Berita Kendari
Naturevolution: Kita Baru Mampu Selamatkan 7 Ton Sampah Plastik dari 6 Desa Pesisir Utara Kendari
Kota Kendari saja, dengan 360 ribu penduduk, produksi sampah kota urban terbesar ketiga di Sulawesi itu, mencapai 300 ton/ hari.
Penulis: Laode Ari | Editor: thamzil_thahir
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI -- Naturevolution Indonesia (NEI), melansir potensi pencemaran lingkungan pesisir laut Sulawesi Tenggara mulai di level mengkhawatirkan.
Lembaga konservasi alam di Sulawesi Tenggara ini baru mampu mengkonversi 7 ton sampah plastik warga desa dalam sebulan.
Bersama mitranya di Tolitoli, Konservasi Kima Tolitoli-Labengki, Nature Revolution, sudah menyelematkan 7 ton sampah plastik dari warga dari enam desa pesisir di Kecamatan Lalonggasumeeto, pantai utara Kendari.
"Kalau kita punya alokasi dan tenaga lebih, kita bisa bayar lebih banyak lagi," kata Purnomo Setiyawan, Ketua Divisi Waste Management Naturevolution Indonesia, saat bertemu Habib Nadjar Buduha, Ketua Yayasan Konservasi Kima Tolitoli-Labengki, di Desa Tolitoli, Kabupaten Konawe, sekitar 18,5 km utara Kota Kendari, Minggu (16/10/2022).
Enam desa pesisir Lalonggasumeeto itu adalah Wawobungi, Tolitoli, Tanasa, Lalobonda, Puuwonua, dan Er.paka.
Di Kecamatan Lalonggasumeeto ada enam desa, dengan total penduduk sekitar 5.200 penduduk.
"Batugong masih progress," kata Purnomo.
Digambarkan, dengan 5.200 penduduk di 11 desa, potensi sampah plastik warga bisa calai 10-12 ton sebulan.
Untuk Kota Kendari saja, dengan 360 ribu penduduk, produksi sampah kota urban terbesar ketiga di Sulawesi itu, mencapai 300 ton/ hari.
Baca juga: Dispar Sultra Fasilitasi 25 Calon Diplomat Belajar Filsafat Konservasi Kima Labengki dan Tolitoli
Naturevolution Indonesia dan Konservasi Kima Tolitoli Labengki, sudah berkolaborasi sejak 2018.
Lembaga konservasi kerang Kima raksasa Tolitoli-Labengki dirintis sejak 2009.
Lembaga nirlaba ini termasuk ikut mengkampanyekan pelestarian biota terumbu karang di gugus kepulauan Lasolo, Konawe Utara.
Habib menjelaskan, sampah plastik adalah salah satu polutan bahaya untuk kelestarian ekosistem laut.
Merujuk data World Economic Forum, 2020 lalu, tercatat ada lebih dari 150 juta ton plastik di perairan bumi. Jumlah itu bertambah 8 juta ton lagi setiap tahunnya.
"Sampah plastik yang ada belum habis terurai, sudah datang lagi sampah baru, fenomena global ini juga sudah lebih dua dekade di perairan Sultra," ujarnya.
Menurutnya, ancaman lain sampah plastik butuh puluhan hingga ratusan tahun untuk terurai sempurna di alam.
Dalam prosesnya sampah hancur menjadi partikel-partikel kecil, menyebar di perairan Pasifik dan Atlantik dan tanpa sadar dikonsumsi oleh biota laut.

Baca juga: Dihukum Makan Sampah Plastik oleh Bu Guru, Siswi SD di Buton Trauma Tak Mau Sekolah
"Tahun 2018 lalu, perbandingannya satu plastik lima ikan. Tahun 2050 jumlahnya akan sebanding. 1 ikan satu sampah plastik." ujarnya, merujuk aksi ekstrem para aktivis dan pemerintah mengatasi sampah plastik.
Merujuk penelitian dari Sekretariat Konvensi tentang Keanekaragaman Hayati (United Nations Convention On Biological Diversity) pada 2016, sampah di lautan telah membahayakan lebih dari 800 spesies.
Dari 800 spesies itu, 40 persennya adalah mamalia laut dan 44 persen lainnya adalah spesies burung laut.
Data itu kemudian diperbarui pada Konferensi Laut PBB di New York pada 2017 lalu.
Konferensi menyebut limbah plastik di lautan telah membunuh 1 juta burung laut, 100 ribu mamalia laut, kura-kura laut, dan ikan-ikan dalam jumlah besar, tiap tahun.
Fakta sampah plastik di laut berikutnya adalah, partikel-partikel sampah plastik (mikro plastik) tidak hanya ber dampak buruk bagi biota laut saja. "Dalam jangka panjang, anak cucu kita akan makan plastik," ujar mantan jurnalis ini mengingatkan. (#|