Buntut Invasi Ukraina, Putin Ancam Setop Pasok Gas Eropa Jika Tak Dibayar Pakai Rubel Rusia
Berusaha bertahan diterpa beragam sanksi ekonomi, Presiden Rusia Vladimir Putin memutuskan untuk menagih bayaran atas pasokan gas Eropa pakai rubel.
Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Berusaha bertahan dari terpaan badai sanksi ekonomi akibat invasi di Ukraina, Presiden Rusia Vladimir Putin pun menagih bayaran atas pasokan gas Eropa dengan mata uang negaranya, rubel.
Dilansir TribunnewsSultra.com dari CNA, Putin mengancam pada hari Kamis (31/3/2022) untuk menghentikan kontrak yang memasok sepertiga dari gasnya ke Eropa.
Apabila tak dibayar dalam mata uang Rusia, yakni rubel.
Hal ini menjadi balasan ekonomi terkuat Putin sejauh ini untuk menghancurkan sanksi dari Barat atas invasi di Ukraina.
Baca juga: Rangkuman Hari Ke-36: Rusia Tinggalkan Chernobyl dan Tetap akan Serang Donbass, Putin Ancam Eropa
Sedangkan, pada Jumat (1/3/2022) pemerintah Eropa menolak ultimatum Putin itu.
Dengan Jerman yang merupakan dengan penerima gas Rusia terbesar di Eropa, menyebutnya ancaman Putin itu sebagai 'pemerasan'.
Moskow diketahui menawarkan mekanisme bagi pembeli untuk mendapatkan rubel melalui bank Rusia.
Adapun pertikaian energi memiliki konsekuensi besar bagi Eropa ketika pejabat Amerika Serikat mengelilingi dunia untuk terus menekan Putin agar menghentikan perang di Ukraina yang telah berlangsung selama lima minggu itu.
Baca juga: Janji Kurangi Aksi Militer di 2 Wilayah Ukraina, Pasukan Rusia Masih Serang Kyiv dan Chernihiv
Eropa sebenarnya ingin melepaskan diri dari energi Rusia sebagai tanggapan atas apa yang menimpa Ukraina saat ini.
Tetapi hal itu, menurut Eropa berisiko meningkatkan kenaikan harga bahan bakar lebih lanjut.
Rusia memiliki sumber pendapatan yang sangat besar bahkan saat negara itu terhuyung-huyung dari sanksi atas invasinya ke Ukraina.
Menghadapi perlawanan keras dari militer Ukraina, Putin telah memainkan salah satu kartu terbesarnya dalam permintaan pembeli energi Eropa.
Baca juga: Saat Komisaris Tinggi PBB Sebut Rusia Berpotensi Lakukan Kejahatan Perang di Ukraina: Mimpi Buruk
"Mereka harus membuka rekening rubel di bank Rusia. Dari rekening inilah pembayaran akan dilakukan untuk pengiriman gas mulai besok," katanya, Kamis (31/3/2022).
"Jika pembayaran tersebut tidak dilakukan (dalam rubel), kami akan menganggap ini sebagai default dari pihak pembeli, dengan semua konsekuensi berikutnya kontrak yang ada akan dihentikan." imbuh Putin.
Krisis Energi?
Dengan perang yang memperburuk harga bahan bakar global, Presiden AS Joe Biden meluncurkan pelepasan terbesar yang pernah ada dari cadangan minyak AS.
Baca juga: Balas Rencana Sanksi Larangan Impor Minyak, Rusia Ancam Hentikan Pasokan Gas ke Eropa
Serta menantang raksasa minyak untuk mengebor lebih banyak untuk menurunkan harga gas.
"Ini adalah momen konsekuensi dan bahaya bagi dunia," kata Biden di Gedung Putih saat mengumumkan pelepasan 180 juta barel mulai Mei 2022 mendatang.
Tetapi jumlah itu gagal untuk menutupi kerugian AS dari minyak Rusia, yang dilarang Biden bulan ini.
Pemerintah Barat mengatakan permintaan Putin untuk pembayaran rubel akan menjadi pelanggaran kontrak dalam perjanjian sebelumnya yang disetujui pembayaran menggunakan euro atau dolar.
Baca juga: Inggris Sebut Penasihat Putin Takut Jujur soal Pasukan Rusia Tolak Perintah saat Perang di Ukraina
Jerman dan Austria pun lantas menyatakan 'peringatan dini' pada pasokan gas.
Tetapi belum ada negara Uni Eropa yang memberi isyarat bahwa mereka menghadapi darurat pasokan.
Perintah yang ditandatangani oleh Putin memungkinkan pelanggan untuk mengirim mata uang asing ke rekening yang ditunjuk di Gazprombank Rusia.
Yang kemudian akan mengembalikan rubel kepada pembeli gas untuk melakukan pembayaran.
Baca juga: Hari Ke-36 Perang: Hacker Rusia Dituding Targetkan Jaringan NATO hingga Bantuan AS untuk Ukraina
“Rusia harus secara fisik menghentikan aliran gas ke UE 27 (negara-negara anggota Uni Eropa) untuk memaksa masalah ini, menandai eskalasi besar yang bahkan tidak dilakukan pada puncak Perang Dingin." kata analis di Fitch Solutions.
"Ini akan menandai pukulan finansial besar lainnya bagi pundi-pundi Rusia,” sambungnya.
(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar)