Pengamat Ekonomi: Larangan Ekspor Minyak Goreng & CPO Bisa Turunkan Harga tapi Berisiko Ini

Dampak kebijakan baru Presiden Joko Widodo yang melarang ekspor minyak goreng dan bahan baku minyak sawit (Crude palm oil/CPO) ke luar negeri.

Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
Muh Ridwan Kadir/TribunnewsSultra.com
Ilustrasi minyak goreng. 

Tetapi struktur pasar oligopoli yang tak sehat, seakan membuat pemerintah tak mempunyai pilihan.

Organisasi Kelompok Sawit Watch menilai bahwa kebijakan larangan ekspor minyak sawit mentah dan minyak goreng, tak bisa serta merta menurunkan harga.

Justru masalah utamanya berada di kebijakan pemerintah yang tak kunjung membenahi struktur pasar minyak goreng yang tidak sehat.

Selain bisa diakali dengan perubahan strategi produksi oleh para produsen, kebijakan ini juga dikhawatirkan memicu balasan dari luar negeri yang bergantung pada pasokan minyak sawit mentah Indonesia.

Baca juga: Megawati Dibuat Bingung Lagi dengan Fenomena Ibu-ibu Beli Baju Baru tapi Antre Minyak Goreng

Sementara itu, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan bahwa kebijakan larangan ekspor minyak gorang dan CPO ini dapat menghilangkan devisa miliaran dolar Amerika Serikat.

"Jadi kebijakan ini juga berisiko menghilangkan devisa sampai 3 miliar US dollar di dalam satu bulan apabila diterapkan pada bulan Mei ke depan," ujar Bhima Yudhistira seperti dikutip dari video di kanal YouTube KompasTV yang tayang Selasa (26/4/2022).

Sedangkan menurut Peneliti Indef, Eisha Rachbini, kebijakan larangan ekspor ini akan menurunkan harga minyak goreng jika diterapkan dalam jangka pendek.

"Sebenarnya berisiko, karena kalau kita lihat dari jangka pendek, kebijakan ini akan menurunkan harga minyak goreng di dalam negeri," ungkap Eisha Rachbini

Baca juga: PT Wilmar yang Kena Kasus Mafia Minyak Goreng Ternyata Sponsor Persis Solo, Kaesang: Putus

"Karena ketika stop penjualan ke luar negeri otomatis produsen (minyak goreng) akan menjual di dalam negeri sehingga supply akan banyak harga akan turun," jelasnya.

Meski demikian, Eisha mengatakan bahwa kebijakan ini juga dapat mengakibatkan kelebihan jumlah stok minyak goreng di dalam negeri sehingga harganya tak bisa turun terlalu rendah.

"Kalau misalnya terjadi over supply di dalam negeri karena kan tidak bisa keluar, dijualnya hanya di dalam negeri, maka ke depan misalnya dalam jangka yang tidak terlalu pendek, menengah, over supply ini dengan harga yang rendah bisa justru menarik juga produsen tidak akan menjual," terang Eisha.

"Rentan untuk tidak dengan menjual dengan harga yang tertentu, harga yang rendah tersebut, karena buat mereka kurang menguntungkan misalnya, sehingga itu akan menurunkan supply lagi di keseimbangan yang baru, jadi harga tidak bisa turun rendah-rendah, terlalu rendah," sambungnya.

Baca juga: Anak Buahnya Jadi Tersangka Mafia Minyak Goreng, Mendag Lutfi Ngaku Kaget dan Prihatin

Lebih lanjut Eisha menjelaskan bahwa kondisi tersebut apabila terjadi dalam jangka menengah hingga panjang pun berdampak terhadap produksi minyak goreng menjadi lebih rendah.

"Dan ketika adanya ekspor dilarang, ini juga akan berdampak ke arah sana, pengurangan devisa negara," imbuhnya.

(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved