TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KENDARI - Kisah tukang sol sepatu di Kota Kendari menekuni pekerjaannya selama 17 tahun untuk mengais rezeki.
Seorang pria tersebut bernama Laode Abdul Kadir kini berusia 68 tahun. Bertempat tinggal di Kelurahan Wowawanggu, Kecamatan Kadia, Kendari, Sultra.
Mengawali langkah kakinya usai fajar dengan langit masih gelap diselimuti dinginnya pagi hari, tak membuat dirinya berada dipelukan pembaringanya.
Langkah tersebut ditemani dengan mengayuh sepeda hingga menuju "kantor" dimana ia mencari dan mendapatkan rezeki untuk menghidupi keluarganya selama ini.
Ayah dari 5 anak ini bekerja keras demi menghidupi serta membiayai pendidikan buah hatinya, tentunya prosesnya itu tidak menghianati hasil yang ia peroleh.
Baca juga: Kisah IPDA Syamsu Marlin, Kapolsek yang Sisihkan Gaji untuk Imam Masjid dan Tangani Covid-19
Pasalnya, dari hasil sol sepatu yang ia kerjakan kini dirinya telah berhasil menyelesaikan pendidikan kedua anaknya hingga sampai tingkat perguruan tinggi.
Hal itu dikerjakannya dengan penuh sabar dan kerja keras yang selama ini menjadi dasar dalam melakukan segala pekerjaannya.
"Karena kunci dari mencari rezeki yakni sabar dan kerja keras hal itu harus terus bersama, karena tanpa salah satunya maka percuma,"ungkapnya, saat ditemui ditempat kerjanya beberapa waktu lalu.
Kadir lahir sebagai anak yatim piatu sehingga dirinya tidak pernah melihat secara langsung kedua orangtuanya.
Dalam kondisinya tersebut ia tidak bersedih karena dirinya harus terus melanjutkan hidupnya, sewaktu kecil, dirinya menghabiskan waktunya membantu pekerjaan bibinya sebagai petani hingga usianya beranjak 20 tahun.
Pada tahun 1974 ia mencari pengalaman kerja di Kota Kendari, pada saat itu ia bekerja di beberapa proyek sebagai tukang bangunan untuk melanjutkan hidupnya.
Setelah itu pada 1980, pria asal Muna Barat tersebut bekerja di salah satu perusahaan tambang Kabupaten Kolaka, dengan lama bekerja selama enam tahun.
"Waktu bekerja di perusahaan itu saya digaji berdasarkan muatan kapal sehingga pendapatannya tergantung dari banyaknya muatan tersebut,"ungkapnya.
Setelah bekerja, Kadir kembali ke kampung halamannya di Muna Barat. Ia bertemu dengan wanita pujaan hatinya bernama Waode Fihana sejak saat itu tahun 1988 ia pun mengucapkan janji sucinya.
Beberapa tahun bertempat di kampung halamannya dengan bekerja kembali sebagai petani yang ia rasa sulit, kemudian ia bersama keluarga kembali ke Kendari.
Berawal dari kembalinya ke Kota Bertakwa tersebut, ia dibimbing serta diajarkan sepupunya bagaimana cara menjahit sepatu.
Setelah dirasa cukup dengan keterampilan yang ia miliki, Kadir membuka lapak sol sepatunya di Pasar Baru beberapa tahun, namun karena kejadian kebakaran di pasar tersebut maka ia pindah ke Pasar Panjang.
Kemudian, ia memindahkan lapaknya lagi tepat di pertigaan Kampus Baru UHO dan ini menjadi tempat terakhirnya sampai sekarang.
Selama menjadi tukang sol sepatu ia merasa semua pekerjaan ada susah dan senangnya, maka nikmati saja prosesnya semua akan menjadi berkah.
"Intinya jika kita dapat rezeki harus di syukuri terlebih dikasih tuhan itu lebih maka lebih banyak bersyukur lagi, dan yakin atas takdir tuhan karena sebagai hamba semua sudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa,"imbuhnya.
Baca juga: Eksplor Alam Kolaka Sultra Jadi Konten Hingga Raih Jutaan Followers TikTok, Begini Kisah Rival Amir
Sarjanakan 2 Anak
Laode Abdul Kadir berhasil menyelesaikan pendidikan anaknya dari hasil pekerjaannya selama ini menjadi tukang sol sepatu.
Dari kelima anaknya setidaknya dua lainnya kini telah sarjana yakni Laode Muhammad Yasin Insan Takwa (anak ketiga) di Kampus Mandalaya Waluya dan Laode Iman Tasbih (anak keempat) di UHO.
Sementara anak pertama bernama Waode Siti Nur Santi dan adiknya Waode Asrawati sudah berkeluarga yang kini bekerja sebagai ibu rumah tangga.
Sedangkan Waode Rahmawati sebagai anak terakhir kini masih menempuh pendidikan di Fakultas Fisip UHO Kendari.
Kadir merasa bersyukur dan bangga kedua anaknya saat ini telah sarjana dan sebentar lagi anak terakhirnya pun bakal menyusul.
"Saya berusaha membiayai anak untuk sekolah, agar mereka tidak merasakan apa yang orangtua rasakan, sehingga mereka harus hidup lebih baik daripada saya kedepannya,"tuturnya.
(TribunnewsSultra.com/Muh Ridwan Kadir)