TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) berencana membangun jembatan di Jalan Trans Sulawesi di Desa Sambandete, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Rencana pembangunan jembatan tersebut untuk menangani masalah banjir yang kerap merendam akses jalan di wilayah ini.
Kepala BPJN Wilayah Sultra, Yudi Hardiana mengatakan, desain pembangunan jembatan itu sudah dalam perencanaan kerja pada tahun 2025.
"Untuk penanganan banjir di titik Sambandete itu sudah ada desainnya, rencananya kami akan menggunakan pile slab atau yang lebih dikenal jembatan," ujarnya saat dikonfirmasi melalui telepon, Senin (7/4/2025).
Yudi mengatakan desain jembatan sepanjang 450 meter dengan proyeksi pembangunan selama dua tahun dan menghabiskan anggaran sekira Rp60 miliar.
Baca juga: Pemprov Sultra Usul Bangun Jembatan Layang dan Bailey di Konawe Utara, Bakal Gelar Rakor Besok
"Jadi kami usulkan tahun 2026 melalui SBSN, panjang jembatan 450 meter. Pengerjaannya nggak sebentar itu mungkin dua tahunan, pengerjaan nanti multiyears 2026-2027," jelas Yudi.
Ia mengatakan dalam wacana pembangunan jembatan itu, dirinya berharap ada kerja sama dengan masyarakat dan pemerintah daerah.
Menurutnya, dengan ada jembatan itu memang belum bisa mencegah banjir tetapi arus lalu lintas tidak terganggu seperti kondisi saat ini jika air sungai meluap.
Untuk itu, pihaknya meminta bantuan pemerintah daerah dalam upaya bersama penanganan banjir di Sambandete.
"Kalau menangani banjir memang tidak bisa sepihak ya, memang semua stakeholder terlibat ya, masyarakat, pemerintah daerah juga nggak bisa satu-satu," ujarnya.
Baca juga: Polres Konawe Utara Siaga 24 Jam di Lokasi Banjir Sambandete, Buka Tutup Arus Lalu Lintas Urai Macet
"Mungkin kalau memang dilihatnya dulu kalau jembatannya sudah ada, apakah menangani banjir. Mungkin banjir tetap ada tapi lalu lintas tidak terganggu," lanjut Yudi.
Menurutnya, penanganan banjir juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah untuk mencari solusi dari sumber masalah misalnya alih fungsi lahan, penataan kembali atau normalisasi sungai.
"Atau membuat bangunan pembatas sungai karena secara teknisnya itu sungai di dekat titik banjir sejajar dengan jalan," tutur Yudi Hardiana. (*)
(TribunnewsSultra.com/La Ode Ari)