Berita Kendari

Tanggapan Ketua BEM se Sultra Terhadap Permendikbud Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi

Pro dan kontra tersebut datang dari berbagai macam kalangan, bahkan sejumlah presiden mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi se Sulawesi Tenggara.

Penulis: Mukhtar Kamal | Editor: Laode Ari
Istimewa
Ilustrasi pelecehan seksual. 

"Saya sudah sampaikan kepada Menteri Kajian Riset dan Advokasi BEM UHO mengidentifikasi dosen yang mengintimidasi atau memanfaatkan mahasiswa, laporkan," tegasnya.

Sebelumnya menanggapi kebijakan Kemendikbud Ristek tersebut, Koordinator Pusat Badan Eksekutif se Sultra (Korpus BEM se Sultra), Adi Maliano sangat mendukung.

Adi Malinao mengatakan aturan yang dikeluarkan Mendikbudristek, Nadiem Makarim itu merupakan komitmen negara dalam memberantas permasalahan pelecehan seksual didalam kampus.

Menurutnya, banyak kasus kekerasan seksual di kampus yang selama ini tidak bisa diproses karena belum ada payung hukum yang melandasinya.

Ia menilai bahkan para korban hingga para pelapor justru kerap mendapat tekanan dari oknum kampus dan kehidupan sosial.

Baca juga: BEM Unsultra Beri Masukan Menteri Nadiem, Sosialisasi Merdeka Belajar Belum Maksimal, Harus Evaluasi

Lebih lanjut, Adi menilai para korban tidak berani berbicara karena ada ketakutan di mana biasanya mahasiswa dilema untuk melaporkan.

Kata dia atas hal tesebut yang berhubungan dengan pilihan Skripsi dipenghujung akhir study bagi mahasiswa.

"Jadi langkah tersebut sudah tepat dan  merupakan wujud upaya hadirnya negara dalam menjamin keadilan bagi para korban kekerasan seksual di perguruan tinggi yang selama ini diabaikan dan susah ada titik penyelesaian," katanya,

Adi sapaan akrab Koorpus Bem se Sultra itu mengungkapkan sangat mengapresiasi Permendikbud tersebut terlebih saat ia diundang Kemendikbud RI pada 11 November 2021 digedung kemendikbudristek RI lalu.

"Ini menjadi pembahasan dan sosialisasi kepada mahasiswa, saya sangat mendukung karna ini permen yang sangat dinanti karena sangat respronsif soal kekerasan seksual dalam kampus," ujarnya.

Terkait soal pro dan kontra, Adi menilai hal tersebut hanya persoalan pengartian diksi dan cara logika berfikir tiap orang.

"Jadi dalam tahap pembahasan atau sosialisasi agar perlibatan unsur unsur harus lebih dimaksimalkan seperti Pimpinan PTN/PTS,tokoh agama,pemuda, penggiat aktivis serta ahli hukum dengan harapan tidak adalagi mispresepsi," jelasnya.(*)

(TribunnewsSultra.com/Husni Husein)

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved