Demo Kasus Prof B di Kendari

Aliansi Perempuan Sultra Duga Ada Relasi Kuasa Dalam Kasus Pelecehan Prof B yang Belum Tuntas

Penulis: Naufal Fajrin JN
Editor: Desi Triana Aswan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Aksi tutup mulut Forum Pemerhati Perempuan dan Anak di antaranya Aliansi Perempuan Sultra (Alpen Sultra), Yayasan Lambu Ina, Rumpun Perempuan Sultra (RPS). Lalu Komunitas Perempuan Muda, Solidaritas Perempuan (SP Kendari), dan Organisasi Jaringan Perempuan Pesisir Sultra (JPPST).

TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI- Aliansi Perempuan Sulawesi Tenggara (Sultra) menduga adanya relasi kuasa yang sangat kuat dalam perjalanan kasus pelecehan Prof B yang sampai saat ini belum tuntas. 

Hal tersebut disampaikan dalam aksi solidaritas yang digelar hari ini, Kamis (6/4/2023) di depan Kejaksaan Negeri atau Kejari Kendari, Sulawesi Tenggara.

Diketahui Aliansi Perempuan Sultra ini adalah massa yang berasal dari sejumlah lembaga yang menangani isu perempuan dan anak di Sulawesi Tenggara.

Sebelumnya, kasus Pelecehan seksual yang menimpa salah seorang mahasiswi Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari saat ini masih bergulir di Pengadilan Negeri atau PN Kendari.

Kejadian itu menimpa Mahasiswi UHO pada pertengahan tahun lalu, yakni pada Juli 2022.

Dalam kasus tersebut, salah satu pihak dari Aliansi Perempuan atau Alpen Sultra menyoroti adanya fenomena relasi kuasa yang terbangun.

Relasi kuasa tersebut, dikatakan Lily terbangun oleh pihak dosen dalam hal ini Prof B sebagai terduga pelaku dengan salah seorang Mahasiswi UHO sebagai korban.

Baca juga: Aksi Diam Forum Pemerhati Perempuan dan Anak Sultra Desak Jaksa Adil dalam Kasus Pelecehan Prof B

Kasus tersebut diketahui terjadi di sebuah rumah singgah milik terduga pelaku.

Berdasarkan informasi awal, korban diarahkan untuk datang ke rumah singgah pelaku dalam rangka mengumpulkan tugas kuliah.

Hal itu dikatakan Lily merupakan bukti dari adanya relasi kuasa yang dilakukan dosen bersangkutan untuk mengarahkan korban.

Padahal, menurut Lily banyak tempat yang bisa digunakan untuk urusan pengumpulan tugas, contohnya di kampus.

"Di dalam relasi kuasa ini ada yang dinamakan power. Dan si dosen yang notabene lebih tinggi dari mahasiswi itu dapat melakukan apa saja menggunakan power itu," terangnya.

Imbas dari rangkaian panjang itu, saat ini korban banyak menghabiskan waktu untuk menjalani persidangan terkait kasus yang menimpanya tersebut.

Lily mengungkapkan, semenjak mengalami pelecehan, korban akhirnya kerap mendapat stigma.

Hal itu dikatakan Lily ketika korban mengikuti persidangan beberapa waktu lalu.

Berulang kali korban meminta untuk mundur dari persidangan akibat sejumlah pertanyaan yang dilontarkan terkesan menyudutkan korban.

Ia mengatakan ada stigma yang beranggapan bahwa adanya fenomena pelecehan seksual disebabkan oleh kesalahan korban itu sendiri.

"Saya lihat betul korban menangis sejadi-jadinya setelah mengikuti persidangan. Dia bilang saya mau berhenti sidang, saya merasa sendiri di dalam persidangan tidak ada yang memebela saya. Semua pertanyaan menyudutkan," ungkapnya.

Diketahui, saat ini korban sudah mulai aktif menjalani perkuliahan kembali.

Aksi tutup mulut Forum Pemerhati Perempuan dan Anak di antaranya Aliansi Perempuan Sultra (Alpen Sultra), Yayasan Lambu Ina, Rumpun Perempuan Sultra (RPS). Lalu Komunitas Perempuan Muda, Solidaritas Perempuan (SP Kendari), dan Organisasi Jaringan Perempuan Pesisir Sultra (JPPST). (Naufal Fajrin JN)

Namun, dikatakan Lily, bukan berarti dengan kembalinya korban berkuliah menandakan rasa trauma itu telah hilang.

Berdasarkan informasi dari laman resmi PN Kendari, kasus tersebut telah memasuki agenda persidangan pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) 10 April 2023 mendatang.(*)

(TribunnewsSultra.com/Naufal Fajrin JN)