Berita Kendari

Melihat Marginalisasi Peran Perempuan di Kendari Jelang Peringatan International Women's Day 2023

Peringatan International Women Day (IWD) 2023 memberi semangat baru bagi perjuangan perempuan di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Penulis: Naufal Fajrin JN | Editor: Sitti Nurmalasari
TribunnewsSultra.com/Naufal Fajrin JN
Inilah testimoni pekerja perempuan migran Kabupaten Konawe oleh Komunitas Solidaritas Perempuan Kendari di Cafe VIP Bypass Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), Senin (6/3/2023). 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Senyum Cristien menunjukkan sebuah harapan.

Baginya, peringatan International Women Day (IWD) 2023 memberi semangat baru bagi perjuangan perempuan di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).

Ia sama seperti sebagian besar perempuan lainnya.

Air mukanya menunjukkan kekesalan ketika melihat anggapan masyarakat terhadap posisi perempuan yang kerap mendapatkan perlakuan diskriminasi.

"Sebagian besar hingga hari ini perempuan khususnya di Kendari masih terdiskriminasi, kita butuh identitas kami itu diakui," katanya kepada TribunnewsSultra.com, Senin (6/3/2023).

Baca juga: Perempuan Konawe Ulfiah Jalani Kehidupan Multi Peran, Ibu Rumah Tangga, Legislator hingga Aktivis

"Ada kesenjangan yang terjadi. Misalnya di pendidikan, laki-laki selalu mendominasi," jelasnya menambahkan.

Menurut Cristien, stigma yang dilayangkan terhadap peran perempuan lahir dari faktor ekonomi yang menyebabkan mereka kesulitan dalam mengakses pendidikan yang layak.

Kesulitan ekonomi tersebut didukung dengan konstruksi masyarakat terkait anggapan "perempuan berakhir di dapur", akhirnya mengurungkan keinginan mereka untuk mendapat pendidikan.

Hal itu berimbas pada pengkerdilan peran perempuan dalam berpartisipasi di segala lini kehidupan.

"Masalah utamanya itu sebenarnya ekonomi dan pendidikan," ungkapnya.

Baca juga: Pemkot Kendari Kampanye Stop Kekerasan Perempuan dan Anak Peringati Hari Anak Sedunia 2022

Perempuan akhirnya rentan mengalami kekerasan. Di Kota Kendari sendiri, hal itu sering terjadi.

"Selain diskriminasi, perempuan juga banyak yang mengalami kekerasan psikis. Lebih luasnya, karena ekonomi akhirnya perceraian tidak terhindarkan dan berujung pada penelantaran," terangnya.

"Sekarang tidak ada lagi yang tidak sekolah, harus sekolah," katanya menegaskan.

Ia bercerita dengan tenang dan berusaha menyembunyikan kesedihannya melihat stigma buruk perempuan melalui senyumnya yang merekah.

Di usianya yang tidak lagi muda, ia mendedikasikan dirinya untuk turut bergabung dalam upaya memperjuangkan kedudukan perempuan yang layak.

Baca juga: Wa Toombuti Kampanye 16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan, Ulik Kisah Savannah Dari Pulau Tomia

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved