Kasus PT Toshida Indonesia
Dirut PT Toshida La Ode Sinarwan Oda Berstatus DPO Berkali-kali Mangkir dari Panggilan Kejati Sultra
Asisten Intelijen atau Asintel Kejati Sultra Noer Adi mengatakan, peningkatan status DPO tersebut karena La Ode Sinarwan Oda tidak kooperatif.
Penulis: Fadli Aksar | Editor: Muhammad Israjab
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Direktur Utama PT Toshida Indonesia, La Ode Sinarwan Oda kini berstatus DPO Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara ( Kejati Sultra ).
La Ode Sinarwan Oda dimasukkan dalam daftar pencarian orang atau DPO pada 20 September 2021 lalu.
Diketahui, La Ode Sinarwan Oda ditetapkan tersangka dugaan korupsi penyalahgunaan kawasan hutan dan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) PT Toshida Indonesia.
Asisten Intelijen atau Asintel Kejati Sultra Noer Adi mengatakan, peningkatan status DPO tersebut karena La Ode Sinarwan Oda tidak kooperatif.
"Sudah tiga kali kami lakukan pemanggilan. Namun LSO, sama sekali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan dari tim penyidik," kata Noer Adi saat dihubungi melalui WhatsApp Messenger, Kamis (30/9/2021).
Baca juga: Sapi Betina Milik Petani yang Diikat Tiba-tiba Hilang, Kondisi Hamil 6 Bulan
Pihaknya pun mempertimbangkan untuk menjemput paksa tersangka korupsi yang merugikan negara Rp495 miliar tersebut.
Namun demikian, Noer Adi belum dapat memastikan proses jemput paksa, lantaran upaya tersebut sifatnya klandestin.
"Artinya dilakukan secara rahasia. Sesegera mungkin (jemput paksa), secara klandestin," ujarnya.
Jadi Tersangka
Direktur Utama PT Toshida Indonesia La Ode Sinarwan Oda kembali ditetapkan sebagai tersangka korupsi.
Penetapan tersangka dilakukan Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara ( Kejati Sultra) berdasarkan surat penetapan tersangka nomor B-10/P.3/Fd.1/19/2021 tertanggal 13 September 2021.
"Menetapkan La Ode

Oda sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyalahgunaan kawasan hutan dan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB)," tulis dalam surat penetapan tersangka.
La Ode Sinarwan Oda disangkakan melanggar pasal 2 ayat 1, pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dijunctokan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 55 ayat 1 ke-1.
Surat penetapan tersangka itu ditandatangani Kepala Kejati Sultra Sarjono Turin.
Praktis, La Ode Sinarwan Oda sudah dua kali ditetapkan sebagai tersangka, setelah sebelumnya pada 26 Juli 2021 bersama tiga orang lainnya.
Baca juga: Eks Plt Kadispora Sultra Jalani Sidang Kamis 30 September, Kasus Dugaan Korupsi PT Toshida Indonesia
Tiga orang lain itu adalah eks Kepala Bidang Mineral dan Batubara Dinas Energi Sumber Daya Mineral ( Minerba ESDM) Sultra Yusmin, mantan Plt Kadis ESDM Sultra Buhardiman.
Terakhir adalah anak buah La Ode Sinarwan Oda sendiri bernama Umar, ketiga tersangka ini langsung ditahan setelah diperiksa.
Dalam perjalanan kasus, La Ode Sinarwan Oda lolos dari jeratan hukum setelah menang dalam gugatan Praperadilan di Pengadilan Negeri atau PN Kendari.
Hakim tunggal PN Kendari Kelik Tri Margo menyatakan penetapan tersangka kasus dugaan korupsi izin tambang PT Toshida Indonesia itu tidak sah.
Penyidik Kejati Sultra tak butuh waktu lama untuk menyidik ulang kasus ini, namun kali ini menggandeng Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan atau BPKP Sultra.
Termasuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Lembaga jaksa negara itu meminta BPKP Sultra untuk menghitung kembali kerugian negara akibat dugaan korupsi tersebut.
Kerugian Negara

Kejati Sultra merilis kerugian negara terbaru yang ditimbulkan dari kasus dugaan korupsi izin tambang PT Toshida Indonesia.
Asisten Pidana Khusus Kejati Sultra Setyawan Nur Chaliq mengatakan, hasil perhitungan kerugian negara telah dikeluarkan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan atau BPKP Sultra.
"Dugaan tindak pidana korupsi tersebut menimbulkan kerugian negara sebesar Rp495.216.631.168,83," sebut Nur Chaliq di Aula Kejati Sultra Jl Ahmad Yani, Kelurahan Pondambea, Kecamatan Kadia, Kota Kendari, Kamis (9/9/2021).
Kata dia, kerugian negara Rp495 miliar lebih itu berasal dari PNBP penggunaan kawasan hutan yang tidak dibayar dan setelah pencabutan IPPKH 4 kali penjualan pada 2019-2021.
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi Izin Tambang PT Toshida Bergulir ke Meja Hijau, Jaksa Tunggu Jadwal Sidang
"Rp151 miliar dari sebelum pencabutan IPPKH 2010 sampai 2019. Sisanya Rp343 miliar setelah pencabutan (IPPKH) 2019 sampai Mei 2021," urainya.
Angka itu naik dari sebelumnya Rp243 miliar berdasarkan hasil perhitungan internal Kejati Sultra.
Akumulasi dari biaya penunggakan PNBP PKH Rp168 miliar dan empat kali penjualan setelah IPPKH dicabut Rp75 miliar.
Menurut eks Kajari Cirebon ini, perhitungan kerugian negara ini merupakan permintaan penyidik kepada auditor BPKP untuk melengkapi berkas tiga tersangka Yusmin, Buhardiman, dan La Umar.
Termasuk untuk berkas penyidikan umum terhadap Direktur PT Toshida Indonesia La Ode Sinarwan Oda yang kini berstatus tersangka.
Penyidik masih akan memeriksa ahli dari auditor BPKP dan selanjutnya berkas segera dilengkapi untuk dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dugaan Korupsi

Sebelumnya, Kejati Sultra menetapkan 4 orang tersangka dalam kasus korupsi izin tambang PT Toshida Indonesia.
Keempatnya adalah eks Plt Kadispora Sultra Yusmin, eks Plt Kadis ESDM Sultra Buhardiman, Direktur PT Toshida Indonesia La Ode Sinarwan Oda, dan bendaharanya Umar.
Yusmin dan Buhardiman diduga telah menerbitkan rencana kerja anggaran biaya atau RKAB pada medio 2019-2020 kepada PT Toshida Indonesia.
Semetara PT Toshida Indonesia sendiri telah dinyatakan beroperasi secara ilegal sejak 2010, karena tidak membayar penerimaan negara bukan pajak atau PNBP penggunaan kawasan hutan.
Baca juga: Terhalang Odong-odong Mogok saat Menanjak, Mobil Avanza Terjun ke Jurang 10 Meter
Setelah izin pinjam pakai kawasan hutan atau IPPKH dicabut, PT Toshida tetap masih menambang dan melakukan penjualan sebanyak 4 kali.
Dalam perjalanannya, 3 tersangka mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Kendari yakni Yusmin, Buhardiman dan La Ode Sinarwan Oda.
Permohonan Praperadilan La Ode Sinarwan Oda diterima majelis hakim sehingga penetapan tersangkanya tidak sah.
Penyidik Kejati Sultra pun melakukan penyidikan ulang untuk menetapkan La Ode Sinarwan Oda sebagai tersangka.
Sementara itu, permohonan dua tersangka Yusmin dan Buhardiman ditolak, penetapan tersangka dianggap sah.(*)
(TribunnewsSultra.com/Fadli Aksar)