TRIBUNNEWSSULTRA.COM, KONAWE - Ini menurut kuasa hukum Aliansi Rumpun Keluarga Bungguosu soal sengketa lahan di Desa Dawi-Dawi, Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra).
Darpin menjelaskan sengketa lahan yang terjadi di Desa Dawi-Dawi, Kecamatan Wonggeduku, Kabupaten Konawe memiliki dasar hukum berupa warkah tanah, alas hak, dan lainnya.
Di mana, kata dia, hingga tahun 2020 lalu, pihak Rumpun Bungguosu masih melakukan pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
"Artinya masih membayar pajak ke negara, itulah dasar-dasar hukum legalitas kemudian mereka bersikukuh," sebut Darpin.
Ia melanjutkan, lokasi yang kini menjadi sengketa tersebut antara Rumpun Dawi-Dawi dengan Rumpun Bungguosu ini tidak pernah ditinggalkan oleh Rumpun Bungguosu.
Baca juga: Soal Sengketa Lahan di Desa Dawi-Dawi, Kepala Kesbangpol Konawe: Bukan Wewenang Kami Menentukan
Darpin menegaskan, pihak Rumpun Bungguosu tidak mengklaim atau menyerobot tanah tersebut.
Pasalnya, kata Darpin, lokasi tersebut resmi dan sah milik Rumpun Bungguosu secara hukum perdata.
"Dari sisi pidana tidak ada dari sisi rumpun dikatakan menyerobot karena mereka punya legalitas," katanya.
Kata dia, saat ini ada asumsi muncul indikasi sebanyak 58 sertifikat hasil plotting Badan Pertanahan Nasional (BPN) Konawe belum clear terkait siapa dan darimana asal usul kepemilikan lahan itu.
Ia mengakui, pihaknya hingga saat ini masih menduduki lokasi sengketa tersebut dan akan bertahan hingga seterusnya.
Baca juga: Polres Konawe Tegaskan Netral dan Profesional Tangani Kasus Sengketa Lahan di Desa Dawi-Dawi
"Lokasi ini tidak pernah ditinggalkan hanya pernah banjir tahun 2000 sampai 2006 sehingga rumpun ini (Bungguosu) tidak bisa mengolah," kata dia.
"Akan tetapi pajak mereka masih jalan begitu mereka turun 2007 dan seterusnya untuk mengolah, ternyata sudah dibuat percetakan sawah," kata Darpin.
Darpin menambahkan, lahan yang disengketakan yakni seluas 150.2 hektare sesuai hasil plotting Rumpun Bungguosu.
Pada tahun 1978, Darpin menjelaskan, pemerintah membawa rumpun ini ke Desa Dawi-Dawi yang juga menjadi cikal bakal desa tersebut.
"Ditunjuk saudara Nuru pada saat itu dan sampai sekarang alhamdulillah Desa Dawi-Dawi masih ada," jelasnya.
Baca juga: Sengketa Lahan Desa Dawi-Dawi, BPN Konawe Sebut 60 Persen Sudah Bersertifikat Tak Ada Tumpang Tindih
Kemudian Camat Wawotobi pada tahun 1978, almarhum H Muljabar menurunkan sekitar 86 Kepala Keluarga (KK) dari Rumpun Bungguosu ke lokasi tersebut.
Darpin juga mempertanyakan, mengapa pajak Rumpun Bungguosu dibayarkan oleh oknum mantan Camat Wonggeduku.
"Setelah banjir itu dibayar oleh mantan Camat Wonggeduku dalam hal ini adalah pak Asnadin. Itu yang kami indikasikan ada mafia tanah di Kecamatan Wonggeduku," kata Darpin.
Ia juga menuding, oknum mantan camat tersebut bekerja sama dengan mantan kepala desa bernama Amrin.
Menurut kuasa hukum Aliansi Rumpun Keluarga Bungguosu ini, Amrin telah menyembunyikan kohir (surat atau daftar penetapan pajak).
Baca juga: BREAKING NEWS: Sengketa Lahan Warga Bungguosu Unjuk Rasa di BPN Konawe, Kantor Bupati, Polres
"Sampai sekarang beliau belum serahkan secara resmi itu, di mana saat ini masih tabu nama-nama pemilik Bungguosu. Kita tidak berbicara kepemilikan, kita berbicara legalitas," ujarnya.
Ia juga menegaskan, tidak ada isu SARA yang dikembangkan terkait persoalan sengketa lahan ini serta menuding ada sertifikat bodong di lokasi tersebut.
Apapun yang terjadi, kata Darpin, lokasi kosong merupakan hak kabupaten mutlak yang akan diambil alih pemerintah, sedangkan tanah yang bersertifikat akan didiskusikan kepada pihak Forkopimda. (*)
(TribunnewsSultra.com/Arman Tosepu)