TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Perempuan berusia 42 tahun asal Kabupaten Muna, Asma, memiliki semangat besar untuk melestarikan kain tenun Sulawesi Tenggara (Sultra).
Semangat itu lahir sejak Asma memutuskan hijrah dari kampung halamannya ke Kota Kendari pada tahun 2012 silam.
Pada awal kepindahannya di ibu kota Provinsi Sultra, kondisi ekonomi Asma diuji.
Hingga mengharuskan dirinya berjuang demi mendapatkan pundi-pundi uang.
Dia rela kehujanan hingga berpanas-panasan, menyusuri jalan dari kantor satu ke kantor lain.
Hal tersebut dilakukannya untuk menawarkan hasil tenunan miliknya.
“Waktu itu saya menawarkan door to door, dari kantor ke kantor. Pada saat itu kain tenun belum banyak yang minati,” katanya kepada TribunnewsSultra.com, belum lama ini.
Baca juga: Cerita Perajin Tenun Tradisional di Kendari Sulawesi Tenggara Hasilkan Motif Tolaki, Muna, Buton
Meski penolakan kerap kali Asma terima, namun tidak menyurutkan semangatnya untuk berjualan dan mengenalkan kain tenun.
Dia menjajakan kain tenun tersebut selama hampir sepuluh tahun.
Hingga akhirnya dalam dua tahun terakhir Asma berhasil membuka sebuah galeri.
Galeri tersebut dia beri nama Rumah Tenun Manual Khas Sultra atau Asma Tenun.
Lokasinya di Jalan Bunga Kamboja, Kelurahan Lahundape, Kecamatan Kendari Barat, Kota Kendari.
Dalam gerai Asma Tenun tersebut terdapat beragam motif tenun.
Mulai kain tenun dari Muna, Buton, Tolaki, hingga Kolaka.
Selain itu, Asma juga berkreasi membuat motif-motif kain tenun khas Sultra lainnya.
Motif tersebut seperti hasil pertanian ubi jalar, wisata bahari berupa ombak, layangan, dan lainnya.
Melalui gerainya, Asma pun tak hanya menjual bahan kain tenun saja.
Tapi juga pakaian berbahan tenun hingga beragam aksesorisnya.
Menariknya, di dalam gerainya pengunjung bisa melihat langsung proses penenunan menggunakan alat tradisional.
“Kebetulan alat tenun tradisional ini bapak saya yang membuat, kami sekeluarga memang perajin,” jelas Asma.
Bina Perajin, Hasilkan Cuan
Baca juga: Irfan Hakim Kenakan Pakaian Kain Tenun Konasara Konawe Utara Sulawesi Tenggara Karya Defrico Audy
Lahir dari keluarga penenun, keterampilan menenun diturunkan kepada anak-cucu termasuk Asma sedari ia kecil.
Kini, untuk melestarikan tenun dia mengajari anak-anak mulai dari menyusun benang atau disebut menghani.
Asma juga memberdayakan puluhan ibu-ibu untuk menghasilkan kain tenun.
Dengan begitu, perajin binaannya dapat memperoleh upah dari hasil menjual kain tersebut.
“Alhamdulillah saat ini perajin tenun binaan saya berjumlah 30 orang, kebetulan mereka kelompok tani yang ada di Mangga Dua,” ujarnya.
Tenunan milik Asma dibanderol mulai dari Rp500 ribu sampai dengan Rp4 juta per kain berukuran 4 centimeter (cm) x 75 cm.
Semakin rumit motif pada kain tenun maka semakin tinggi pula harga jual, begitu pula sebaliknya.
Tidak hanya itu, pewarnaan alam juga menjadi salah satu indikator nilai jual sehelai kain tenun cukup tinggi.
Dalam satu bulan, Asma Tenun dapat meraih omset kurang lebih Rp20 juta.
Apalagi, kata Asma, saat ini peminat tenun khas Sultra semakin meningkat.
Terutama hasil tenunan yang diproduksi secara manual.
