Total Harta Kekayaan Arteria Dahlan yang Sudah 3 Tahun Tak Lapor ke KPK, Koleksi Mobil dan Motornya
Belum ada update terbaru total harta kekayaan anggota DPR RI Arteria Dahlan karena sudah tiga tahun tak lapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Belum ada update terbaru total harta kekayaan anggota DPR RI Arteria Dahlan karena sudah tiga tahun tak lapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Tetapi melansir Tribunbengkulu.com, dalam LHKPN yang dilaporkan 30 April 2020, harta kekayaannya senilai Rp19 miliar, lebih tepatnya Rp19.235.841.661.
Jumlah tersebut naik sebesar Rp5,7 miliar dari laporan sebelumnya.
Dalam LHKPN 2020 tersebut, Arteria Dahlan memiliki tiga bidang tanah dan bangunan dengan total Rp21 miliar serta sembilan unit kendaraan dengan harga Rp1.082.000.000 (Rp 1 miliar).
Arteria Dahlan juga memiliki harta bergerak lain serta kas dan setara kas yang masing-masing mencapai Rp685 juta dan Rp1.015.194.425 (Rp 1 miliar).
Dalam laporan tersebut dia juga tercatat mempunyai utang sebesar Rp 4,5 miliar, lebih tepatnya Rp4.546.352.764.
Khusus alat transportasi dan mesin, politikus PDI-P itu memiliki 9 mobil dan sepeda motor.
Baca juga: UPDATE Kasus Anak Petinggi Polri Tabrak Pelajar, Korban Tewas Malah Disalahkan, Disebut Ugal-ugalan
Dalam LHKP diuraikan, dia memiliki 5 mobil dan 4 motor.
Total harga kedaraan tersebut pada saat itu, yakni Rp1.082.000.000.
Berikut rincian mobil dan motor Arteria Dahlan dalam LHKP tahun 2020:
1. Mobil Nissan X-Trail tahun 2008 = Rp150.000.000;
2. Mobil Mercedes-Benz tahun 2010 = Rp310.000.000;
3. Mobil Honda CR-V tahun 2007 = Rp173.000.000;
4. Mobil Nissan Serena tahun 2010 = Rp152.500.000;
5. Mobil Honda Accord tahun 2008 = Rp225.000.000;
6. Sepeda motor Honda tahun 2011 = Rp5.500.000;
7. Sepeda motor Yamaha tahun 2007 = Rp4.000.000;
8. Sepeda motor Honda tahun 2006 = Rp3.000.000;
9. Sepeda motor Yamaha Xmax tahun 2019: Rp 59.000.000.
3 Tahun Tak Lapor ke KPK
Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan sudah tiga tahun tak melaporkan harta kekayaannya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Melansir Serambinews.com yang menilik laman resmi LHKPN pada Minggu (2/4/2023), terakhir lapor harta kekayaan pada 2019.
Tercatat tanggal terakhir Arteria Dahlan melaporkan harta kekayaannya pada 31 Desember 2019 atau tiga tahun lalu.
Total harta kekayaannya kala itu Rp19,2 miliar, naik Rp5,7 miliar dibandingkan tahun sebelumnya yakni Desember 2018.
Baca juga: Identitas Sugiono Terungkap, Otak Perampokan Sadis di Cilacap yang Tembak 2 Korban Siang Bolong
Nama Arteria populer usai debat dengan Menko Polhukam Mahfud MD soal transaksi janggal Rp349 triliun di Kementerian Keuangan beberapa waktu lalu.
Netizen pun memberikan sejumlah komentar usai Arteria Dahlan tak laporkan harta kekayaan selama itu.
"Alhamdulillah semoga cepat diproses," tulis salah seorang warganet di kolom komentar Facebook Serambinews.com, Minggu (2/4/2023).
"Tinggal nunggu waktu. Banyak mata memantau," tulis netizen lainnya.
"Cepat diproses jangan pandang bulu," tambah netizen lain.
"Tuhan tidak pernah tidur siang dan malam, Dia punya cara tersendiri untuk untuk membuka," timpal warganet lainnya.
Mahfud MD: Kalau Sebut Nama, Jangan-jangan Ada Orangnya di Sini
Sebelumnya Mahfud MD di hadapan Anggota Komisi III DPR RI menyampaikan, andai bisa menyebut nama yang terlibat, jangan-jangan ada orangnya yang terlibat kasus ini di forum rapat bersama dewan tersebut.
