Berita Sulawesi Tenggara
Perusahaan Penyuplai Batu ke Industri Smelter Morosi Konawe Resah Kerap Hadapi Dugaan Pungutan Liar
Perusahaan penyuplai batu ke industri smelter di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengaku resah.
Penulis: Fadli Aksar | Editor: Sitti Nurmalasari
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Perusahaan penyuplai batu ke industri smelter di Kecamatan Morosi, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mengaku resah.
Pasalnya, perusahaan bernama PT Mappakaraeng Batu Emas ini kerap menghadapi dugaan pungutan liar (pungli) di tengah jalan.
Diketahui, perusahaan yang beroperasi di Desa Poni-poniki, dan Tobimeita, Kecamatan Motui, Kabupaten Konawe Utara (Konut), jadi korban diduga pemalakan.
Aksi diduga pemalakan terjadi kala setiap truk yang mengangkut batu dari lokasi tambang perusahaan harus membayar Rp150 ribu per retase sekali melintas.
Padahal, baru itu akan disuplai ke pabrik PT Virtue Dragon Nickel Industry (PT VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (PT OSS).
Baca juga: Alasan Ajudan Gubernur Sultra Pensiun Dini dari Anggota Polri: Ingin Mengabdi dan Terjun di Politik
Direktur Utama PT Mappakaraeng Batu Emas, Madatuang menjelaskan, secara resmi pihaknya hanya membayar Rp5 ribu per ton atau Rp50 ribu untuk setiap kali satu unit truk bermuatan 10 ton yang melintas.
"Tapi kami bukan hanya Rp150 ribu, kalau di atas 10 ton, pembayarannya lebih dari itu. Itu yang membuat kami resah," kata Madatuang saat ditemui di Kendari, pada Selasa, (22/2/2022).
Ia mengatakan, modus pelaku mengatasnamakan asosiasi penambang batu itu menjalankan aksinya terbilang rapi.
Pasalnya, pelaku tersebut mencatat terlebih dahulu setiap truk pengangkut batu yang lewat, lalu disetor ke pihak ketiga untuk selanjutnya ditagihkan.
"Ini bukan hanya kerugian terhadap perubahan saya, tapi juga kepada negara. Karena truk pengangkut BBM juga dipalak, bahkan secara tunai," ungkapnya.
Baca juga: Aksi Pencuri Terekam CCTV di Kota Kendari Sulawesi Tenggara, Kesaksian Korban: Sudah Berulang Kali
Masalah ini, kata Madatuang, sudah dilaporkan ke pihak pemerintah setempat dan kepolisian, namun belum mendapatkan perhatian. (*)
(TribunnewsSultra.com/Fadli Aksar)