Bongbong Marcos Putra Diktator Filipina Menang Telak dalam Pilpres 2022, Warga Unjuk Rasa
Bongbong Marcos Jr. putra tunggal diktator Filipina Ferdinand Marcos dipastikan telah memenangkan pemilihan umum Presiden Filipina 2022.
Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Ferdinand "Bongbong" Romualdez Marcos Jr. dipastikan telah memenangkan pemilihan umum Presiden Filipina 2022 yang digelar pada Senin (9/5/2022) lalu.
Pria yang lebih dikenal sebagai Bongbong Marcos itu merupakan putra tunggal mendiang diktator Filipina Ferdinand Marcos.
Dengan begitu, Bongbong Marcos akan mengisi posisi yang pernah dijabat ayahnya dulu.
Dilansir TribunnewsSultra.com dari NPR pada Kamis (12/5/2022), Bongbong Marcos dan pasangannya Sara Duterte memiliki lebih dari 30,8 juta suara dalam hasil tidak resmi dengan lebih dari 97 persen suara ditabulasikan pada Selasa (10/5/2022) sore.
Angka perolehan suara Bongbong Marcos-Sara Duterte itu unggul telak di atas capres lainnya yakni Leni Robredo sebanyak 14,7 juta suara dan petinju hebat Manny Pacquiao dengan 3,5 juta pemilih.
Baca juga: Terbang ke Amerika Serikat, Jokowi Bakal Temui Joe Biden saat KTT ASEAN-AS
Adapun Sara Duterte sendiri merupakan putri Presiden Filipina yang akan lengser, Rodrigo Duterte.
Namun kemenangan aliansi keturunan dua pemimpin otoriter Filipina itu menambah kekhawatiran para aktivis hak asasi manusia.
Sekelompok pengunjuk rasa anti-Marcos berunjuk rasa di Komisi Pemilihan, menyalahkan badan tersebut atas kerusakan mesin penghitung suara dan masalah lain yang mencegah orang memberikan suara mereka dalam Pilpres Filipina 2022 ini.
Pejabat pemilu mengatakan dampak dari mesin yang tidak berfungsi itu kecil.
Meski demikian, terdapat sekelompok aktivis yang menderita di bawah kediktatoran mengatakan mereka marah dengan kemenangan Bongbong Marcos dan akan menentangnya.
Baca juga: Momen Jokowi Lebaran di Rumah Mooryati Bos Mustika Ratu, Silahturahmi dengan Cucu Pakubawana X
"Kemungkinan kemenangan berdasarkan kampanye yang dibangun di atas kebohongan terang-terangan, distorsi sejarah, dan penipuan massal sama saja dengan menipu jalan Anda menuju kemenangan," kata kelompok Kampanye Menentang Kembalinya Marcoses dan Darurat Militer.
"Ini tidak bisa diterima." tegasnya.
Etta Rosales, mantan Ketua Komisi Hak Asasi Manusia yang dua kali ditangkap dan disiksa selama darurat militer di tahun 1970-an, mengatakan bahwa kemenangan Bongbong Marcos membuatnya menangis.
Tetapi hal itu tidak akan menghentikannya untuk melanjutkan upaya untuk meminta pertanggungjawaban Marcos.
"Saya hanya satu di antara banyak yang disiksa, yang lain dibunuh, saya diperkosa. Kami menderita di bawah rezim Marcos dalam perjuangan untuk keadilan dan kebebasan dan ini terjadi," kata Rosales.
Baca juga: Momen Jokowi Libur Lebaran di Bali: Makan Bebek Goreng Favorit hingga Ajak Cucu ke Taman Safari