RUU TPKS Akhirnya Sah, Begini Kisah Tragis Alarm Darurat Kekerasan Seksual di Baliknya

Akhirnya DPR menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi RUU Inisiatif DPR Selasa (12/1/2022).

Penulis: Nina Yuniar | Editor: Ifa Nabila
Tribunnews.com/Herudin
Ilustrasi. Komnas Perempuan mendorong disahkannya rancangan undang-undang tindak pidana kekerasan seksual (RUU TPKS). Akhirnya DPR menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi RUU Inisiatif DPR pada rapat paripurna, Selasa (18/1/2022). 

TRINBUNNEWSSULTRA.COM - Akhirnya DPR menyetujui pengesahan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) menjadi RUU Inisiatif DPR pada rapat paripurna, Selasa (18/1/2022).

Dilansir TribunnewsSultra.com dari Kompas.com, walaupun baru menjadi RUU Inisiatif DPR, setidaknya hal ini merupakan angin segar bagi langkah-langkah selanjutnya menuju RUU TPKS disahkan sebagi Undang-undang (UU).

Diketahui bahwa, RUU TPKS ini sudah mangkrak 6 tahun, bahkan hingga berganti-ganti nama.

Sebelumnya rancangan ini dinamakan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).

Adapun dalam rapat paripurna kemarin, sebanyak 8 fraksi menyetujui RUU TPKS menjadi RUU Inisiatif DPR.

Sedangkan 1 fraksi lainnya yakni PKS secara tegas menolaknya.

Baca juga: Pacaran Sehat & Hukum Islam, Belajar dari Kasus Bripda Randy - Aborsi Bunuh Diri Novia Widyasari

Kisah Tragis NWR

Dilansir TribunnewsSultra.com dari Tribunnews.com, Komnas Perempuan sendiri terus mendesak agar pemerintah segera mengesahkan RUU TPKS menjadi UU.

Ditambah lagi kasus kekerasan seksual yang akhir-akhir ini menggemparkan publik.

Salah satunya kisah NWR, mahasiswi di Mojokerto, Jawa Timur (Jatim) yang bunuh diri setelah dihamili anggota polisi hingga dipaksa untuk melakukan aborsi.

Komnas Perempuan menyebut bahwa kisah tragis NWR merupakan alarm keras atas kondisi darurat kekerasan seksual di Indonesia.

Peringatan ini membutuhkan tanggapan serius dari aparat penegak hukum, pemerintah, legislatif, dan masyarakat.

Baca juga: Sosok Bripda Randy, Kekasih NW yang Bunuh Diri Karena Dihamili, Terancam Dipecat dan Penjara 5 Tahun

“Daya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan sangat rapuh di tengah kondisi layanan yang sangat terbatas kapasitasnya menghadapi lonjakan pelaporan kekerasan seksual yang semakin tinggi dengan jenis kasus yang semakin kompleks,” tulis Komnas Perempuan dalam pernyataannya, Senin (6/12/2021).

Disebutkan bahwa, NWR merupakan korban kekerasan yang berulang-ulang selama hampir 2 tahun sejak 2019.

NWR terjebak dalam siklus kekerasan seksual di dalam hubungan asmara.

Ia menjadi korban tindak eksploitasi seksual dan pemaksaan aborsi.

Ketika NWR hamil, kekasihnya yang merupakan anggota kepolisian memaksanya untuk menggugurkan kehamilan dengan segala cara.

Mulai dari dipaksa meminum pil KB, obat-obatan dan jamu-jamuan, hingga pemaksaan persetubuhan karena beranggapan bisa menggugurkan janin.

Baca juga: Mantan Pacar Mahasiswi yang Akhiri Hidup di Makam Ayah Jadi Tersangka, Bripda Randy Terancam 5 Tahun

Bahkan NWR telah dipaksa aborsi sebanyak 2 kali.

Di kali keduanya, korban NWR sampai mengalami pendarahan, trombosit berkurang, sehingga ia jatuh sakit.

Menurut Komnas Perempuan, keluarga pelaku mendukung aborsi tersebut, yang awalnya juga menghalangi korban menikah dengan pelaku.

Alasannya, kakak perempuan pelaku belum menikah.

Tak hanya itu, keluarga pelaku juga menuduh korban engaja menjebak pelaku agar dinikahi.

Pelaku juga diketahui berselingkuh dengan wanita lain.

Baca juga: Jaringan Masyarakat Sipil Minta DPR RI Segera Tuntaskan Pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

Tetapi pelaku tetap tak ingin putus dengan korban NWR.

Akibat diguncang tekanan hebat yang dialami korban, NWR pun menderita secara kesehatan fisik dan jiwanya.

NWR sampai idiagnosa obsessive compulsive disorder (OCD) serta gangguan psikosomatik lainnya, karena merasa tak berdaya, dicampakkan, disia-siakan, hingga berkeinginan menyakiti diri sendiri.

“Menyegerakan pengesahan RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang meneguhkan komitmen negara dalam pelaksanaan tanggung jawab pemulihan korban, selain memutus impunitas, adalah langkah mendesak,” tulis pernyataan Komnas Perempuan.

Menurut Komnas Perempuan kekerasan dalam pacaran (KDP) merupakan jenis kasus kekerasan di ruang privat/personal yang ketiga terbanyak dilaporkan.

Dalam kurun 2015-2020 tercatat 11.975 kasus yang dilaporkan oleh berbagai pengada layanan di hampir 34 Provinsi, sekitar 20 persen dari total kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di ranah privat.

Baca juga: Polisi Diduga Hamili Wanita Lalu Kabur, Polda Sulsel Sebut Tak Ada Saksi: Jalan Satu-satunya Tes DNA

Pada waktu yang sama, rata-rata 150 kasus per tahun dilaporkan langsung ke Komnas Perempuan.

Kasus tersebut kerap berujung dengan kebuntuan diproses hukum.

Latar belakang hubungan asmara sering mengakibatkan kasus kekerasan seksual dianggap sebagai hal suka sama suka.

Sementara itu, dalam konteks aborsi, korban perempuanlah yang dikriminalkan.

Sedangkan untuk pihak laki-laki lepas dari jeratan hukum.

“Dalam kasus NWR, korban telah berupaya meminta bantuan untuk menyikapi peristiwa kekerasan yang ia alami. Korban telah berkonsultasi dengan dua lembaga bantuan hukum di daerahnya yang menyarankan korban untuk segera melaporkan tindakan pelaku ke Propam. Juga, dengan mengadukan kasusnya kepada Komnas Perempuan di tengah Agustus 2021,” tulis pernyataan Komnas Perempuan.

(TribunnewsSultra.com/Nina Yuniar) (Kompas.com/Nicholas Ryan Aditya) (Tribunnews.com/Larasati Dyah Utami)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Harapan Besar setelah Menanti 6 Tahun RUU TPKS Disetujui di DPR.." dan di Tribunnews.com dengan judul "Komnas Perempuan: Kisah Tragis NWR Alarm Darurat Kekerasan Seksual, Sahkan RUU TPKS"

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved