TRIBUNNEWSSULTRA.COM,KENDARI - Manager PT Antam Mandiodo berinisial HA, Direktur PT Kabaena Kromit Prathama (KKP) berinisial AA, dan Manager PT Lawu Agung Mining berinisial GI ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi penjualan ore nikel.
Ketiganya diduga penjualan ore nikel di Blok Mandiodo, Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra) menggunakan dokumen terbang.
Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sultra, Patris Yusrian Jaya, pada Senin (05/6/2023).
"Penyidik Kejati Sultra sudah menetapkan 3 tersangka, yakni HA Manager PT Antam Sulawesi Tenggara, GL slaku pelaksana lapangan PT Lawu, dan iniaila AA direktur PT KKP," ujar Patris di Kendari.
Baca juga: Modus Bos PT KKP, PT Lawu, PT Antam Ditetapkan Tersangka Kasus Tambang Nikel di Sulawesi Tenggara
Penetapan tersangka berdasarkan hasil pengyidikan Kejati Sultra, atas dugaan korupsi penjualan ore nikel di wilayah IUP PT Antam di Blok Mandiodo seluas 22 hektar.
Sebelum menetapkan tersangka, Kejati Sultra terlebih dahulu menggeledah rumah salah satu tersangka dan kantor PT Lawu Agung Mining.
Rumah pribadi salah satu tersangka tersebut berlokasi di di Perumahan Diamond Alfa, Jalan Gunung Meluhu, Kelurahan Tobuuha, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari.
Sedangkan kantor PT Lawu berlokasi di Kompleks Citraland, Jl Malaka, Kelurahan Kambu, Kota Kendari, Provinsi Sultra.
Patris menjelaskan, PT Antam dan PT Lawu terlibat kerjasama operasional.
Dalam kerjasama diatur bahwa PT Lawu yang bekerja di Blok Mandiodo harus menjual hasil tambangnya ke PT Antam.
Akan tetapi, kerjasama ini dimanfaatkan oleh para tersangka untuk meraup keuntungan pribadi.
Bukannya menjual kepada PT Antam, PT Lawu malah menjual hasil tambangnya ke PT KKP.
Penjualan hasil tambang itu menggunakan dokumen terbang.
Dengan modus ini, Kejati Sultra menemukan, tersangka meraup banyak keuntungan pribadi.
"Kemudian di wilayah tersebut dilakukan penambangan selain diwilayah 22 hektar tadi, dan hasil pertambangan tersebut hanya sebagia kecil diserahkan ke PT Antam, sisanya dijual ke smelter perusahaan lain menggunakan dokumen palsu atau dokumen terbang," jelas Patris. (*)
(TribunnewsSultra.com/La Ode Ari)