Pengakuan Pemilik Bus Maut yang Tabrak Bukit Bego hingga Tewaskan 13 Orang: Ga Bisa Makan dan Tidur
Pemilik bus maut yang terlibat kecelakaan tunggal di tebing Bukit Bego, Imogiri, Bantul, DIY, Minggu (6/2/2022) hingga tewaskan 13 orang buka suara.
Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
Dikabarkan bahwa rombongan tersebut hendak mengunjungi tempat wiasa di wilayah Bukit Bego Bantul, DIY.
Baca juga: Jasa Raharja Beri Santunan & Jaminan Biaya Perawatan ke Korban Kecelakaan Bus di Imogiri Yogyakarta
Plt Kepala Sub Komite Moda Investigasi Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) KNKT, Ahmad Wildan menjelaskan terkait kondisi bus maut yang menabrak tebing di Bukit Bego tersebut.
"Semua sistem berjalan baik. Bus itu secara fungsional bisa mengerem. Tak ada masalah teknis," ungkap Wildan di Kantor Dinas Perhubungan (Dishub) Solo, Selasa (8/2/2022) seperti dilansir TribunnewsSultra.com dari Kompas.com.
"Kami sudah periksa kendaraan meliputi sistem rem, sambungan-sambungan kompresor, tabung angin. Tidak ada masalah dan tidak ada kebocoran. Anginnya masih ada," sambungnya.
Wildan menerangkan bahwa kondisi roda bus sesuai standar ambang batas normal dan dianggap masih layak digunakan baik dari alurnya maupun gap kampas.
Menurut keterangan kernet bus menyatakan bahwa saat dari tanjakan Bukit Bego sang sopir menggunakan gigi tiga.
Baca juga: 5 FAKTA Kecelakaan Maut Bus Pariwisata di Bukit Bego: 13 Orang Tewas Termasuk Sopir yang Panik
Sehingga membuat kendaraan bus itu meluncur dengan cepat.
Ketika mendekati di titik kecelakaan atau Tempat Kejadian Perkara (TKP), sopir kesulitan mengerem sebab bus dalam kecepatan tinggi.
"Masalahnya kegagalan pengereman," sebut Wilda.
"Pengemudi memindahkan gigi dari 3 ke 2. Itu tidak mungkin terjadi, Pasti akan masuk ke gigi netral diperkirakan bus dalam kecepatan 80 kilometer per jam," lanjutnya.
Wildan mengatakan bahwa jarak jalan mulai menurun hingga TKP laka adalah 1,1 kilometer.
Baca juga: Sosok Wanita yang Tewas Bersama Anak Gubernur Kaltara dalam Kecelakaan Maut di Jakarta: Kader PSI
Adapun ketinggiannya diperiksa dari Google Earth, terdapat perbedaan tinggi 150 meter sepanjang jalan dengan gradien tinggi 20 persen.
Diduga ketika kejadian kecepatan bus mencapai 80 kilometer per jam.
KNKT pun membeberkan temuan lain yakni sang sopir diduga panik karena tak dapat menarik rem tangan (hand break).
"Posisi hand break belum tertarik. Waktu saya tanya pengemudi tidak menarik itu. Kenapa? Mungkin panik. Saya tidak bisa berandai-andai. Karena pengemudi meninggal dunia," terang Wildan.