Berita Kendari

Bayar Gaji Karyawan di Bawah Upah Minimum, Advokat di Kendari Sebut Pengusaha Bisa Dipidana

Kata praktisi hukum ini, pembayaran upah di bawah upah minimum sebenarnya bisa dipidana. Namun hal tersebut jarang diketahui oleh pekerja.

Penulis: Fadli Aksar | Editor: Sitti Nurmalasari
handover
Tribun Corner Gaji Pekerja di Bawah Upah Minimum Bisa Dipidana 

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Seorang advokat di Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) Anselmus AR Masiku, menerbitkan buku mengenai ketenegakerjaan.

Buku tersebut berjudul Penegakan Hukum Pidana Ketenegakerjaan, Pembayaran Upah di Bawah Upah Minimum Bisa Dipidana.

Anselmus AR Masiku mengatakan, ide buku ini muncul dari tesis untuk kewajiban menyelesaikan studi Magister Hukum di Universitas Muhammadiyah Jakarta pada 2021.

Selain itu, penulisan buku ini juga bentuk keprihatinan Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Kendari ini menangani kasus ketenagakerjaan.

"Ternyata pengusaha di beberapa kasus membayar upah di bawah upah minimum," ujar Anselmus AR Masiku dalam acara Tribun Corner di Studio TribunnewsSultra.com, Sabtu (16/20/2021).

Baca juga: Wali Kota Baubau Siap Terbitkan Buku Polima dalam Perspektif Pendidikan, Angkat Budaya Buton

Upah minimum di Kota Kendari sendiri senilai berkisar Rp2,7 juta, sementara upah minimum Provinsi Sultra yakni Rp2 juta.

Kata praktisi hukum ini, pembayaran upah di bawah upah minimum sebenarnya bisa dipidana. Namun hal tersebut jarang diketahui oleh pekerja.

Padahal sudah tertuang jelas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenegakerjaan dan direvisi dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021.

Kendala Penegakan Hukum

Anselmus AR Masiku menemukan sejumlah kendala dalam penegakan hukum pidana pembayaran gaji di bawah upah minimum.

Kendala tersebut menyebabkan tidak ada penindakan hukum terhadap pengusaha sejak 2012 hingga kini di Sultra.

Baca juga: Cegah Radikalisme dan Intoleran Polda Sultra, UHO dan NU Segera Terbitkan Buku Merawat Harmoni

Dalam hasil penelitian Anselmus, dirinya hanya menemukan enam kasus penindakan terhadap pengusaha yang membayar gaji karyawan di bawah upah di Indonesia selama ini.

Ia menduga aparat penegak hukum, yakni penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) ketenagakerjaan di dinas ketenagakerjaan atau disnaker daerah mengabaikan aturan itu.

"Selama ini menjadi kendala besar adalah pemahaman penegak hukum mengatakan masalah pembayaran upah ini adalah perselisihan hak," imbuh Anselmus.

Tak hanya itu, PPNS disnaker juga kerap menilai pembayaran upah di bawah upah minimum ini adalah perselisihan hubungan industrial dan pembayaran kekurangan upah.

Pemicunya adalah kesalahan pemahaman para penegak hukum, Anselmus menilai, mereka tidak bisa memisahkan antara hukum formil dan hukum materiil.

Baca juga: LBH Pospera Kepton Sebut PT Tiran Mineral Kriminalisasi Pengacara di Baubau Hanya Karena Tulis Opini

"Ini masalah terbesar dari penegakan hukum kita, kalau berbicara perselisihan hak adalah masuk dalam hukum formil. Sedangkan pembayaran upah di bawah upah minimum adalah hukum materiil," tegasnya.

Ia menegaskan, perselisihan hak adalah sengketa perdata, sedangkan pembayaran gaji di bawah upah minimum merupakan tindak pidana yang masuk dalam acara pidana.

"UU Nomor 13 direvisi jadi UU Nomor 11 Tahun 2021 tentang Cipta Lapangan Kerja menyatakan pembayaran upah di bawah upah minimum merupakan tindak pidana kejahatan bisa didenda 400 juta," urainya.

Anselmus mengatakan, ketika penegak hukum bisa memisahkan hukum formil dan materil, maka mereka bisa menindak pengusaha.

"Buku ini penting dibaca oleh pengawas ketenagakerjaan, PPNS di dinas ketenagakerjaan dan kepolisian," tandasnya. (*)

(TribunnewsSultra.com/Fadli Aksar)

Berita Terkait

Ikuti kami di

AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved