Sisi Lain Perang Rusia Vs Ukraina sebagai Penguji Hubungan AS dan Cina yang 'Goyah'

Perang Rusia melawan Ukraina yang saat ini masih berlangsung disebut sebagai titik balik untuk menguji hubungan Amerika Serikat-China yang goyah

Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
Kolase Tangkapan layar Reuters | Instagram.com/@xi.jinping_cn
Kiri: Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Kanan: Presiden Cina Xi Jinping 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Perang Rusia melawan Ukraina yang saat ini masih berlangsung disebut sebagai titik balik untuk menguji hubungan Amerika Serikat dengan Cina yang goyah.

Dilansir TribunnewsSultra.com dari Al Jazeera, para analis menyebut sikap Beijing terhadap invasi Rusia ke Ukraina dapat menentukan hubungan masa depan dengan Washington.

Dalam beberapa hari terakhir, beberapa pejabat tinggi di AS telah mencegah Cina untuk mendukung Rusia dalam perangnya di Ukraina.

Seruan AS itu datang di tengah laporan bahwa Moskow telah meminta bantuan militer dari Beijing.

Sedangkan para pejabat Cina tak menggubris laporan tersebut.

Baca juga: Bertemu di Roma, AS Peringatkan Cina akan Ada Konsekuensi Jika Bantu Invasi Rusia ke Ukraina

Para ahli mengatakan, seruan tekanan publik AS di Cina dapat menentukan hubungan yang sudah goyah antara kedua negara untuk tahun-tahun mendatang.

“Ini berpotensi menjadi titik balik dalam hubungan AS-Cina,” ujar Profesor Ilmu Politik di Boston College, Robert Ross kepada Al Jazeera.

Sejak Rusia melancarkan invasi habis-habisan ke Ukraina pada 24 Februari 2022 Lalu, Cina telah mengambil sikap netral di depan umum.

Yakni dengan mendukung perundingan damai antara Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri konflik mematikan dan Cina mendesak 'pengekangan maksimum' dan de-eskalasi.

Tetapi setelah pembicaraan selama berjam-jam antara pejabat senior AS dan Cina pada Senin (14/3/2022) lalu, Washington memperingatkan Beijing tentang 'konsekuensi' jika memberikan bantuan militer atau keuangan ke Moskow.

Baca juga: Sederet Peristiwa Hari Ke-19 Perang Rusia Vs Ukraina: AS Ancam Cina Jika Bantu Putin

Peringatan itu datang setelah media AS, mengutip pejabat Amerika yang tidak disebutkan namanya, melaporkan bahwa Rusia telah meminta bantuan militer dari Cina.

Namun tuduhan tersebut tampaknya dibantah oleh Beijing.

Para pejabat AS telah berulang kali menekankan bahwa Rusia menghadapi kemunduran dalam invasinya.

Meskipun pemboman terus-menerus terjadi di kota-kota Ukraina.

PBB pun mencatat bahwa sejauh ini, perang ini telah mendorong lebih dari tiga juta orang meninggalkan Ukraina.

Baca juga: Sempat Tolak Komunikasi dengan Joe Biden, Arab Saudi Undang Presiden Cina Xi Jinping saat Ramadan

Ross mengatakan jika Cina memutuskan untuk mendukung upaya perang Rusia di Ukraina.

Sehingga AS akan merespons dengan membatasi hubungan ekonomi dengan Cina.

Serta mengizinkan anggaran militer AS yang jauh lebih besar untuk berurusan dengan Beijing.

“Orang Cina menghadapi keputusan apakah mereka ingin bersekutu dengan Rusia atau tidak (melawan Eropa dan Amerika Serikat)," papar Ross.

"Dan jika mereka (Cina) melakukannya (mendukung Rusia), mereka juga akan mendorong Amerika Serikat untuk memperlakukan Cina sebagai salah satu musuh utamanya dan mendapatkan keuntungan darinya.” jelasnya.

Baca juga: Cina Putuskan untuk Beri Bantuan Ekonomi ke Rusia selama Perang di Ukraina, Amerika Serikat Panik

Sebagaimana diketahui bahwa selama beberapa minggu terakhir, Cina abstain dari proposal Dewan Keamanan PBB yang bertujuan untuk mengutuk invasi Rusia.

Cina juga abstain dari resolusi serupa yang disahkan di Majelis Umum PBB.

Langkah Dewan Keamanan itu pun diketahui juga telah diveto oleh Rusia.

Cina juga baru-baru ini tampaknya memberikan kepercayaan pada tuduhan Rusia bahwa mereka telah menemukan program senjata biologis di Ukraina.

Tuduhan yang dibantah oleh pejabat AS dengan mengatakan bahwa Eropa dan Ukraina sebagai bagian dari serangan disinformasi Rusia.

Baca juga: Kondisi Hari Ke-19 Perang Rusia Vs Ukraina: Pimpinan Chechnya Ancam Kyiv, Cina Disebut Bantu Putin

Hubungan Cina-Rusia-AS

Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Cina Xi Jinping.
Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden Cina Xi Jinping. (Russian Presidential Press and Information Office)

Cina dan Rusia menikmati hubungan hangat dan pada awal Februari, kedua negara merilis pernyataan bersama yang panjang.

Yakni menegaskan kembali aliansi keduanya dan menyatakan penentangan terhadap ekspansi NATO, keluhan utama Rusia yang mengarah pada invasi habis-habisan ke Ukraina.

Sementara itu, hubungan antara Washington dan Beijing telah diuji dalam beberapa tahun terakhir.

Pasalnya AS memprioritaskan persaingan strategis dengan Cina dalam kebijakan luar negerinya di bawah mantan Presiden AS Donald Trump, posisi yang kini sepenuhnya ditempati Joe Biden.

