Pemerintah dan DPR Sepakat RUU ASN Diketok November 2023? Ini Poin Penting Honorer, PPPK hingga PNS

Apakah Pemerintah dah DPR-RI sepakat Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) diketok November 2023?

|
Editor: Risno Mawandili
Istimewa
Apakah Pemerintah dah DPR-RI sepakat Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) diketok November 2023? 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Apakah Pemerintah dah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) sepakat Rancangan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (RUU ASN) diketok November 2023?

Menpan-RB Abdullah Azwar Anas mengatakan sebelumnya, bahwa RUU ASN akan disahkan menjadi UU ASN terbaru pada September 2023.

Aturan terbaru ini diharapkan bisa memberi kepastian pada nasib tenaga honorer, Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK), hingga Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"RUU ASN mudah-mudahan di September ini segera diketok setelah tujuh tahun tidak diselesaikan," ujar Azwar Anas.

"Mudah-mudahan ini akan jadi modal bagi birokrasi jadi lebih lincah dan lebih mudah," sambungnya.

1. Honorer

Meskipun belum disahkan oleh pemerintah dan DPR-RI, tetapi draf RUU ASN sudah bisa diperoleh secara terbuka.

Azwar Anas menuturkan bahwa pemerintah dan DPR-RI tengah mencari solusi terbaik untuk penuntasan masalah 2,3 juta honorer.

Baca juga: Honorer Batal Diangkat Jadi PPPK Gegara Masalah Ini, Menpan-RB Tegaskan Jadi Poin Penting RUU ASN

Baca juga: Pemerintah dan DPR-RI Sahkan RUU ASN Jadi UU ASN Terbaru, Begini Nasib PPPK Sesuai Pasal-pasal

Rekrutmen tenaga honorer sebaiknya dilakukan secara terbuka dengan aturan main yang jelas agar bisa lebih teratur.

Aturan main itu akan menjadi salah satu pasal dalam UU ASN terbaru.

"Maka mending dibuka tapi dengan aturan tertentu untuk mengganti mereka honorer yang meninggal, pensiun, dan berhenti," ujar Azwar Anas.

"Tapi harus dikontrol BKN atau kanreg-kanreg. Termasuk juga kementerian lembaga harus dapat persetujuan dan sistemnya juga harus dengan tes dan sebagainya," imbuhnya.

2. PPPK

Selain soal tenaga honorer, pengesahan RUU ASN menjadi UU ASN terbaru akan melahirkan solusi bagi mesalah PPPK dan PNS.

Dalam draf RUU ASN ditegaskan adanya hak-hak yang akan diperoleh PPPK sebagai ASN, sama seperti PNS.

"Ketentuan Pasal 22 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut," bunyi poin 2 draf RUU ASN.

Adapun Pasal 22 mengatakan bahwa PPPK berhak memperoleh:

- a) gaji, tunjangan, dan fasilitas;
- b) cuti; (c) pengembangan kompetensi;
- d) jaminan hari tua; dan
- e) perlindungan.

Aturan tentang PPPK juga dijelaskan dalam beberapa pasal lainya, yakni Pasal 94, 101, 105, dan 105A.

Pasal-pasal tersebut mengatur mulai dari rekrutmen hingga pemecatan PPPK.

Diatur juga jenis jabatan, penyusunan kebutuhan, serta penetapan kebutan PPPK.

Baca juga: Profil Satria Mahathir, Sosok TikToker Viral Alergi Sama Cewek Pakai Android dan Hamili Selebgram

24. Ketentuan Pasal 94 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

1) Jenis jabatan yang dapat diisi oleh PPPK diatur dengan Peraturan Presiden.

2) Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja.

3) Penyusunan kebutuhan jumlah PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.

4) Kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

5) Penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai jadwal pengadaan, jumlah dan jenis jabatan yang dibutuhkan, serta kriteria kriteria untuk masing-masing jabatan.

6) Penetapan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar bagi diadakannya pengadaan PPPK.

7) Dalam hal kebutuhan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum ditetapkan, pengadaan PPPK dihentikan.

26. Ketentuan Pasal 101 diubah dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yaitu ayat (5) sehingga berbunyi sebagai berikut:

1) Pemerintah wajib membayar gaji yang adil dan layak kepada PPPK.

2) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan beban kerja, tanggung jawab jabatan, dan resiko pekerjaan.

3) Gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara untuk PPPK di Instansi Pusat dan anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk PPPK
di Instansi Daerah.

4) Selain gaji sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPPK dapat menerima tunjangan dan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2).

5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan dan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan.

27. Ketentuan Pasal 105 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (4) sehingga Pasal 105 berbunyi sebagai berikut:

1) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat karena:

- a. jangka waktu perjanjian kerja berakhir;
- b. meninggal dunia;
- c. atas permintaan sendiri;
- d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK; atau
- e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban sesuai perjanjian kerja yang disepakati.

2) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena:

- a. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan tidak berencana;
- b. melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat; atau
- c. tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian kerja.

3) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK dilakukan tidak dengan hormat karena:

- a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
- b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;
- c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
- d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana.

4) Dalam hal perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan secara massal, pemerintah sebelumnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR berdasarkan pada evaluasi dan perencanaan pegawai.

28. Di antara Paragraf 9 dan Paragraf 10 disisipkan satu paragraf, yaitu Paragraf 9A, selanjutnya diantara Pasal 105 dan Pasal 106 disisipkan 1 (satu) Pasal, yakni Pasal 105A, sehingga berbunyi sebagai berikut:

Paragraf 9A (Jaminan Hari Tua) Pasal 105A

1) PPPK yang berhenti bekerja berhak atas jaminan hari tua sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang jaminan sosial.

2) Jaminan hari tua diberikan sebagai perlindungan kesinambungan penghasilan hari tua, sebagai hak dan sebagai penghargaan atas pengabdian.

3) Jaminan hari tua PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup jaminan hari tua yang diberikan dalam program jaminan sosial nasional.

4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan program jaminan hari tua PPPK diatur dalam Peraturan Pemerintah.

3. PNS

Dalam draf tersebut ada pasal yang menjelaskan meskipun tidak secara langsung bahwa, jika RUU ASN disahkan menjadi UU ASN terbaru, maka mengubah aturan rekrutmen CPNS.

Penjelasan tersebut sebagaimana tertuang pada poin 22 RUU ASN.

Dalam poin tersebut Pemerintah dan DPR-RI menambahkan tiga ayat dalam pasal 56 UU ASN terbaru.

"Ketentuan Pasal 56 ditambah 3 (tiga) ayat, yakni ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) sehingga Pasal 56 berbunyi sebagai berikut," bunyi poin 22 RUU ASN, sebagaimana dikutip TribunnewsSultra.com dari laman DPR-RI.

Berikut ayat-ayat pada Pasal 56 dalam RUU ASN yang akan merubah aturan rekrutmen CPNS:

1) Setiap Instansi Pemerintah wajib menyusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban kerja.

2) Penyusunan kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan.

3) Berdasarkan penyusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan kebutuhan PNS secara nasional.

4) Penetapan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disertai jadwal pengadaan, jumlah dan jenis jabatan yang dibutuhkan, serta kriteria untuk masing-masing jabatan.

5) Penetapan kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar bagi diadakannya pengadaan PNS.

6) Dalam hal kebutuhan PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum ditetapkan, pengadaan PNS dihentikan.

Selain rekrutmen, dalam draf RUU ASN juga terdapat ketentuan yang mengatur pemecatan PNS.

Hal itu sebagaimana dijelaskan dalam poin 23.

"Ketentuan Pasal 87 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga Pasal 87 berbunyi sebagai berikut," bunyi poin 23 draf RUU ASN.

Berikut bunyi poin 23 draf RUU ASN yang mengatur tentang pemecatan PNS:

1) PNS diberhentikan dengan hormat karena:

a. meninggal dunia;

b. atas permintaan sendiri;

c. mencapai batas usia pensiun;

d. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini; atau

e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban.

2) PNS dapat diberhentikan dengan hormat atau tidak diberhentikan karena dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan tidak berencana.

3) PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.

4) PNS diberhentikan tidak dengan hormat karena:

a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;

c. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau

d. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana
yang dilakukan dengan berencana.

5) Dalam hal perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pensiun dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan secara massal, pemerintah sebelumnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan DPR berdasarkan pada evaluasi dan perencanaan pegawai. (*)

(TribunnewsSultra.com/Risno)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved