Sejarah Hari Perempuan Internasional atau International Women's Day, Ternyata Diusul Wanita Jerman
Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tahun pada tanggal 8 Maret.
TRIBUNNEWSSULTRA.COM - Sejarah Hari Perempuan Internasional atau International Womens Day (IWD), ternyata diusul wanita Jerman.
Hari Perempuan Internasional 2021 atau IWD kembali diperingati pada Senin 8 Maret 2021.
International Women's Day diperingati setiap tahun pada tanggal 8 Maret untuk merayakan pencapaian sosial, ekonomi, budaya, dan politik perempuan.
Dikutip dari laman IWD, Hari Perempuan Internasional dirayakan sebagai kampanye mempercepat tercapainya kesetaraan gender.
Baca juga: HEBOH Pernikahan Dini di Buton Selatan, Bocah Laki-laki 13 Tahun Nikahi Remaja Perempuan 17 Tahun
Baca juga: Pria Parubaya di Kolaka Ditangkap Karena Tega Cabuli Anaknya yang Masih Dibawah Umur
Baca juga: Nicolas Cage Nikahi Wanita Muda Asal Jepang, Terpaut Usia 31 Tahun
Pada perayaan Hari Perempuan Internasional 2021, tema yang diusung adalah 'Choose to Challenge' atau 'Memilih untuk Menantang'.
Tema tersebut bermakna sebagai seruan kepada semua pihak untuk menantang dan menyerukan tentang bias dan ketidaksetaraan gender, serta merayakan pencapaian perempuan.
Sejarah Hari Perempuan Internasional

Melansir NBC News, 8 Maret 2019, KaeLyn Rich, penulis buku Girls Resist! A Guide to Activism, Leadership and Starting a Revolution, mengatakan, cikal bakal perayaan Hari Perempuan Internasional dapat ditelusuri hingga tahun 1900-an.
Saat itu, dunia sedang bergejolak dengan industrialisasi.
"Saya rasa banyak orang melihat IWD sebagai bagian dari Women's History Month, atau bagian dari perayaan umum pencapaian perempuan dan pemahaman mereka berhenti di situ," kata Rich.
Baca juga: HEBOH Pernikahan Dini di Buton Selatan, Bocah Laki-laki 13 Tahun Nikahi Remaja Perempuan 17 Tahun
Baca juga: Pria Parubaya di Kolaka Ditangkap Karena Tega Cabuli Anaknya yang Masih Dibawah Umur
Baca juga: Nicolas Cage Nikahi Wanita Muda Asal Jepang, Terpaut Usia 31 Tahun
IWD pada awalnya adalah hari protes massa dan aksi kolektif yang diorganisir oleh dan untuk perempuan.
Pada waktu itu, dunia tengah dihadapkan dengan ledakan populasi manusia serta kebangkitan ideologi radikal.
Gerakan kolektif perempuan bermula dari keresahan dan perdebatan kritis yang terjadi di antara perempuan.
Penindasan dan ketimpangan yang mereka alami, memacu perempuan untuk lebih vokal dan aktif mengampanyekan perubahan.
Hari Perempuan Internasional Pertama Diusulkan

Pada tahun 1908, 15.000 wanita berunjuk rasa di New York City, Amerika Serikat.
Dalam unjuk rasa tersebut mereka menuntut jam kerja yang lebih pendek, gaji yang lebih baik, dan hak mengikuti pemilu.
Lalu, sesuai dengan deklarasi Partai Sosialis Amerika, Hari Perempuan Nasional (IWD) pertama diperingati di seluruh Amerika Serikat pada 28 Februari 1909.
Perempuan di Amerika Serikat terus merayakan IWD pada Minggu terakhir Februari, hingga tahun 1913.
Pada 1910, Konferensi Buruh Wanita Internasional jilid dua diadakan di Kopenhagen, Denmark.
Seorang perempuan bernama Clara Zetkin, pemimpin 'Kantor Perempuan' untuk Partai Sosial Demokrat di Jerman, mengajukan gagasan tentang Hari Perempuan Internasional.
Dia mengusulkan bahwa setiap tahun di setiap negara harus ada perayaan pada hari yang sama untuk menyuarakan tuntutan kolektif perempuan.
Konferensi yang dihadiri lebih dari 100 perempuan dari 17 negara, mewakili serikat pekerja, dan partai sosialis itu menyambut saran Zetkin dengan persetujuan bulat, dan dengan demikian Hari Perempuan Internasional disetujui.
Perayaan pertama Hari Perempuan Internasional
Menyusul keputusan yang disepakati di Kopenhagen, Denmark pada tahun 1910, Hari Perempuan Internasional dirayakan untuk pertama kalinya di Austria, Denmark, Jerman, dan Swiss, pada 19 Maret 1911.
Lebih dari satu juta perempuan dan laki-laki menghadiri demonstrasi perdana IWD yang mengampanyekan hak perempuan untuk bekerja, mengikuti pemilu, mendapat pelatihan, memegang jabatan publik dan mengakhiri diskriminasi.
Akan tetapi, pada 25 Maret 1911, 'Kebakaran Segitiga' yang tragis di New York City merenggut nyawa lebih dari 140 wanita pekerja, kebanyakan dari mereka adalah imigran Italia dan Yahudi.
Insiden memilukan tersebut menarik perhatian yang signifikan terhadap kondisi kerja dan undang-undang ketenagakerjaan di Amerika Serikat, yang kemudian menjadi fokus acara Hari Perempuan Internasional pada tahun berikutnya.
Hari Perempuan Internasional sekarang
Gagasan dan konsep tentang kesetaraan gender di masa sekarang bukan hal yang tabu lagi untuk dibicarakan.
Kini, perempuan memiliki kesempatan untuk berada di pemerintahan, kesetaraan yang lebih besar dalam hak-hak legislatif, dan apresiasi terhadap pencapaian mereka di berbagai bidang.
Akan tetapi, masih terdapat sejumlah benang kusut permasalahan perempuan yang belum terpecahkan.
Seperti masih adanya ketidaksetaraan upah antara perempuan dan laki-laki, juga kasus-kasus kekerasan domestik yang lebih dominan dialami perempuan.
Meski demikian perbaikan besar telah dilakukan.
Perempuan kini bisa menjadi astronot, perdana menteri, memperoleh pendidikan tinggi, bebas untuk bekerja dan memiliki keluarga, serta memiliki kebebasan untuk memilih tujuan hidupnya.
Hari Perempuan Internasional juga ditetapkan sebagai hari libur resmi di banyak negara, seperti Afghanistan, Armenia, Azerbaijan, Belarus, Burkina Faso, Kamboja.
Kemudian, di China (khusus perempuan), Kuba, Georgia, Guinea-Bissau, Eritrea, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Laos, Madagaskar (khusus perempuan), Moldova, Mongolia,
Selanjutnya, Montenegro, Nepal (khusus perempuan), Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Uganda, Ukraina, Uzbekistan, Vietnam, dan Zambia.
Di beberapa negara, Hari Perempuan Internasional juga dipandang setara dengan Hari Ibu. Pada hari itu, anak-anak akan memberikan hadiah kecil kepada ibu dan neneknya.(*)