Nur Alam Hadir Sidang di Kendari
Tertawa Ngakak, Mantan Gubernur Sultra Nur Alam Tutup Mulut Usai Sidang Sengketa Tambang di Kendari
Momen mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam tertawa ngakak terjadi usai menjadi saksi sidang sengketa tambang, Selasa (23/03/2021).
Penulis: Muhammad Israjab | Editor: Aqsa
TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Momen Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam tertawa ngakak terjadi usai menjadi saksi sidang sengketa tambang, Selasa (23/03/2021).
Mantan Gubernur Sultra itu menjadi saksi pada sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Kelik Trimargo di Pengadilan Negeri atau PN Kendari, Jl Sultan Hasanuddin, Kelurahan Tipulu, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Nur Alam menjadi saksi dalam kasus sengketa tambang di Kecamatan Kabaena, Kabupaten Bombana, Provinsi Sultra.
Momen Nur Alam tertawa ngakak saat berbincang dengan sejumlah kolega dan orang dekatnya usai sidang tersebut.
Mereka berbincang di parkiran PN Kendari di luar gedung yang tak jauh dari ruang sidang yang sebelumnya mendudukkan Nur Alam sebagai saksi.
Baca juga: Detik-detik Mantan Gubernur Sultra Nur Alam Beri Hadiah Kopiah dan Cermin ke Terdakwa Kasus Tambang
Baca juga: Mantan Gubernur Sultra Jadi Saksi Sengketa Tambang di Kendari, Ruang Sidang Dipadati Pengunjung
Pada momen tersebut, Nur Alam tertawa lepas saat berbincang dengan seorang pria berkepala plontos yang mengenakan kemeja warna biru.
Entah apa yang menjadi perbincangan mereka. Tetiba, Nur Alam tertawa lepas hingga menutup mulutnya.
Tawa Nur Alam terus terdengar setelah telapak tangannya dilepas dari bibirnya.
Senyum tak berhenti tersinggung dari bibir yang di atasnya masih ditumbuhi kumis tebal.

Usai menjalani sidang sebagai saksi kasus sengketa tambang di ruang sidang, Nur Alam tampak dikerubuti sejumlah orang termasuk wartawan.
Mereka yang ikut hadir pada sidang tersebut satu persatu menyapa Gubernur Sultra periode 2008-2013 dan 2013-2017 tersebut.
Jurnalis juga mengerubuti Nur Alam usai sidang tersebut untuk melakukan wawancara terkait materi sidang yang dijalaninya.
Sidang di PN Kendari
Mantan Gubernur Sultra Nur Alam menjadi saksi sengketa tambang yang dipimpin ketua Majelis Hakim Kelik Trimargo tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Kendari, Jl Sultan Hasanuddin, Kelurahan Tipulu, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari.
Dalam sidang tersebut, Nur Alam memberikan kesaksian dalam kasus yang saat ini bergulir di PN Kendari.
“Saya memang pernah bertemu Amran Yunus di Rujab (saat Amran Yunus ditahan di Rutan). Tetapi itu bukan karena saya memanggil, melainkan usaha mereka sendiri,” kata Nur Alam memberi kesaksian di hadapan Majelis Hakim PN Kendari.
Sebelumnya, Nur Alam yang saat ini masih menjalani penahanan atas kasus korupsi yang menjeratnya datang dengan menumpangi mobil Land Cruiser DT 80 LO menuju gedung sidang PN Kendari, pukul 10.00 wita.
Gubernur Sultra periode 2008-2013 dan 2013-2017 itu datang dengan mengenakan setelan batik bermotif warna biru cokelat, celana kain warna abu-abu, serta masker berwarna hitam.
Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeksekusi terpidana korupsi mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat, pada Januari 2019 lalu.
Nur Alam merupakan terpidana kasus korupsi terkait Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi ke PT Anugrah Harisma Barakah di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2014.

Sosok Nur Alam
Nur Alam merupakan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) 2 periode yakni tahun 2008-2013 dan 2013-2018.
Namun, dia tersandung kasus hukum pada akhir periode kepemimpinannya.
Dia divonis 12 tahun penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 17 April 2018 lalu.
Atas putusan hakim tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan banding.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta selanjutnya memperberat hukuman terhadap mantan Gubernur Sultra Nur Alam dalam putusan yang dibacakan pada 12 Juli 2018 oleh lima anggota majelis hakim.
Hukuman terhadap politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu diperberat dari 12 tahun menjadi 15 tahun penjara.
Selain itu, Nur Alam juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yang menghukum mantan Gubernur Sultra tersebut membayar uang pengganti Rp2,7 miliar.
Kemudian, mencabut hak politik Nur Alam selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pidana.
Nur Alam sebelumnya divonis 12 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Menurut majelis hakim, dikutip dari Kompas.com, Nur Alam terbukti menyalahgunakan wewenang selaku Gubernur dalam memberikan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi.
Kemudian, Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (AHB).
Nur Alam terbukti merugikan negara sebesar Rp 1,5 triliun.
Menurut majelis hakim, perbuatan melawan hukum tersebut telah memperkaya dirinya sebesar Rp 2,7 miliar.
Kemudian, memperkaya korporasi, yakni PT Billy Indonesia, sebesar Rp 1,5 triliun.
Selain itu, Nur Alam juga dinilai terbukti menerima gratifikasi Rp 40,2 miliar dari Richcorp International Ltd.
Menurut jaksa, uang dari Richcorp itu ada kaitan dengan perizinan yang dikeluarkan terhadap PT AHB.
Adapun hasil penjualan nikel oleh PT AHB dijual pada Richcorp International.
Menurut jaksa, karena bukan dari sumber yang sah, uang tersebut harus dianggap sebagai suap.
Nur Alam dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 dan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 Ayat 1 KUHP.
Dieksekusi di Lapas Sukamiskin
Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra) Nur Alam dieksekusi ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I, Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Nur Alam dieksekusi setelah putusan di tingkat kasasi berkekuatan hukum tetap atau inkracht.
“Hari ini, dilakukan eksekusi terhadap Nur Alam, Gubernur Sulawesi Tenggara. Terpidana dibawa ke Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin Bandung Jawa Barat hari ini ,” ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (14/1/2019), dikutip dari Tribunnews.com.
Menurut Febri, eksekusi Nur Alam sesuai putusan Mahkamah Agung (MA) dengan nomor perkara 2633 K/PID.SUS/2018 Tanggal 5 Desember 2018.
Nur Alam divonis 12 tahun penjara serta denda Rp 750 juta subsidair delapan bulan kurungan dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp 2,7 miliar subsidair 2 tahun penjara.
Putusan MA diketahui lebih rendah dari vonis sebelumnya di tingkat banding.
Sebab, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Nur Alam terbukti bersalah karena melakukan korupsi berkaitan Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan.
Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT Anugrah Harisma Barakah di Wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2014.(*)
(TribunnewsSultra.com/ Israjab)
Ikuti berita Mantan Gubernur Sultra Nur Alam mengikuti sidang di Kendari melalui TribunnewsSultra.com