4 Nelayan di Konsel Sultra Ditembak

Propam Polda Sultra Tetap Proses Etik 2 Polisi Penembak Nelayan Cempedak Konsel Meski Berujung Damai

Penulis: Laode Ari
Editor: Desi Triana Aswan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) memastikan tetap memproses etik dua anggota polisi Polairud terduga penembak 4 nelayan di Cempedak, Kecamatan Laonti. Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh, mengatakan, pihak tetap proses etik atas prosedur penggunaan senjata api terhadap dua anggota Polairud meski sudah ada kesepakatan damai untuk perkara pidana dengan keluarga korban.

TRIBUNNEWSSULTRA.COM,KENDARI- Bidang Profesi dan Pengamanan atau Propam Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara ( Polda Sultra ) memastikan tetap memproses etik dua anggota polisi Polairud terduga penembak 4 nelayan di Cempedak, Kecamatan Laonti, Konawe Selatan (Konsel). 

Kabid Propam Polda Sultra, Kombes Pol Moch Sholeh, mengatakan, pihak tetap proses etik atas prosedur penggunaan senjata api terhadap dua anggota Polairud meski sudah ada kesepakatan damai untuk perkara pidana dengan keluarga korban.

"Untuk etik tidak ada hubungan dengan pidana. Tetap diproses kode etik atas kesalahan prosedur,"ujarnya, Sabtu (09/12/2023).

Sholeh mengungkapkan, saat ini pihaknya sementara menyusun berkas perkara pelanggaran dua anggota polisi itu sebelum menjalani sidang kode etik.

"Melengkapi berkas-berkas pemeriksaan semoga secepatnya selesai sebelum patsus 30 hari selesai," ungkap Sholeh.

Sebelumnya, beredar video pihak keluarga nelayan korban penembakan oknum Polisi di Cempedak sepakat berdamai dengan pihak Polairud Polda Sultra.

Hal tersebut dari video pernyataan pihak keluarga 4 orang nelayan di Cempedak Kecamatan Laonti yang jadi korban penembakan oknum polisi Polairud.

Baca juga: Polda Sultra Sebut Oknum Polisi Berondong Tembakan ke 4 Nelayan Cempedak Laonti Karena Terancam

Selain itu, dari pertemuan tersenbut ada lima yang sepakati pihak keluarga nelayan dengan polisi

Pertama, bahwa pihak keluarga baik Almarhum Maco dan Almarhum Putra menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada pihak kepolisian dan tidak menempuh jalur hukum lain dalam hal ini membuat laporan pengaduan terkait pidananya.

Meminta agar saudara Ucok dan saudara Ilham dibebaskan dari masalah hukum terkait Tindak Pidana bahan peledak (handak) karena membawa bom ikan saat kejadian.

Meminta agar perahu milik almarhum Maco dikembalikan secepatnya kepada pihak keluarga.

Meminta agar pihak-pihal yang tidak berkepentingan dalam kasus ini agar tidak memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan pribadi maupun kelompoknya.

Serta, pihak keluarga meminta kalau bisa keluarga yang di tinggalkan diberikan perhatian khusus, mengingat anak dari korban juga akan melanjutkan jenjang pendidikan.

Penyataan itu, kuasa hukum keluarga korban, Oldi mengatakan, pihak tidak setuju dengan keputusan karena proses pidana kasus pembunuhan yang dilakukan oknum polisi.

"Seharusnya tidak bisa, karena untuk kasus pembunuhan tidak semua bisa diselesaikan dengan restorative justice," katanya saat dikonfirmasi, Jumat (08/12/2023).

Oldi mengtakan, memang saat ini pihak keluarga nelayan korban penembakan belum memberikan surat kuasa pendampingan hukum.

Namun, pihak bersama tim kuasa hukum sudah memberikan pendampingan kepada korban dan keluarga saat masih di rumah sakit.

Oldi mengungkapkan, pihaknya belum mengambil langkah untuk proses pidana terhadap dua oknum polairud karena dua anggota polisi itu masih di proses etik karena penggunaan senjata api.

"Kita tidak bisa mengambil langkah untuk proses pidana karena pihak keluarga nelayan masih kondisi berduka," ungkapnya.

Baca juga: Video Viral Keluarga Nelayan Korban Penembakan Oknum Polisi Sultra Sepakat Damai, Kata Kuasa Hukum

Meski begitu, jika sudah ada kesepakatan damai pihak keluarga nelayan dengan polisi, maka kuasa hukum menghargai keputusan tersebut.

"Karena dalam kasus ini pihak keluarga korban yang punya kewenangan untuk tidak melanjutkan proses pidana, tapi menyelesaikan secara retorative justice,"ujarnya.

"Dengan kesepakatan itu juga, kita sebagai kuasa hukum atau pendamping hukum berhenti untuk memberikan advokasi," tutur Oldi.

(*)

(TribunnewSSultra.com/La Ode Ari)