Hal itu disampaikannya saat memberikan klarifikasi soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Menurutnya, apa yang diutarakan selama ini ke publik bukan membuka data pribadi terduga, melainkan hanya menyampaikan angka agregat agar bisa ditindaklanjuti.
Diketahui Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (KNK-PP-TPPU) sekaligus Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD memenuhi undangan Komisi III DPR RI.
Menko Polhukam sekaligus Ketua KNK-PP-TPPU itu berujar, bila data agregat yang dipegangnya dibuka, bisa jadi orang yang menjadi terduga ada di ruangan tersebut.
"Kalau mau buka-bukaan, ayolah. Di sini ada yang bisa dibuka, ada yang agregat gak bisa nyebut nama. Kalau menyebut nama jangan-jangan ada orangnya di sini juga," ucap Mahfud dilihat dari kanal YouTube resmi DPR RI, Rabu (29/3/2023).
"Di ruangan sana jangan-jangan yang ada nama sini," tambahnya sambil mengetuk bundel tebal yang dibawa.
Menko Polhukam itu menjelaskan, ketentuan tidak boleh menyebut data sudah jelas ada aturannya.
Hal itu kalau menyangkut identitas seseorang, nama perusahaan, nomor akun, profil entitas terkait transaksi, pihak terlapor, nilai, tujuan transaksi dan sebagainya.
"Saya gak nyebut apa-apa, hanya nyebut angkat agregat ok," jelas Mahfud.
Tegaskan Pemerintah dan DPR Sejajar
Menko Polhukam itu juga dengan tegas mengingatkan bahwa kedudukan DPR dan pemerintah sejajar.
"Saudara, saya ingin menyampaikan bahwa kedudukan DPR dan pemerintah ini sejajar," kata Mahfud MD.
"Oleh sebab itu kita harus bersama bersikap sejajar, saling menerangkan, berargumen, tidak boleh ada yang satu menuding yang lain seperti polisi memeriksa copet," tambahnya.
Menurutnya, pemerintah bisa melakukan tindakan saling buka data seperti yang dilakukannya beberapa waktu lalu soal transaksi janggal Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan.
Selanjutnya mengenai legal standing bolehkan Menko Polhukam membuka data pencucian uang ke publik sebagaimana yang dipersoalkan Benny K Harman, Arteria Dahlan, Arsul Sani dkk di Komisi III DPR RI, dijawab Mahfud dalam kesempatan itu.
Dijelaskannya bahwa kasus transaksi janggal Rp 349 triliun yang diumumkan beberapa waktu lalu adalah bersifat agregat.
"Jadi, perputaran uang tidak menyebut nama orang, tidak menyebut nama akun. Itu tidak boleh, agregat," jelas Mahfud.
Sementara yang sudah disebut namanya hanya mereka yang sudah menjadi kasus hukum seperti Rafael Alun Trisambodo, Angin Prayitno dan nama-nama lain.
Emosi Diinterupsi
Mahfud MD juga sempat emosi ketika salah seorang anggota Komisi III DPR ingin melakukan interupsi saat Menko Polhukam itu berbicara.
"Misalnya saya membantah lalu di sini ada yang berteriak keluar, saya keluar. Saya punya forum," ucap Mahfud dengan suara tinggi.
"Saya setiap ke sini dikeroyok, belum ngomong sudah diinterupsi. Waktu kasus Sambo begitu juga, belum ngomong sudah diinterupsi, dituding-tuding suruh bubarkan, jangan begitu dong," tambahnya.
Ternyata interupsi tersebut hanya mengingatkan ada salah seorang yang mikrofonnya mati, hal itu kemudian sempat memecah tawa seisi ruangan rapat Komisi III DPR RI.
"Jangan-jangan disabotase ini," ucap Mahfud bercanda.
Sentil Arteria Dahlan
Menko Polhukam sekaligus Ketua KNK-PP-TPPU itu juga mengingatkan pernyataan Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan soal ancaman empat tahun penjara beberapa waktu lalu.
"Wah katanya, ini bisa diancam dengan hukuman pidana empat tahun," ucap Mahfud menirukan Arteria.
"Karena itu lalu terpancing Boyamin itu (Koordinator MAKI) diaduin betul (ke Kabareskrim), meskipun dia guyon sebenarnya, biar yang dipanggil itu menjelaskan pak Arteria," tambahnya.
Kala itu memang Arteria bertanya apa dasar Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana melaporkan data tersebut ke Mahfud MD.
"Apa dasarnya melapor ke ketua (KNK-PP-TPPU), lho saya ketua jadi dia boleh lapor, boleh saya minta," tegas Mahfud.