“Sebagai upaya pelestarian tenun khas Sultra, kami berharap pemerintah daerah bisa menambahkan pembelajaran menenun di sekolah-sekolah kejuruan,” harapnya.
Kendati demikian, Rumah Tenun Manual Khas Sultra milik Asma masih terkendala bahan produksi dan pemasaran.
Baca juga: Makna Mendalam Motif dan Warna Tenun Masalili Asal Muna Sultra, Bercerita Sejarah dan Kelestarian
Dia menyebut harga benang di Kota Kendari terbilang mahal sehingga harus memesan di Surabaya.
Tak hanya itu, Asma juga masih kesulitan menggunakan media sosial sebagai sarana pemasaran atau promosi.
“Kami masih belajar bagaimana caranya memasarkan produk-produk kami secara online,” kata Asma.
Cerita Penenun
Salah satu kain tenun khas Sulawesi Tenggara yakni tenun masalili asal Kabupaten Muna.
Daerah inipun punya kampung tenun di Desa Masalili, Kecamatan Kontunaga.
Tak heran, banyak perajin tenun di Kota Kendari yang berasal dari daerah tersebut.
Seperti salah seorang perajin yang bekerja di Rumah Tenun Asma yakni Nirna (37).
Dia mengaku belajar menenun secara otodidak sejak usianya masih 14 tahun.
Kini, terhitung 23 tahun dirinya menggeluti dunia tenun.
“Bekerja di Ibu Asma sudah hampir dua tahun, sebelumnya saya menenun di Raha tapi saya berhenti, setelah itu ketemu Ibu Asthma,” kata Nirna.
Tidak hanya memberdayakan penenun yang ada di Kota Kendari, Asma pun melatih anak-anak yang tak lain merupakan keluarganya sendiri.
Baca juga: Tenun Sultra Tampil di IFW 2024, Pj Gubernur Andap: Bukan Hanya Selembar Kain, Ada Dedikasi Perajin
Seperti Fatimah, kemenakan Asma yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD).
Bocah inipun sudah pandai menghani alias menyusun benang.
Begitu pula Adisti (19), kemenakan sekaligus pekerja di Rumah Tenun Manual Khas Sultra yang belajar menghani sejak SMA.
Menurut Adisti, salah satu kesulitan yang dihadapi saat menghani adalah ketika keliru meletakkan benang dan mencari sambungannya.
“Sejauh ini senang menghani, yang susahnya itu kalau salah benangnya baru kita cari-cari sambungannya jadi kita harus ulang lagi,” jelasnya.
Apresiasi Pemerintah
Kehadiran perajin tenun di Kota Kendari turut diapresiasi oleh pemerintah kota (pemkot) dalam hal ini dinas pariwisata serta Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda).
Dinas pariwisata bersama Dekranasda Kendari pun mendorong pengembangan produk ekonomi kreatif kain tenun khas Sulawesi Tenggara tersebut.
"Ada empat kelompok perajin tenun di Kota Kendari," kata Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pariwisata, Riza Ibrahim, belum lama ini.
Pengembangan tersebut dilakukan melalui pembinaan dan pendampingan perajin maupun pemasar kain tenunnya.
"Kami melakukan pendampingan dan memberikan bantuan kepada kelompok-kelompok tersebut," jelasnya.
Produk kain tenun tersebut juga diikutsertakan dalam berbagai kegiatan dan pameran.
Baik pameran yang berlangsung di Sulawesi Tenggara, maupun di luar Provinsi Sultra.
Langkah tersebut untuk mempromosikan industri tenun Kota Kendari.
Sehingga, masyarakat luas dapat lebih mengenal kearifan lokal khas Sultra khususnya kain tenun.
Riza juga Ibrahim berharap kelompok perajin tenun di Kota Kendari semakin kreatif dalam menghasilkan motif-motif tenun.
"Semoga teman-teman kelompok penenun juga semakin mandiri dalam mengelola industri tenun, dan mengikuti tren tanpa meninggalkan ciri khas daerah kita," ujarnya.(*)
(TribunnewsSultra.com/Apriliana Suriyanti)