada tahun 2005, Pulau Hoga Wakatobi yang masuk dalam garis Wallace juga menjadi aktivitas para peneliti dan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Indonesia dan Amerika melakukan penelitian di tempat tersebut. Dengan tujuan melestarikan kekayaan alam Indonesia.
Kedepannya, Museum Wallace di Maluku Utara juga akan menjadi sasaran peneliti untuk melakukan aktivitas penelitiannya.
Setelah obrolan soal wacana dibangunnya Museum Wallacea di Maluku Utara, Rinto Taib menjelaskan tentang Benteng Oranje yang menyimpan banyak sejarah dan kekayaan Kota Ternate yang dikenal dengan kekayaan rempah-rempahnya.
Di sana, saya dan kedua rekan jurnalis diajak melihat peninggalan sejarah. Mulai dari prasasti, benda pusaka, lukisan, hingga rempah-rempah dari Maluku Utara.
Di ruang utama museum, kami disambut sebuah batu prasasti berbahasa Belanda milik Kapten Komandan dan Mayor Kehormatan Belanda di Ternate, Maarten Dirk van Rennese van Duivenbode. Ia seorang saudagar kaya yang memiliki sejumlah kapal untuk melayani perusahaan dagang Belanda. Sosoknya berperan penting dalam perjalanan VOC di Maluku Utara. Meski keturunan Belanda, ia dilahirkan dan meninggal di Ternate.

"Dia ini sangat kaya. Saking kayanya, kekayaan yang dimilikinya didonasikan untuk membangun gereja di Ternate," tutur Rinto Taib.
Bagi Rinto Taib keberadaan prasasti ini menjadi bukti perjalanan seorang Alfred Russel Wallace, naturalis asal Inggris yang meneliti flora dan fauna di Indonesia pada awal abad ke-19. Sehingga semakin menguatkan jejak adanya garis Wallacea yang ada di Maluku Utara.
Tak hanya sebuah prasasti namun juga deretan foto tentang flora dan fauna di Maluku. Seperti, burung Kakatua Maluku, Nuri Bayan, Perkici Pelangi, Nuri Maluku, Walik Kembang yang merupakan satwa liar dilindungi undang-undang dan merupakan salah satu jenis satwa endemik Kepulauan Maluku dengan penyebaran alaminya berada di wilayah Pulau Ambon, Pulau Seram dan Pulau Buru.
Berjalan ke arah kanan bangunan Museum Sejarah Ternate masih di kawasan Benteng Oranje ada sebuah ruangan yang memperlihatkan kekayaan flora Maluku. Tentu saja, deretan rempah-rempah khas Maluku yang begitu terkenal sepanjang masa. Menjadi daya tarik kedatangan VOC ke Indonesia. Seperti cengkeh, pala, ketumbar dan masih banyak lagi yang disimpan rapih dalam wadah.
Adapula deretan barang-barang antik yang masih terjaga, diantaranya lukisan, piring, kursi, hingga hiasan dinding. Termasuk lukisan-lukisan sejarah mengenai tanaman endemik cengkeh. Termasuk catatan Antonio Pigafetta tentang cengkeh yang dalam bahasa Prancis disebut l'arbre de girofl
Eksotisme Makam Noni Belanda

Saya begitu terpukau, dengan sebuah makam yang berada di dalam bangunan museum. Letaknya ada di sudut kiri dari arah pintu masuk. Makam tersebut berada dalam ruangan tersendiri. Kondisinya begitu terurus. Makam yang terbuat dari beton itu dipercaya milik seorang noni Belanda bernama Susanna De Carf. Ia meninggal pada tahun 1667.
Dalam sebuah prasasti atau nisan yang ada di makam tersebut, diyakini Rinto Taib tentang sosok Susanna De Carf adalah seorang putri ataupun memiliki gelar ratu.
Hal itu juga tertera pada prasasti yang bertuliskan latin dalam bahasa Belanda. Makam tersebut juga di kelilingi rantai besi agar tak terinjak oleh siapapun.
Saat saya mengabadikan foto di samping makam Susanna De Carf, aura mistis begitu terasa. Seketika kami semua terdiam, dan tak banyak bicara. Hanya mencoba merasakan nuansa eksotis dari ruangan makam tersebut.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.