"Lho kamu kan ke pak presiden, kenapa ke ketua. Memang kenapa, saya ketua diangkat presiden, ada SK-nya," sambung Menko Polhukam sekaligus Ketua KNK-PP-TPPU itu.
Menurutnya, untuk apa ada ketua dan komite bila PPATK tidak boleh melaporkan data-data yang diperlukan dan dirinya tidak boleh tahu.
"Itu bisa dihukum 10 tahun, beranikah saudara Arteria bilang begitu ke Kepala BIN pak Budi Gunawan," ucap Mahfud.
"Pak Budi Gunawan itu anak buah langsung presiden, bukan anak buahnya Menko Polhukam, tapi setiap minggu lapor info intelijen kepada Menko Polhukam.
"Coba saudara bilang ke pak Budi Gunawan, menurut undang-undang BIN bisa diancam 10 tahun penjara, berani gak. Kan persis seperti yang saudara baca kepada saya," tambahnya.
Kok Baru Ribut Sekarang
Mahfud MD juga menyentil Arteria Dahlan kenapa baru ribut sekarang, padahal tindakan tersebut sudah dilakukan pada kasus-kasus lain sebelumnya.
"Sudah dilakukan banyak ini, kok saudara baru ribut sekarang. Diumumkan sejak dulu saudara diam aja, ini kita yang mengumumkan kasus Indosurya," ucap Mahfud.
"Yang sampai sekarang bebas di pengadilan, kita tangkap lagi karena kasusnya banyak. Itu kan PPATK, kok ributnya baru soal ini.
Lukas Enembe, ketika tersangka rakyatnya ngamuk-ngamuk, saya panggil PPATK, umumkan. Kalau tidak begitu, gak bisa ditangkap dia," tambahnya.
Jangan Gertak-gertak
Menko Polhukam sekaligus Ketua KNK-PP-TPPU itu menegaskan agar Anggota DPR terkhusus kepada Arteria Dahlan untuk jangan menggertak-gertak dirinya soal kasus ini, apalagi mengancam dengan pidana.
"Oleh sebab itu saudara jangan gertak-gertak, saya bisa gertak juga saudara, bisa dihukum menghalang-halangi penyidikan penegakan hukum," tegas Mahfud.
"Dan ini sudah ada yang dihukum tujuh tahun setengah, namanya Fredrich Yunadi. Ya kayak kerja-kerja saudara itu, orang mengungkap dihantam, ungkap dihantam," tambahnya.
Kala itu Fredrich Yunadi melindungi Setya Novanto dan melaporkan sejumlah orang saat penyidikan.
"Kita bilang ke KPK, itu menghalang-halangi penyidikan dan penegakan hukum, tangkap. Jadi jangan ancam-ancam begitu, kita ini sama," tambahnya.
Kemudian Mahfud juga menyentil Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PPP, Arsul Sani yang membicarakan soal kewenangan beberapa waktu lalu.
"Menurut Perpres, Polhukam itu tidak berwenang mengumumkan. Lho saya tanya, apa dilarang mengumumkan, kalau tidak berwenang apa dilarang," tanya Mahfud.
"Kalau dalam hukum itu, sesuatu yang tidak dilarang itu boleh dilakukan. Jadi setiap urusan itu kalau tidak ada larangan, boleh. Kecuali sampai timbul hukum yang melarang," tambahnya.
Tidak Dilarang Tapi Kok Kayak Tanya ke Copet
Selain itu, Mahfud MD juga menyentil Benny K Harman yang bertanya ke PPATK seperti polisi ke pencopet.
"Saya katakan juga ke pak Benny, pertanyaannya seperti polisi. Menko boleh mengumumkan apa tidak, boleh apa tidak, jawab iya apa tidak. Kan gak boleh tanya begitu," jelas Mahfud.
"Harus ada konteksnya dong. Terus dia bilang, boleh. Kalau boleh sebutkan pasalnya. Lho wong boleh kok harus ada pasalnya, kalau boleh itu gak perlu pasal,” tambahnya.
Mahfud MD juga sempat mencontohkan soal pergi ke kamar mandi.
“Misalnya saya ke pak Benny, boleh gak saya ke kamar mandi sekarang, boleh mana pasal. Gak ada, karena boleh. Kalau dilarang baru ada pasalnya,” kata Mahfud.
“Di mana dalilnya, tidak ada satu kesalahan, tidak sesuatu yang dilarang sampai ada undang-undang yang melarang lebih dulu. Ini tidak dilarang, kok ditanya kayak copet aja," tambahnya.
Sumber: Tribunbengkulu.com dan SerambiNews.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.