Baca juga: Amerika Serikat: Rudal Rusia Hujani Ukraina hingga Sebut Putin Minta Bantuan Senjata ke Cina

Di tengah upaya untuk memperbaiki hubungan AS-Cina, pemerintahan Biden membuat marah Cina.

Yang mana ketika AS mendapatkan kesepakatan dengan Inggris untuk memasok Australia dengan kapal selam bertenaga nuklir tahun lalu.

Biden juga telah mendorong untuk menghidupkan kembali aliansi Asia Pasifik Quad dengan India, Australia dan Jepang.

Bahkan, Biden telah bertemu dengan para pemimpin negara di Gedung Putih pada bulan September lalu.

Keempat negara itu lantas mengeluarkan pernyataan bersama setelah pembicaraan yang mendukung 'kebebasan, terbuka, tatanan berbasis aturan, berakar pada hukum internasional dan tidak gentar oleh paksaan'.

Baca juga: Rangkuman Terkini Perang Rusia Vs Ukraina: Wartawan AS Dibunuh, Putin Andalkan Cina untuk Bantu

Dukungan itu dimuat dalam sebuah pesan ke Cina yang menanggapi dengan menegur kelompok itu sebagai 'eksklusif' dan mengatakan itu 'ditakdirkan untuk gagal'.

Ada juga ketegangan yang meningkat antara Beijing dan Washington serta sekutunya di kawasan Asia-Pasifik.

Termasuk di Taiwan dan Laut Cina Selatan, yang terakhir diklaim Cina hampir seluruhnya sebagai miliknya.

Meskipun ada klaim yang bersaing dari negara-negara lain di kawasan itu.

Pentagon dan anggota parlemen AS dengan jelas mengutip untuk melawan Cina dalam meloloskan anggaran pertahanan 777,7 miliar dolar tahun ini.

Baca juga: Menlu Ukraina Minta Bantuan Cina untuk Mediasi Serangan Rusia: Sampai Gencatan Senjata

“Salah satu harapan utama bagi Cina adalah bahwa konflik di Ukraina akan menarik perhatian Amerika, (sehingga) sumber daya Amerika jauh dari kawasan Asia-Pasifik,” kata Profesor Pemerintah dan Studi Asia di Bowdoin College di negara bagian Maine AS, Christopher Heurlin.

“Jadi tentu saja, mereka (Beijing) mencoba memanfaatkan situasi sebaik mungkin sehingga mereka mungkin mendapat manfaat jika perhatian militer AS dan perhatian sekutu Eropa lebih diarahkan ke Rusia dan bukan ke Cina.” lanjutnya.

Tetapi jika Cina bertujuan untuk memperpanjang perang di Ukraina, para pejabat AS telah mengancam sanksi terhadap Beijing.

“Itu pasti sesuatu yang mungkin,” sebut Heurlin kepada Al Jazeera tentang prospek sanksi semacam itu.

“Tetapi itu jauh lebih sulit hanya karena hubungan ekonomi yang jauh lebih besar yang dimiliki AS dengan Cina. Jelas, ada jauh lebih banyak bisnis di AS yang berbisnis dengan Cina. Itu akan membuatnya jauh lebih mahal untuk mencoba menghubungkan hubungan ekonomi kita dengan kebijakan luar negeri.” sambungnya.

Baca juga: Cina Bakal Mau Jadi Mediator Perang Rusia dan Ukraina, Xi Jinping Sempat Sampaikan Ini pada Putin

'Perang ini tidak baik untuk Cina'

Cina telah memperjelas bahwa mereka tidak ingin menghadapi hukuman ekonomi sebagai akibat dari perang di Ukraina.

Lantaran AS dan sekutu baratnya telah memberlakukan sanksi cepat dan menyeluruh terhadap bank Rusia, termasuk pejabat pemerintah, dan elit kaya lainnya.

“Cina bukan pihak dalam krisis, apalagi ingin terkena sanksi,” kata Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi, Selasa (15/3/2022).

Beberapa pejabat AS juga menekankan bahwa kepentingan pribadi Cina untuk tidak mendukung Rusia.

Baca juga: Rusia Serang Ukraina, Presiden Cina Xi Jinping Sempat Telepon Vladimir Putin Bahas soal Ini

Serta mendesak pejabat Cina untuk menggunakan pengaruh mereka dengan pemerintah Rusia untuk mengakhiri konflik bersenjata di Ukraina.

“Niat kami (AS) dalam keterlibatan reguler kami dengan Cina adalah untuk menggarisbawahi bahwa perang ini tidak baik untuk Cina," ungkap Wakil Menteri Luar Negeri untuk Urusan Politik AS Victoria Nuland kepada anggota parlemen pekan lalu.

"Bahwa kami ingin melihat Cina menggunakan pengaruhnya dengan Rusia untuk mengakhiri perang ini, dan setidaknya membantu menjalankan koridor kemanusiaan ini." imbuhnya.

Pada akhirnya, Cina sejauh ini telah menunjukkan bahwa mereka ingin tetap berada di luar perang, kata Ross, sang profesor.

Baca juga: Posisi Dilema Cina pada Perang Rusia dan Ukraina, Terjebak antara Rusia dan Negara Barat

Tetapi, lanjut Ross, pembicaraan dengan AS berlangsung tegang karena Beijing tidak suka diancam.

“Ada percakapan yang menegangkan, tetapi AS keluar dari pertemuan itu tanpa tuduhan apa pun terhadap perilaku Cina,” beber Ross.

“Jadi ini masih tampak jelas bahwa Cina belum melakukan apa pun yang akan membuat Amerika khawatir tentang dukungan berlebihan untuk Rusia.” terangnya.

(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved