Berita Kendari
Kekhawatiran Pedagang Cakar di Kendari Sulawesi Tenggara Imbas Larangan Impor Pakaian Bekas
Kekhawatiran pedagang cakar di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) imbas larangan impor pakaian bekas.
Penulis: Amelda Devi Indriyani | Editor: Sitti Nurmalasari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Kekhawatiran pedagang cakar di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) imbas larangan impor pakaian bekas.
Sejumlah pedagang pakaian bekas impor di Kota Kendari, Provinsi Sultra kecewa dengan larangan impor yang disampaikan Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.
Seorang pedagang pakaian bekas di Pasar Lawata, Mandonga, Kota Kendari, Alyas Adam, mengaku keberatan dengan larangan tersebut.
Pasalnya, pekerjaan yang sudah ia geluti selama 10 tahun lebih ini menjadi sumber mata pencaharian serta mempertanyakan alasan utama mengapa pemerintah mengeluarkan kebijakan tersebut.
"Untuk kita pribadi masyarakat pasti ada keuntungannya karena ini menyangkut kelangsungan hidup, saya bisa membiayai anak istri, bisa membangun rumah dengan hasil ini," ungkapnya Senin (20/3/2023).
"Intinya garis besar saya tidak setuju bahkan kalau ada cara melawan kita melawan, bukan melawan berkelahi kita adu argumen dulu, apa kerugian dan keuntungan pemerintah dengan ini," ujarnya.
"Karena jelas kami dirugikan (jika dihentikan). Adapun keuntungan pemerintah dengan ini apa? kita mau tahu juga," tegasnya menambahkan.
Baca juga: Harga Barang Bekas di Kendari Sulawesi Tenggara, Sepatu RB Paling Murah Rp250 Ribu, Baju Rp50 Ribu
Selain itu, menurutnya larangan itu akan berdampak besar bagi perekonomian masyarakat Kota Kendari, yang sebagian besar merupakan penjual pakaian bekas impor.
Sedikitnya ada lima ratus kios pedagang pakaian bekas yang tersebar di beberapa lokasi di Kota Kendari, seperti di Pasar Kota Lama, Pasar Panjang, Pasar Korem Mandonga, Pasar Lawata, hingga Pasar Lapulu.
Di mana para pedagang ini juga menggunakan usaha penjualan baju bekas impor tersebut untuk mendapatkan pinjaman Kredit Usaha Rakyat (KUR) di perbankan.
"Kami kan ada pinjaman ke bank, itu berdasarkan foto usaha ini. Jadi kalau misalkan kami ditutup, otomatis kami punya cicilan siapa yang membayar, berani saya menghadap ke bank ibarat saya lepas tangan saja," keluhnya.
Apalagi penjual baju bekas impor ini juga menjadi lapangan pekerjaan dan membantu mengurangi angka pengangguran.
Sehingga dikhawatirkan jika benar penjualan pakaian bekas impor diberhentikan atau ditutup, maka akan menimbulkan jumlah pengangguran bertambah di Kota Kendari.
"Justru ada yang kita pekerjakan satu dua orang, tidak begitu banyak keuntungannya tapi ada untuk kehidupan sehari-hari, mencukupi. Jadi janganlah ditutup," ucapnya.

Tak hanya pedagang, masyarakat sebagai pembeli pun juga akan keberatan. Sebab pakaian bekas impor atau dikenal juga baju cakar (cakar bongkar) ini banyak diminati hampir seluruh kalangan.
"Konsumen di sini banyak yang suka dari pada tidak suka, karena peminatnya barang ini bukan hanya kalangan ekonomi menengah ke bawah, tapi justru orang-orang yang berdasi, anggota dewan sekalipun ada yang ke sini dan bahkan mencari barang-barang di sini," bebernya.
Alyas mengaku sebelumnya penjualan baju bekas impor ini terhenti sekiranya tiga bulan atas larangan pemerintah pada awal masa sebelum pelantikan Presiden Joko Widodo.
Namun usai berhenti, penjualan baju bekas impor ini justru makin menjamur dan makin banyak peminat.
"Yang sekarang baru pekan ini saya tahu (larangannya). Dulu juga waktu sebelum pelantikan Presiden Jokowi ini dulu kita juga pernah tidak buka warung sekitar hampir tiga bulanan lebih, tapi setelah itu justru lebih ramai sekarang," jelasnya.
Alyas berharap pemerintah mengkaji ulang aturan terkait larangan impor pakaian bekas ke Indonesia tersebut.
Jika pemerintah memaksakan larangan penjualan baju bekas impor, pedagang meminta pemerintah mencari solusi lain agar para pedagang tetap bisa berusaha untuk bertahan hidup.
Baca juga: Beli Pakaian Wanita di Flies Kendari dan Queensland Diskon Mulai 30 hingga 50 Persen
"Pemerintah solusinya mau ngapain ini kalau misalnya menghentikan kami penjual, mau dikemanakan lagi kami khususnya pedagang pakaian bekas," harapnya.
Ia meminta Pemerintah Kota Kendari menyediakan satu lokasi untuk semua pedagang agar tidak lagi menjadi kontra di masyarakat karena keberadaannya dianggap mengganggu lalu lintas.
Salah satu peminat baju cakar, Ismail mengaku tidak setuju dengan larangan penjualan baju bekas impor itu.
Pasalnya, baju cakar atau RB itu memiliki banyak pilihan sehingga potensi untuk sama (model pakaian) dengan masyarakat sangat minim.
"Kita sebagai pencinta baju RB juga lebih dimudahkan mendapatkan baju brand dengan harga ekonomis," ujarnya.
Untuk diketahui, sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) kesal dengan menjamurnya impor pakaian bekas ke Indonesia.
Menurut Jokowi, peredaran dan impor pakaian bekas sangat mengganggu industri tekstil dalam negeri di Indonesia.
Baca juga: Kapitalao Matana Eyo Kagum Jokowi Kenakan Pakaian Adat Buton, Bukti Presiden Mendukung Kiprah Raja
“Itu mengganggu industri tekstil di dalam negeri. Sangat mengganggu, yang namanya impor pakaian bekas, mengganggu sangat mengganggu industri dalam negeri kita,” katanya, Rabu (15/3/2023).
Larangan impor pakaian bekas sendiri sebenarnya tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 40 Tahun 2022 tentang Perubahan Permendag No 18 tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Dilarang Impor.
Dalam Pasal 2 Ayat 3 disebutkan bahwa barang dilarang impor, yakni kantong bekas, karung bekas, dan pakaian bekas.
Barang-barang bekas itu dilarang diimpor karena berdampak buruk bagi ekonomi domestik, serta buruk untuk kesehatan bagi penggunanya.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menginstruksikan kepada jajarannya agar menindak pebisnis pakaian impor karena sangat menggangu industri tekstil dalam negeri. (*)
(TribunnewsSultra.com/Amelda Devi Indriyani)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.