Berita Sulawesi Tenggara
Jaringan Perempuan Pesisir Sultra Minta Pemerintah Selamatkan Ekonomi Perempuan di Masa Pandemi
Jaringan Perempuan Pesisir Sulawesi Tenggara (Sultra) keluhkan kondisi kelangkaan minyak goreng, tak terkecuali di Sulawesi Tenggara.
Penulis: Amelda Devi Indriyani | Editor: Laode Ari
Menurutnya aturan itu justru berdampak pada buruh perempuan di Sultra khususnya di Kota Kendari jumlahnya mencapai puluhan ribu yang bekerja di perusahaan perikanan, perusahaan bahan bangunan, toko elektronik dan sektor lainnya.
Kebijakan Kemenaker tentu melukai buruh-buruh perempuan. Berdasarkan pengamatan dilapangan, buruh perempuan kerap di PHK sepihak oleh perusahaan dan mengakibatkan pengangguran.
"Dengan dibatasinya pencairan JHT tentu menghambat buruh untuk menciptakan usaha mandiri paska PHK. Jadi tidak ada alasan untuk menghambat hak-hak buruh apalagi pada masa pandemi Covid-19," ujarnya.
Baca juga: BREAKING NEWS: Aksi Tolak Tambang di Konawe Kepulauan Bentrok, Ibu-ibu hingga Jatuh Pingsan
Kasus yang lebih memprihatinkan lainnya adalah kasus petani perempuan asal Pulau Wawonii, Kabupaten Konawe Kepulauan.
Para perempuan berjuang menghentikan penggusuran paksa lahan pada Kamis (03/03) lalu.
Perjuangan itu terjadi karena lahan itu digunakan untuk bercocok tanam demi menghidupi anak-anak agar bisa sekolah, serta menjadikan termpat itu sebagai sumber air bersih.
Kejadian yang dialami perempuan Pulau Wawonii bukan pertama kali terjadi. Kasus sudah terjadi sejak tahun 2019 dan berlangsung sampai sekarang.
Tindakan represif, ancaman bahkan penjara menghantui kehidupan keseharian warga. Tidak sedikit perempuan harus bekerja sendiri, karena suami dan anaknya di penjara, karena dianggap melawan, padahal hanya mempertahankan sumber penghidupan.
Ketenangan terus diusik oleh oknum perusahaan tambang dan berpotensi menciptakan konflik horizontal antara warga yang pro dan kontra tambang.
"Kasus yang lebih menyedihkan yang kami dapatkan dari video yang beredar via whatsapp kemarin (04/03), sekumpulan perempuan Wawonii dibawa ke sebuah tempat lalu diancam akan dipenjarakan oleh oknum perusahaan," bebernya.
Ironisnya, ia menyayangkan perlakuan kasar perusahaan disaksikan oleh aparat keamanan dan warga lainnya.
"Perempuan-perempuan itu tak berdaya dan tak berpendidikan harus dimarahi, diancam dan dibully semau-maunya," ucap Mutmainna.
Baca juga: Tahun 2021 Pertumbuhan Ekonomi Sulawesi Tenggara Naik 4 Persen, Ekspor dan Impor Tumbuh Positif
Menurutnya, di masa pandemi Covid-19 seharusnya kebijakan-kebijakan yang berpotensi menimbulkan konflik horisontal dan menciptakan pemiskinan terhadap rakyat terutama kaum perempuan, tidak seharusnya terjadi.
"Tekanan pandemi Covid-19 yang berdampak terhadap ekonomi sudah cukup berat, jangan malah ditambah dengan gerakan-gerakan yang menciptakan keos dan menimbulkan ketidakpercayaan rakyat terhadap penguasa," ucapnya.
Mutmainna menuturkan, jika perempuan terlepas dari berbagai kekerasan ekonomi tersebut, maka perempuan bisa juga meningkatkan perekonomian negara.