Berita Kendari

Pengacara Terdakwa Kasus Tambang Ilegal di Konut Minta Vonis Ringan Kliennya, Bukan Pelaku Utama

Pengadilan Negeri Kendari kembali melaksanakan sidang perkara kasus tambang ilegal di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), Kamis (12/1/2023).

Penulis: Sugi Hartono | Editor: Desi Triana Aswan
Tribunnewssultra.com/Sugi Hartono
Pengacara terdakwa Fakhri, Saleh SH saat ditemui TribunnewsSultra di Pengadilan Negeri Kendari, Jl Mayjen Sutoyo, Kamis (12/1/2023) 

TRIBUNNEWSSULTRA,KENDARI- Pengadilan Negeri Kendari kembali melaksanakan sidang perkara kasus tambang ilegal di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra).

Kali ini sidang beragendakan pembelaan terdakwa yang digelar di Pengadilan Negeri Kendari, Jl Mayjen Sutoyo, Kamis (12/1/2023). 

Dalam sidang, Fakhri sebagai terdakwa meminta majelis hakim untuk memberikan hukuman yang adil karena baginya ia bukan merupakan pelaku utama.

Menurut sang pengacara, Saleh SH, kliennya tidak ada sangkut paut dalam proses pertambangan ilegal di Blok Mandiodo Konawe Utara, Sultra.

Baca juga: Terdakwa Kasus Tambang Ilegal di Konawe Utara Sulawesi Tenggara Dituntut 8 Bulan Penjara

Pembelaan Fakhri itu dibacakan langsung oleh pengacaranya, Saleh SH di Pengadilan Negeri Kendari.

Kata Saleh dalam kasus ini kliennya bukan pelaku, juga bukan pembeli ore. 

Ia hanya berprofesi sebagai trader atau penghubung antara si pemilik dan penjual.

"Dan hal itu telah dibuktikan di persidangan," tuturnya.

Kata Saleh, kasus ini juga sudah pernah di pra peradilankan dan dimenangkan oleh pihaknya. 

Sehingga berdasarkan fakta itu, ia meminta kepada majelis hakim untuk membatalkan pokok perkara dalam kasus ini.

"Meminta pertimbangan hakim yang mulia bahwa ini sudah di pra peradilankan dan sudah dimenangkan sehingga tidak perlu lagi dilanjutkan pokok perkaranya," tutur Saleh.

Pengacara terdakwa Fakhri, Saleh SH saat ditemui TribunnewsSultra di Pengadilan Negeri Kendari, Jl Mayjen Sutoyo, Kamis (12/1/2023)
Pengacara terdakwa Fakhri, Saleh SH saat ditemui TribunnewsSultra di Pengadilan Negeri Kendari, Jl Mayjen Sutoyo, Kamis (12/1/2023) (Tribunnewssultra.com/Sugi Hartono)

Terakhir dalam pembelaanya, Saleh mengatakan kalau dalam kasus ini klienya tidak melakukan eksploitasi dengan melakukan pengerukan, kliennya itu hanya menjadi korban atau kambing hitam dalam masalah ini. 

"Sehingga tidak perlu lagi dilanjutkan pokok perkaranya," tuturnya.

Baca juga: Kasus Tambang Dinas ESDM Sultra, Sosok BR Eks Kepala Dinas dan YSM Kini Menjabat Kepala Dinas

Minta Seret Pemilik Tambang

Sidang kasus tambang ilegal di Konawe Utara (Konut) kembali digelar di Pengadilan Negeri Kendari, Jl Mayjen Sutoyo pada Kamis (12/1/2023).

Dalam kasus yang beragendakan pembacaan pledoi ini, pengacara terdakwa (Fakhri) meminta agar majelis hakim merekomendasikan kepada penyidik untuk ikut menyeret pemilik tambang yang telah melakukan eksploitasi dan pengerukan di kawasan hutan produksi terbatas.

Hal tersebut, kata dia sesuai dengan fakta persidangan pemeriksaan saksi di mana Fakhri bukanlah pemilik tambang.

"Mohon keadilan yang sebenar-benarnya karena yang melakukan eksploitasi, pengerukan, jual beli ore itu adalah pihak lain yang sudah dihadirkan di dalam persidangan kenapa tidak dituntut," tuturnya.

Baca juga: Nama Perusahaan Tambang Nikel di Sulawesi Tenggara, Lokasi Pertambangan Konawe Konut Kolaka Bombana

Menurutnya, kliennya tersebut hanya dikambinghitamkan dalam kasus ini.

Sebelumnya hal tersebut juga pernah disinggung oleh saksi Cecep kalau Fakhri bukanlah pemilik tambang, tetapi hanya trader atau penghubung.

"Kalau ada yang punya ore, mereka hubungi kami untuk dicarikan pembeli, begitu juga sebaliknya," kata Cecep di depan majelis hakim beberapa waktu lalu.

Kata Cecep berdasarkan data yang mereka miliki tambang tersebut adalah milik Jannah.

"Setahu kami tambang itu milik Ibu Jannah," tuturnya.

Baca juga: DPRD Sulawesi Tenggara Resmi Terbitkan 9 Poin Rekomendasi Konflik Tambang Nikel di Kolaka Utara

Sebelumnya, diketahui  JPU telah membacakan tuntutannya kepada terdakwa dengan hukuman delapan bulan penjara dan denda Rp500 juta dan apabila tidak dilakukan pembayaran maka akan diganti dengan pidana badan selama dua bulan kurungan.

Dalam tuntutannya jaksa menilai, Fakhri telah bersalah dengan menduduki hutan produksi terbatas dengan tanpa izin. (*)

(Tribunnewssultra/Sugi Hartono)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved